"Mas!" panggilku pada Mas Kenzie.
"Eh, iya ada apa, Sayang?" tanya Mas Kenzie seolah terbangun dari lamunan. Mas Kenzie yang sedari tadi melihat kepergian Anggun, kini langsung menoleh ke arahku dengan tersenyum kikuk."Kamu ngapain, Mas, liatin si Anggun sampai gak kedip gitu? Kamu suka sama Anggun?!" tanyaku penuh penekanan.Jujur saja, ini kali pertama aku melihat Mas Kenzie melihat wanita dengan tatapan seperti itu. Aku merasa, Mas Kenzie seperti terpukau dengan pesona Anggun. Wajar saja, karena aku yang seorang wanita saja begitu kagum melihat wajah ayu Anggun yang begitu manis itu. Wajahnya khas wanita Jawa yang terkesan manis dan juga kalem. Cara berbicara Anggun juga begitu lembut dan juga kalem. Tapi melihat suamiku yang seolah terpesona dengan Anggun, jelas saja aku cemburu."Kamu ini ngomong apa sih, Sayang? Anggun kan sepupu aku, masa' aku suka sama sepupu sendiri. Lagian, istri aku aja cantik begini," jawab Mas Kenzie sambil membelai kepalaku lembut. Ku akui, aku memang jauh lebih cantik dari Anggun, tapi Anggun memiliki pesona yang berbeda dengan wanita cantik pada umumnya."Ya bisa aja kan, Mas. Lagian kenapa coba kamu liatin Anggun sampai sebegitunya?" tanyaku seolah tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Mas Kenzie."Aku tuh liatin dia bukan berarti aku suka, aku cuma kasian aja lihat dia sendirian gendong bayi gak ditemenin sama suaminya. Aku tuh lagi mikir, seandainya itu kamu aku gak akan biarin kamu pergi ke acara seperti ini sendirian begitu. Aku gak akan izinin kamu, pokoknya seandainya bayi kita lahir nanti, kamu gak boleh kemana-mana sendirian, ngerti!" ujar Mas Kenzie panjang lebar."Iya, Mas," jawabku.Meskipun Mas Kenzie memberikan penjelasan yang seolah meyakinkan, tapi tetap saja tak membuat aku percaya sepenuhnya. Tatapan Mas Kenzie memang menurutku lain, bukan sekedar tatapan iba._______Setelah acara syukuran empat bulananku di rumah mertua kemarin, kini aku dan Mas Kenzie sudah memulai aktivitas kami seperti biasa. Seperti biasa, kami mengelola usaha toko grosir di pusat pasar.Dua bulan sudah, dan kini kandunganku sudah memasuki bulan keenam. Toko grosir kami semakin laris manis dan memiliki langganan semakin banyak. Aku dan Mas Kenzie sampai kewalahan melayani pembeli. Mungkin ini adalah rejeki anak dalam kandunganku. Karena setelah kehamilanku, usaha Toko kami selalu lancar dan semakin ramai pembeli."Sayang, sepertinya kita harus cari karyawan deh buat bantu-bantu kita di toko," kata Mas Kenzie setelah kami sampai di rumah. Sore ini, kami baru pulang dari toko. Karena memang pasar tempat kami membuka usaha, hanya buka sampai sore saja."Iya, Mas. Aku juga capek kalau ngelayani pembeli sendirian kalau kamu gak ada," jawabku.Semenjak toko grosir kami semakin ramai pembeli, kini Mas Kenzie harus belanja 3 hari sekali. Padahal, dulu Mas kenzi belanja setiap seminggu sekali saja. Semakin ramai pembeli, semakin cepat juga barang-barang di toko kami habis."Iya, Sayang. Ya sudah, besok aku cari karyawan buat bantu-bantu di toko," ujar Mas Kenzie.Setelah aku dan Mas Kenzie mandi dan membersihkan diri, kami makan malam bersama. Selama menikah dengan Mas Kenzie aku jarang sekali memasak, apalagi setelah membuka toko, aku tak pernah lagi memasak makanan untuk Mas Kenzie. Hanya sesekali saja aku memasak, itupun hanya memasak mie instan. Kami selalu membeli makanan di luar. Jika sudah kelelahan seperti saat ini, kami akan memesan makanan secara online.Mas Kenzie sama sekali tak pernah mengeluh ataupun protes jika aku tak pernah memasak makanan untuknya. Lagi pula, uang kami masih cukup untuk sekedar membeli makanan di luar. Bagi Mas Kenzie, aku hanya cukup melayaninya saja di ranjang untuk memberikan kepuasan batin untuk Mas Kenzie. Karena hampir setiap malam, Mas Kenzie selalu minta dilayani.Setelah makan malam bersama Mas Kenzie, aku merebahkan tubuhku diatas sofa sambil membaca novel favoritku. Tiba-tiba ponselku yang berada diatas meja berdering, tertera nama Dewi di layar ponselku memanggil. Tumben malam-malam begini Dewi menghubungiku. Setelah pertemuan waktu itu di rumah Emak Asih, aku dan Dewi memang lumayan sering berbalas pesan lewat WA. Kami selalu bercerita tentang kehamilan kami masing-masing.["Assalamualaikum, Mbak Naya,"] ucap Dewi setelah telepon ku angkat."Waalaikumsalam, Dew," jawabku.Setelah sedikit berbasa-basi, Dewi langsung mengutarakan niatnya menghubungiku.["Mbak, aku mau tanya sesuatu,"] ujar Dewi dengan suara serius."Tanya apa, Dew?["Mbak Naya kapan terakhir ke rumah Emak Asih?"]"Sekitar tiga Minggu yang lalu, Dew. Memang kenapa?" tanyaku bingung.["Mbak, sudah seminggu ini aku ke rumah Emak Asih, tapi rumahnya tutup terus. Orang-orang yang berobat di rumah Emak Asih juga pada bingung. Emak Asih sama sekali gak ada kabar, bahkan nomor hp nya juga gak aktif. Padahal, kandunganku udah masuk bulan kesembilan, Mbak,"] jawab Dewi dengan suara panik.Degh!Aku yang yang sedang rebahan seketika duduk. Tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih cepat, jawaban Dewi rasanya membuatku ikut gugup. Meskipun selama ini perutku semakin membesar karena sudah memasuki bulan keenam, tapi tak ada tanda-tanda pergerakan janin dalam perutku, seperti perempuan hamil normal pada umumnya. Aku pernah bertanya pada Emak Asih, tapi Emak Asih selalu meyakinkanku bahwa bayi dalam kandunganku sehat dan baik-baik saja."Lalu, bagaimana, Dew?" tanyaku dengan suara sedikit bergetar.["Besok, rencananya aku mau ke dokter kandungan, Mbak, sekalian mau USG. Aku takut, Mbak, aku dengar ada salah satu pasien Emak Asih yang udah USG. Katanya, kandungannya kosong. Padahal perutnya jelas-jelas besar seperti hamil sungguhan, tapi setelah USG, gak ada apapun di perut wanita itu,"] cerita Dewi.Mendengar cerita dari Dewi tubuhku terasa sangat lemas, seketika tenagaku menghilang. Aku benar-benar takut, jika yang diceritakan Dewi tentang pasien Emak Asih itu terjadi padaku. Aku tak bisa membayangkannya, bagaimana nasibku nanti jika dalam perutku tak berisi janin bayi?"Dew, aku takut," kataku lirih.["Sama, Mbak, aku juga. Padahal, aku sudah sangat lama menanti bayi ini,"] kata Dewi. Terdengar isakan kecil diseberang telepon, pasti Dewi sedang menangis saat ini.Aku tahu bagaimana perasaan Dewi saat ini, karena akupun juga merasakannya saat ini. Kami sama-sama wanita yang sudah bertahun-tahun lamanya menantikan keturunan. Baru saja, aku merasa terbang tinggi keatas awan karena bahagia, justru kini aku merasa seperti jatuh ke dasar jurang yang dalam.["Mbak, Mbak Naya ...!"] panggil Dewi."Eh, iya, Dew. Gimana?" kataku setelah sadar dari lamunan."Ya udah, Mbak. Aku tutup dulu telponnya, kita berdoa aja ya Mbak, semoga janin bayi dalam kandungan kita baik-baik aja," ujar Dewi.Aku mengaminkan doa dari Dewi. Setelah telepon dari Dewi ku tutup, air mata tiba-tiba sudah lolos dari pelupuk mataku. Aku mengelus perut buncitku yang sudah terlihat membesar. Aku yang awalnya yakin dan percaya dengan perkataan Emak Asih, kini jadi merasa ragu dan juga khawatir.Sebenarnya, aku sendiri mengakui pengobatan yang dilakukan oleh Emak Asih terlalu aneh, bahkan terkesan mengada-ada karena aku tak diperbolehkan untuk periksa kandungan ke bidan ataupun dokter. Bahkan USG pun sangat dilarang keras oleh Emak Asih. Tapi jika sudah begini, aku harus bagaimana?Semua orang sudah tahu dengan kabar kehamilanku. Bahkan, aku selalu mengaploud foto-fotoku yang tengah hamil di semua media sosial milikku. Jika benar, tak ada janin bayi di dalam rahimku, mau di taruh dimana muka ini? Belum lagi, aku dan Mas Kenzie sudah mengadakan acara 4 bulanan waktu itu secara besar-besaran, hingga membuat semua orang mengetahui tentang kehamilanku.*****"Hei, kamu kenapa, Sayang, kok nangis?" tanya Mas Kenzie saat ia baru keluar dari kamar. Mas Kenzie langsung ikut duduk di sampingku."Mas, aku ... aku ..." Tenggorokan rasanya tercekat, aku tak mampu mengatakan ini pada Mas Kenzie.Melihat wajah Mas Kenzie, ada rasa bersalah dalam hati. Mas Kenzie begitu bahagia dan antusias menyambut hadirnya calon bayi kami. Seandainya benar janin bayi dalam rahimku tak ada, bagaimana perasaan Mas Kenzie? Pasti sama hancurnya denganku, atau mungkin ia akan marah padaku."Kamu kenapa? Apa ada masalah, cerita sama aku?" ujar Mas Kenzie sambil memeluk dan membelai punggungku lembut. Pelukan dan belaian dari Mas Kenzie perlahan membuat hatiku sedikit tenang."Ada apa? Ayo cerita, kalau ada masalah jangan di pendam sendiri," ujar Mas Kenzie lembut. Aku melerai pelukan dari Mas Kenzie dan menatap wajah Mas Kenzie dengan tatapan nanar."Mas, aku takut ....""Takut? Takut kenapa, Sayang?"Pelan-pelan, aku menceritakan pada Mas Kenzie tentang hilangnya Emak
Tepat pukul 16.00 sore, Mas Kenzie akhirnya sampai di rumah. Raut wajah lelah terukir jelas di wajah pria yang sudah lebih dari tujuh tahun itu menemaniku."Kok kamu baru pulang, Mas?" tanyaku setelah aku mencium punggung tangan Mas Kenzie."Iya nih, Sayang. Maaf ya, tadi toko kita ramai. Aku kewalahan ngelayani pembeli sendirian. Aku juga belum dapat karyawan buat bantu kita di toko," ujar Mas Kenzie sambil melepaskan sepatunya."Kamu kenapa, Sayang? Kok matanya bengkak gitu, kamu nangis lagi?" ujar Mas Kenzie sambil membelai rambut panjangku."Mas, tadi siang Dewi nelpon aku," kataku lesu.Aku pun menceritakan pada Mas Kenzie tentang kandungan Dewi yang kosong setelah melakukan USG di dokter kandungan."Kamu yang sabar ya, Sayang. Ikhlaskan, jika seandainya memang tidak ada janin bayi dalam perut kamu. Yang penting kamu sudah berusaha, kamu harus tetap semangat. Banyak jalan menuju Roma, kamu gak perlu khawatir dan sedih. Jika memang sudah waktunya, kamu pasti akan hamil," kata Mas
Hari ini, aku janjian dengan Dewi untuk urut perut kami yang mulai rata dan terlihat normal. Meskipun perut kami sudah terlihat normal, tapi ini adalah urut untuk yang terakhir kalinya agar perutku dan Dewi bisa normal seutuhnya."Mbak Naya, ternyata benar suami Mbak Naya itu, memang teman Mas Harun suami aku," ujar Dewi saat kami sedang berada dalam mobil menuju ke rumah tukang urut yang kami tuju."Aku malah gak tahu, Dew. Selama ini, Mas Kenzie jarang banget kenalin aku ke temen-temennya. Lagian, selama ini kami selalu sibuk di toko, jadi jarang main keluar. Paling sesekali aja, itupun kami cuma jalan berdua," kataku sambil tetap fokus menyetir mobil."Iya, Mbak. Kata Mas Harun juga dia jarang ketemu sama Mas Kenzie. Mereka cuma sering chat an lewat WA aja. Dan setelah aku ingat-ingat, ternyata memang benar, aku pernah lihat foto Mas Kenzie di daftar chat WA Mas Harun. Makanya waktu nelpon Mbak Naya waktu itu, aku ngerasa gak asing lihat foto profil Mak Naya ada foto Mas Kenzie," j
Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang setelah mengantar Dewi pulang ke rumahnya. Entah kenapa, hati ini jadi sedikit bimbang setelah mendengarkan saran dari Dewi tadi. Meskipun aku percaya dengan Mas Kenzie sepenuhnya, tapi tiba-tiba ada sedikit keraguan dalam hati.Jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kiriku kini sudah menunjukkan angka pukul 16.00 sore. Sebenarnya aku ingin segera pulang ke rumah, tapi entah mengapa tiba-tiba aku ingin ke toko grosir milikku dan Mas Kenzie. Akhirnya, aku memutuskan untuk memutar arah mobilku menuju toko.Setelah sampai di toko, aku sedikit terkejut karena ternyata toko grosir kami tutup. Padahal, masih ada sisa satu jam lagi biasanya toko kami akan tutup. Apakah Mas Kenzie sudah pulang? Dengan perasaan gelisah, aku kembali melajukan mobilku untuk pulang ke rumah.Lima belas menit kemudian, aku tiba di rumah. Namun tak ada tanda-tanda Mas Kenzie ada di rumah. Pagar rumah masih terkunci, itu artinya tak ada orang di rumah kami. Jik
Hari ini, aku dan Mas Kenzie sudah mulai menyicil membangun rumah. Kami mulai untuk membuat pondasinya dulu, sesuai saran dari Ibu mertuaku. Kami membuat pondasi rumah tepat di samping rumah orang tua Mas Kenzie yang memang sudah di siapkan untuk kami. Daerah rumah mertuaku memang masih masuk daerah perkampungan. