AMBIL SAJA SUAMIKU 4
"Kay, aku kalah tender, padahal aku sudah menghabiskan banyak uang. Tolong, katakan pada Papa, bagaimana caranya agar aku bisa memenangkan lagi tender itu. Aku rugi besar, Kay. Aku akan miskin. Kita akan miskin."Spontan, aku tertawa mendengarnya."Bukan kita. Tapi kamu."Mas Arkan menatapku dengan pandangan memelas. Tentu saja, seharusnya dia tahu bagaimana keluargaku sebelum terjebak nafsu dan melakukan hal diluar batas."Kita Kay. Aku, kamu dan Celia. Sampai kapanpun, kalian akan jadi bagian hidupku."Mayang membuang pandang mendengar kalimat suaminya. Aku pastikan, sepulang dari sini, dia akan segera apdet status. Sementara Mas Arkan masih berusaha membujukku hingga aku muak mendengarnya. Apa aku tak salah dengar? Aku masih ingat kala itu, kala aku mengetahui dia selingkuh pertama kali. Dengan jumawa, Mas Arkan bilang kalau sekarang dirinya sudah sejajar dengan para pengusaha besar, jadi tak masalah baginya sedikit bersenang-senang."Sekali menang tender, bisa lima ratus juta, Kay. Kenapa aku tak boleh menyenangkan diri sendiri?""Menyenangkan diri sendiri dengan menyakiti aku dan Celia?""Ah, jangan berlebihan. Aku dan Mayang hanya jalan saja, nggak lebih."Jalan yang keterusan hingga tak tahu jalan pulang."Kay, ayo kita ke rumah orang tuamu. Ini proyek besar. Aku harus memenangkannya. Sebagian keuntungan akan kuberikan padamu.""Bilang sendiri sama Papa.""Oh, apa Papa tahu kalau aku … ""Ya. Papa sudah tahu."Wajah Mas Arkan memucat, sementara di sebelahnya, Mayang meremas kedua tangan dengan gelisah."Apa Papa tahu kalau aku menikah dengan Mayang?"Aku menggeleng."Aku ingin kalian memberi tahu langsung pada Papa. Kamu, Mas, anak didik Papa. Papa yang mengajari sampai kamu bisa sukses seperti sekarang. Tapi sayang, kamu nggak meniru bagaimana setianya Papaku sama Mama. Apa kamu belum tahu? Ada tiga hal yang menjadi godaan terberat seorang lelaki, yaitu, harta, tahta dan wanita. Dan kamu telah kalah menghadapi dua diantaranya."Mas Arkan tertegun. Aku bangun dari kursi dan berjalan ke pintu."Pergilah ke rumah Papa jika kamu memang ingin memenangkan tender itu. Mungkin, Papa masih mau membantu. Tapi yang pertama, kamu harus memenangkan hatinya lebih dulu."Tentu saja Mas Arkan tahu bahwa itu tak mungkin. Jangankan memenangkan hatinya, Mas Arkan menggores luka teramat dalam bukan hanya di hatiku, tapi juga hati orang tuaku."Dan kamu, May. Mungkin kamu ingin memberi tahu kabar bahagia pernikahanmu pada orang tuaku. Ya, setidaknya, kamu bisa pura-pura menjadi orang yang tahu diri. Bagaimanapun, orang tuaku yang membuatmu punya gelar sarjana. Meski gelar itu hanya kau gunakan untuk merebut suami orang."Wajah Mayang memucat. Dia menarik tangan Mimi, yang ternyata sudah tertidur, bersandar di sofa. Lalu tanpa menunggu instruksi suaminya, dia berjalan keluar menuju pintu sambil menyeret tangan Mimi. Kasihan anak kecil yang tak tahu apa-apa itu. Dulu aku menyayanginya. Tapi sekarang? Wajah itu menengadah menatapku, wajah polos yang tak mengerti apa yang telah terjadi."Mimi, mulai besok pindah sekolah ya, Tante carikan sekolah yang bagus untuk Mimi."Aku tersenyum pada anak kecil itu. Mayang melengak mendengarnya."Kenapa Mimi harus pindah sekolah?"Aku menatap wajahnya lekat. Wajah orang yang ternyata selama ini selalu iri pada apa yang kupunya. Wajah orang yang telah menggoda dan merampas suamiku."Karena aku tak mau Celia mendengar hal-hal yang tak seharusnya dia dengar. Aku masih berbaik hati menutupi masalah ini dari orang lain, Mayang. Tapi anak-anak semakin besar. Apa kau mau nanti dia akan diteriaki sebagai anak seorang