Share

7. Cairan Kimia yang Menyala

Senja telah membumi. Lampu-lampu telah dinyalakan di koridor juga beberapa sudut penting kampus. pada hari di mana kejadian Aland dicekik oleh korban teror Geng Topeng Hitam di atap gedung fakultas film, Romeo mengajak Jane diam-diam menyelinap ke dalam ke ruang club biologi usai kelas berakhir. Ponsel Tor yang Romeo temukan di belakang pintu ruang kesehatan tempat Aland berbaring kini berada di tangannya. Bermodalkan kemampuan dan peralatan seadanya, Romeo berhasil melacak password dan membuka pintu ruangan. Ruangan ini lebih kecil dari laboratorium biologi, tentu saja. Terdapat sebuah meja berbentuk persegi panjang yang di kelilingi banyak kursi tunggal di ruangan ini, karena ruangan ini hanya dikhususkan untuk para mahasiswa dari jurusan mana pun yang memiliki ketertarikan belajar biologi.

Romeo dan Jane berhenti di depan sebuah lemari kaca yang terdapat gelas-gelas berisikan cairan kimia berwarna ungu di dalamnya. Jane masih tak mengerti maksud Romeo mengajaknya ke tempat ini. Ia melirik laki-laki itu, Romeo beberapa kali melihat ke layar ponsel milik Tor dan lemari berisikan cairan-cairan kimia itu bergantian.

“Rome, apa yang akan kita lakukan di sini?” tanya Jane kala melihat ke seluruh penjuru ruangan. Ia dan Romeo sama-sama tidak bergabung di club ini. Juga, ia dan Romeo sama-sama bukan berasal dari fakultas biologi, jadi Jane merasa khawatir jika keberadaan mereka di sini bisa menimbulkan sebuah masalah.

Romeo tidak langsung menjawab. Alisnya bertaut saat menemukan fakta baru usai membaca sesuatu di ponsel Tor. Hal itu membuat Romeo tersenyum simpul. Ia menghadap Jane kemudian. “Jane, tolong bantu aku. Cari sakelar lampu ruangan ini dan tolong matikan seluruhnya.”

“Boleh, tapi ... apa rencanamu, Rome?” tanya Jane penasaran karena Romeo tak mengatakannya langsung. Meskipun ia percaya, laki-laki cerdas dan selalu berhati-hati seperti Romeo pasti memiliki tujuan yang benar.

“Nanti aku jelaskan. Kita tidak punya banyak waktu lagi.”

Jane mengangguk. Gadis itu langsung beranjak untuk mencari tombol sakelar di dinding. Jane menemukannya di dekat pintu, ia langsung menekan sakelar yang mengakibatkan lampu padam dan ruangan menjadi gelap seketika.

“Kembali ke sini, Jane!” Romeo menyalakan senter dari ponselnya untuk memudahkan Jane menemukannya, Jane lalu kembali ke lemari kaca tempat ia dan Romeo berhenti sebelumnya.

“Sekarang, apa?” tanya Jane begitu ia sampai di samping Romeo. Cahaya dari ponsel milik Romeo menyorot wajah Jane yang sedikit berkeringat, yang entah kenapa membuat wajah gadis itu terlihat lebih cantik dari biasanya. Hanya beberapa detik, Romeo berhasil kehilangan fokusnya hanya dengan memandang wajah gadis mungil itu di antara kegelapan.

“Rome?” tanya Jane sekali lagi karena Romeo hanya diam.

Seakan tersadar dari lamunan, Romeo kembali memfokuskan tujuannya, ia mencoba bersikap normal agar Jane tak curiga bahwa ia sedang mengagumi kecantikan gadis itu. “Jane, dengarkan aku baik-baik, formula atau cairan kimia yang dimaksud oleh Tor itu ternyata ada di antara cairan-cairan ini. Aku tidak tahu apa tujuan mereka menyuruh Tor mencuri cairan itu.”

"Cairan yang mana? Semuanya terlihat sama.”

“Setelah aku membaca lagi, cairan itu akan terlihat paling terang di antara lainnya jika keadaan di dalam ruangan benar-benar gelap gulita.” Romeo akhirnya memutuskan untuk mematikan senter di ponselnya dan menyimpannya di saku celana. Lalu, di antara cairan-cairan berwarna ungu itu, terlihatlah satu-satunya cairan kimia yang paling terang. Romeo dan Jane sama-sama takjub melihatnya.

“Benar, Rome. Itu dia cairannya!” Jane antusias, seperti melihat sebuah keajaiban yang baru saja terjadi di depannya. “Rome, kau membuatku menyesal tidak memilih jurusan ini. Lihatlah! Ini sangat menarik!”

Romeo tersenyum simpul. “Menyesalnya nanti saja, kita tidak punya banyak waktu.”

Dengan hati-hati Romeo menarik gagang lemari, namun sayangnya lemari kaca itu terkunci. Tepat pada saat itu, lampu di dalam ruangan tiba-tiba menyala. Romeo dan Jane mematung seketika.

Baik Romeo dan Jane saling melirik satu sama lain. Mereka kemudian berbalik badan, alangkah kagetnya melihat seorang pemuda yang sudah berdiri di dekat pintu dengan bersedekap dada. Dia adalah Fluke, yang merupakan keponakan dari rektor. Seseorang yang dikenal sangat menyebalkan dan suka seenaknya di kampus. Bahkan, ketua senior saja tidak ada yang berani mencari masalah dengannya.

Di samping itu, Fluke tercatat sebagai jajaran mahasiswa yang konsisten meraih IPK tinggi. Dia salah satu mahasiswa yang cerdas dan berprestasi di bidang akademik. Fluke satu jurusan dengan Romeo, bahkan mereka berada di kelas yang sama, yang membuat mereka saling bersaing mempertahankan posisi masing-masing. 

“Aku sudah curiga ada orang di sini,” suara Fluke terdengar di penjuru ruangan. Membuat bulu kuduk siapa pun meremang saat mendengar. Karena dia adalah Fluke, yang bisa meminta pamannya untuk mengeluarkan mahasiswa manapun seenaknya.

Jane menelah ludah, ia membayangkan Fluke akan mencabut beasiswanya setelah memergokinya bersama Romeo malam-malam di sini.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Romeo bertanya pada Fluke, heran mengapa keponakan rektor yang sangat sombong itu masih berkeliaran di kampus malam-malam. Bukannya menjawab, Fluke justru tetawa sinis di tempatnya. Lelaki itu kini memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Memberikan tatapan remeh saat lelaki itu berjalan pelan menuju Romeo dan Jane berada.

“Seharusnya pertanyaan itu ditujukan kepada kalian berdua.” Fluke berhenti tepat di depan Jane dan Romeo. Tatapan rendah terang-terangan ia berikan pada mereka. Fluke menyerang Romeo dengan pertanyaan-pertanyaan mengintimidasi. “Ini sudah malam. Club biologi sudah tutup. Apa yang kau lakukan di sini bersama seorang gadis yang bukan dari fakultas yang sama denganmu? Bukankah saat ini, mahasiswa beasiswa seharusnya sudah berada di asrama masing-masing?” Fluke berpura-pura berpikir. Diam-diam Romeo sudah mengepalkan tangannya di sisi jarit celana. “Oh, apakah aku baru tahu di kampus pamanku ada mahasiswa beasiswa yang mencoba berbuat mesu—”

Belum sempat kalimatnya selesai, Romeo melayangkan tinjunya tepat di wajah Fluke--membuat laki-laki itu jatuh tersungkur di lantai. Jane sampai berteriak saking terkejutnya. Romeo juga tak kalah terkejut dengan apa yang dia lakukan. Dia memandangi tangannya dan Fluke bergantian. Romeo tidak bisa melihat seseorang merendahkan Jane di depan matanya. Romeo berusaha untuk tidak menyesal karena telah memukul keponakan rektor, sudah cukup Fluke berbuat sesuka hatinya kepadanya selama ini.

"Rome, cukup! Jangan membuat masalah." Jane menahan Romeo yang hendak mendekati Fluke lagi. Khawatir jika nanti petugas penjaga mengetahui keberadaan mereka di sini.

Romeo menunjuk Fluke yang kini mengusap sudut bibirnya. Terlihat jelas raut kesal Fluke usai mendapat bogeman mentah dari Romeo. Walau ia hanya diam bukan berarti mengalah begitu saja. Dia adalah keponakan rektor yang bisa melakukan apa pun dengan tangannya. Termasuk membuat kedua serangga di hadapannya ini musnah seketika.

"Mulutmu itu seperti sampah yang siap di daur ulang." Romeo mengeluarkan uneg-unegnya yang selama ini ia pendam saat melihat sifat buruk Fluke. "Untuk apa mendapatkan pendidikan tinggi, jika kau bahkan tidak bisa menjaga ucapanmu!" tunjuknya tepat di wajah Fluke. 

"Rome, sudah. Sebaiknya kita pergi dari sini sekarang juga." Jane mengajak Romeo pergi dari sana, tetapi baru beberapa langkah, suara Fluke kembali terdengar.

"Tunggu," ucap Fluke yang kini sudah berdiri dan bersikap seolah-olah sedang membersihkan debu yang bersarang di kemejanya. Fluke berjalan dan berhenti depan Jane dan Romeo.

Fluke memicingkan mata kala menelaan wajah gadis yang sedang bersama teman se-fakultasnya itu. Ia berpura-pura sedang mengingatnya. "Oh, bukankah kau juga salah satu mahasiswi beasiswa dari fakultas ekonomi?"

Mendengar itu, Romeo mengantisipasi jika saja Fluke melakukan sesuatu pada Jane, ia tidak akan membiarkan itu sampai terjadi. "Jangan ganggu dia. Aku tahu kau tidak menyukaiku. Tapi kau tidak memiliki masalah padanya," ucap Romeo, berusaha untuk lebih tenang dalam berbicara dengan Fluke kali ini.

Fluke tertawa keras mendengar pernyataan Romeo. Jane sudah membuang muka karena merasa kesal dengan sifat angkuh Fluke. "Tidak memiliki masalah? Apa kau lupa pada apa yang barusan aku lihat?"

Romeo memejam sebentar, tidak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan "Kau salah, Fluke. Kami tidak melakukan apa pun di sini?"

"Benarkah?" Fluke mengetuk dagunya, seakan-akan tengah memikirkan sesuatu. "Yang satu berasal dari fakultas teknologi, satunya lagi dari fakultas ekonomi. Kalian tidak satu fakultas. Lalu, nama kalian juga tidak tercatat di club ini, dan kalian berada di ruangan ini dalam keadaan gelap? Bukankah itu sangat mencurigakan?"

Romeo diam tak membalas lagi, tak mungkin ia mengatakan hal sesungguhnya kepada Fluke. Yang ada, masalah ini akan bertambah besar jika Fluke mengetahuinya. Laki-laki itu tidak akan pernah bisa diajak kerja sama.

"Bisakah kau menghilangkan prasangka burukmu terhadap orang lain?" Setelah sekian lama hanya diam ketika dituduh, Jane akhirnya bersuara. Ia juga tidak tahan jika Fluke berkata seenaknya kepadanya dan Romeo.

"Tentu bisa, jika kau mengatakan apa yang kalian lakukan sebenarnya di sini," ucap Fluke dengan raut wajah yang menyebalkan. "Lihat? Tidak bisa, 'kan? Itu artinya, apa yang aku pikirkan memang benar. Kalian tunggu saja apa yang akan terjadi besok." Fluke tertawa angkuh. 

"Aku tidak percaya ada mahasiswa beasiswa yang tidak bisa menahan hasrat seperti kalian. Cepat keluar, atau aku akan memanggil petugas penjaga untuk menangkap kalian." Kalimat terakhir Fluke sebelum meninggalkan ruangan.

Jane dan Romeo kini hanya mematung, Mereka tidak tahu bagaimana nasib mereka esok hari. Karena Fluke pasti akan melaporkan kejadian ini kepada rektor. Romeo melirik Jane dari samping, gadis itu hampir menangis. Fluke memang sangat kurang ajar mengatakan hal-hal buruk itu terhadap Jane, gadis sepertinya tidak pantas mendapatkan perkataan-perkataan seperti itu.

"Jangan diambil hati perkataan Fluke, Jane. Aku berjanji, suatu saat aku akan membuat dia menyesali perkataan buruknya kepadamu." Jane mengusap air matanya yang luruh. Bukan tanpa alasan, perkataan Fluke memang terdengar begitu menyakitkan di telinganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status