pelakor?"Mayang diam saja, tapi matanya itu terlihat penuh benci menatapku."Kenapa bukan Celia yang pindah sekolah?"Aku tersenyum. Dia benar-benar perempuan tak tahu diri."Aku sudah mengalah untukmu, tapi, aku tak akan membiarkan anakku mengalah juga. Kau boleh ambil suamiku, tapi tak akan aku biarkan kalian merampas kebahagiaan anakku."Mayang mendesis, lalu tanpa berkata-kata dia keluar, masih menyeret Mimi dan langsung masuk ke dalam mobil. Dibiarkannya pintu mobil itu terbuka.Satu masalah sudah kuatasi, sekarang tinggal mengusir benalu ini dari ruang tamuku. Tapi …"Ayah! Bunda!"Celia!Mas Arkan rupanya juga mendengar. Dia langsung berlari masuk dan berhenti di depan kamarku, mencoba mendorong pintu."Berhenti disitu, Mas, kau tak boleh masuk!""Kay! Celia manggil aku.""Ayah!"Mendengar suara Ayahnya, Celia kembali berteriak. Aku menghela napas panjang."Nggak apa, Bik. Buka saja pintunya."Tak lama, kudengar suara kunci diputar. Pintu terbuka dan Celia menghambur ke dalam pelukan Mas Arkan, diikuti Bik Asih yang langsung melipir ke belakang. Aku membuang pandang. Bagaimana bisa Mas Arkan lupa betapa dekatnya dia dengan Celia? Dan sejak Mayang masuk memporak-porandakan pondasi rumah kami, Mas Arkan seringkali meninggalkan rumah dan melupakan janji pada putrinya. Celia merangkul leher Mas Arkan erat, tampak sekali bahwa dia merindukan Sang Ayah. Aku menghirup udara dalam-dalam, mengusir sekat yang tiba-tiba membuat tenggorokan terasa tercekat."Ayah baru pulang dari luar kota ya?"Mas Arkan melirik padaku sejenak, lalu mengangguk."Mana oleh-oleh untuk Celia?""Oh, maaf, Ayah lupa, soalnya pulang kemalaman. Besok kita ke toko mainan ya, Celia pilih sendiri.""Horeeee!""Mas!" tegurku. Kenapa dia kembali memberi harapan palsu untuk putriku? Mas Arkan menatapku dengan tatapan memohon. Dia lalu menggendong Celia, masuk ke kamar putriku. Kamar itu hanya digunakan Celia untuk bermain dan tidur siang. Aku belum tega melepaskan dia sendiri. Entah apa yang dikatakan Mas Arkan pada Celia, tak lama dia keluar lagi dan menutup pintu dengan Celia di dalamnya."Izinkan aku tidur dengan Celia malam ini, Kay.""Tidak perlu. Semakin cepat kau menjauh dari kami, semakin mudah bagiku memberi pemahaman pada Celia kalau kau tak akan tinggal bersama kami lagi."Mas Arkan menggelengkan kepala."Plis, Kay. Jangan terlalu keras pada Celia. Kasihan dia.""Kamu yang tidak kasihan padanya, Mas! Apa yang kamu pikirkan hingga bisa-bisanya menyayangi anak orang dan meninggalkan anak sendiri?!"Napasku terengah-engah karena emosi. Mas Arkan terdiam, dan lagi-lagi, ketegangan ini terinterupsi oleh teriakan Celia dari dalam kamar."Ayaaaahh! Cepetan! Katanya mau cerita tentang dongeng Putri Celiaaa!"Mas Arkan menatapku. Aku menghela napas."Baiklah. Demi Celia. Tapi sebelumnya, usir dulu pelakor itu dari rumahku!"***AMBIL SAJA SUAMIKU 5Malam sudah larut. Aku tak bisa tidur, berguling-guling di atas ranjang, memikirkan anakku di kamar sebelah, yang tidur dalam pelukan Ayahnya. Tadi, kudengar sedikit keributan saat Mas Arkan memaksa Mayang pulang sendiri. Entah apa yang dikatakan Mas Arkan padanya, yang jelas, tak lama kemudian, sebuah taksi online datang dan membawa mereka pergi. Apa yang dipikirkan Mas Arkan saat membawa Mayang dan Mimi ke rumahku malam ini? Berharap aku luluh karena dia tahu betapa aku menyayangi Mayang dan Mimi, dulu? Tak tahukan dia bahwa batas antara rasa sayang dan benci itu hanya seperti kulit ari?Dulu, aku memang menyayangi mereka. Saat Mayang menikah dengan Hadi, teman kuliahnya, aku ikut bahagia. Bahkan akulah yang kesana kemari mengurus semua karena dia ingin resepsi diadakan di kota. Hamil dan melahirkan Mimi disaat yang hampir bersamaan dengan aku hamil dan melahirkan Celia, membuat kami kian akrab. Mungkin Tuhan memang menciptakan beberapa orang yang ditakdirkan
AMBIL SAJA SUAMIKU 6PoV MAYANGSakit sekali melihat dia masuk ke dalam rumah itu dan membiarkan aku dan Mimi pulang sendirian. Berada di dekat Kayyisa, Mas Arkan terlihat sangat berbeda. Dia tampak lemah dan tak berdaya. Sungguh berbeda saat bersamaku. Dia seperti bukan Mas Arkan yang dengan gampang tergoda lirikan mataku."Bawa Mimi pulang sekarang. Celia membutuhkan aku."Suaranya keras, tidak lagi lembut dan mesra seperti kemarin. Aku dihantam rasa cemburu mendengarnya. Bukankah aku dan Mimi juga membutuhkan dia?"Tapi, Mas. Mimi akan menangis kalau kau tak di rumah."Mas Arkan melotot."Mayang, ini masalah genting. Aku harus meluluhkan hati Kayyisa, dan Celia adalah kelemahannya. Kita diambang kehancuran. Kau tahu berapa kerugianku? Dua ratus juta, Mayang!"Ah, tol*l! Seharusnya uang itu cukup untuk membeli mobil baru untukku."Pulang, aku pesankan taksi online."Mas Arkan mengeluarkan ponsel dan dengan cepat melakukan order. Aku cemberut menatapnya."Mas nggak sayang kami lagi.
AMBIL SAJA SUAMIKU 7PoV KAYYISAApa yang kau inginkan, Kay? Berharap dia berubah demi Celia? Aku menggeleng kuat-kuat. Tentu saja tidak. Aku bisa memaafkan jika dia melakukan kesalahan apa saja, asal bukan selingkuh dan main tangan."Ayah pergi, apa dia pergi ke rumah Mimi?"Aku menghapus air matanya. "Oh, bukan. Ayah sedang ada pekerjaan. Kan, Bunda sudah bilang, Ayah sedang sibuk. Celia anak pintar dan harus mengerti.""Tapi, kenapa pergi cepat-cepat? Nggak bilang aku dulu?"Dia memang anak yang kritis. Mungkin aku tak perlu menunggu dia besar untuk memberitahu padanya tentang kenyataan itu."Karena Ayah sedang ditunggu klien, em… teman kerja. Sabar ya, Sayang. Gimana kalau Bunda yang suapin makannya?"Celia mengangguk. Raut wajahnya perlahan berubah lagi. Dia memang seperti aku, cepat mengambil keputusan. Salah satu yang aku khawatirkan adalah, bahwa dia memutuskan untuk membenci Ayahnya. Karena seburuk apapun Mas Arkan, dia tetaplah Ayahnya. Aku tak akan menyuruh Celia membenci
AMBIL SAJA SUAMIKU 8Ayah? Oh tentu saja. Memangnya kau mengharapkan apa? Sepuluh tahun sudah berlalu. Cinta monyet masa SMA itu pastilah telah lama pudar. Dua puluh delapan tahun usiaku kini, sama dengan usia lelaki di sebelahnya. Dia pastilah sudah menikah dan mempunyai anak. Anaknya, yang kini entah bagaimana berteman dengan Celia. Sungguh, kadang aku ingin tertawa memikirkan bagaimana lucunya takdir mempermainkan kisah hidupku.Arez melambaikan tangan pada kedua gadis kecil itu, yang kini saling menggandeng, berlari lagi menjauh dan masuk ke tengah arena bermain. Lalu, kami sama-sama menoleh dan saling menatap. Entah apa yang dia pikirkan sama dengan apa yang kupikirkan, tiba-tiba saja kami tertawa bersama."Itu anakmu, cantik sekali.""Dan anakmu juga cantik.""Oh, tentu saja, Bapaknya kan ganteng."Astaga. Ternyata dia masih tengil seperti dulu. Aku menggeser dudukku, khawatir tiba-tiba istrinya datang dan melihat kami duduk berdekatan."Kenapa?""Kalau istrimu datang, aku takut
AMBIL SAJA SUAMIKU 9Aku melangkah menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah pasti. Kata Rayyan, yang kuutus untuk mencari tahu apa yang terjadi, Mayang memang ada di rumah sakit. Dia baru saja menjalani operasi pemasangan pen di pergelangan tangan kanannya yang patah. Dia jatuh di kamar mandi, itu alasan yang dia katakan pada dokter di IGD. Bagaimana Rayyan mencari tahu, itu bukan urusanku. Sepupuku yang sejak kecil bercita-cita menjadi detektif itu, selalu bisa mencari tahu hal apapun dengan cara yang tak bisa kau duga. Dan aku datang ke rumah sakit, sekedar untuk menyaksikan secara langsung bagaimana hukuman dari Tuhan berjalan pada orang-orang yang zolim.Mayang ditempatkan di kamar kelas satu rumah sakit umum, kelas yang tak mungkin kuambil seandainya saja terpaksa dirawat di rumah sakit ini. Satu kamar yang dibagi untuk dua orang, sempit dan pastinya tidak nyaman. Kenapa Mas Arkan yang mengaku pengusaha hebat sampai menyuruhnya dirawat di kelas ini? Apakah rugi dua ratus juta
AMBIL SAJA SUAMIKU 10"Arez?"Tanpa kuduga, lelaki itu langsung memegang tanganku, dan dengan cepat menarikku pergi dari tempat itu. Aku tak sempat protes maupun bertanya hingga akhirnya, kami berhenti di kantin rumah sakit. Arez mendorongku agar duduk di salah satu kursi dengan gerakan lembut. Dia sendiri lalu duduk di hadapanku. Kantin sepi, hanya beberapa orang yang duduk sambil minum kopi dengan wajah muram. Tentu saja, ini bukan tempat rekreasi."Aku mendengar sebagian percakapanmu dengan pasien di dalam sana itu. Ceritakan, Kay, apa yang terjadi?"Suaranya dalam dan menuntut. Aku menghela napas dalam-dalam. "Dia itu Mayang. Kamu masih ingat?"Arez mengerutkan alisnya, "Mayang sahabatmu di SMA itu? Yang sering kali merajuk dengan wajah kesal kalau aku jalan denganmu?"Kini, ganti aku yang mengerutkan kening. Lalu, ingatanku terbang ke masa sepuluh tahun yang lalu. Mayang, aku dan Arez memang sekolah di SMA yang sama. Aku pacaran dengan Arez, sementara Mayang kerap kali mengekor
AMBIL SAJA SUAMIKU 11 ___Ibu dan Mbak Renita langsung berjengit, mungkin membayangkan sedang membersihkan kotoran menantu barunya itu. Aku tertawa dalam hati. Itu baru secuil dari kejutan yang akan Ibu temui. Aku tak mau membayangkan reaksi Ibu kalau tahu Mas Arkan gagal tender, merugi ratusan juta rupiah dan terancam tak akan pernah mendapatkan proyek selamanya. Aku mengeluarkan notes dan pulpen dari dalam tas, menulis alamat rumah sakit dan nomor kamarnya, juga sekaligus menuliskan alamat rumah baru Mas Arkan dan Mayang. Kuletakkan kertas itu di hadapan Mbak Renita."Ini alamatnya. Namanya Mayang, dan ah, aku lupa. Ibu juga akan punya cucu baru, namanya Mimi."Ibu dan Mbak Renita saling pandang dengan wajah tak enak dilihat."Kayyisa, Nak, ini bisa dibicarakan baik-baik. Ibu akan memberi tahu Arkan agar berlaku adil. Atau kalau perlu, Arkan harus menceraikan perempuan itu lagi."Aku tersenyum. Suara Ibu tiba-tiba melunak. Ibu mungkin mulai bisa berpikir secara realistis, menghitu
AMBIL SAJA SUAMIKU 12PoV MAYANG"Oh, jadi ini perempuan yang membuat anakku berubah jadi bodoh? Astaga, Arkan. Apa yang dia pikirkan saat membuang berlian dan malah memungut kerikil ini?"Astaga. Jadi inikah Ibu mertuaku? Dan perempuan yang berjalan dengan wajah kaku di sebelahnya itu, pastilah kakak perempuan Mas Arkan. Wajah mereka mirip. Tapi, kenapa aura mereka tampak menyeramkan? Batu kerikil, dia menyebutku batu kerikil. Kalau saja dia bukan Ibu Mas Arkan, pastilah sudah balas kumaki-maki dia."Ibu … "Aku berusaha bangkit dengan susah payah. Bagaimanapun, aku harus mengambil hatinya. Sebentar lagi Mas Arkan akan menang tender. Kalau dia dapat untung satu milyar, aku pasti bisa beli apa saja. Aku bisa menyaingi penampilan Kayyisa. Aku akan minta mobil, emas …"Jangan panggil saya Ibu. Bagi saya, menantu saya satu-satunya cuma Kayyisa."Heh. Belagu banget. Nggak tahu dia kalau anak lelakinya bisa berlutut di depanku, rela menjilat kakiku kalau sekali saja aku menggoyang pinggul.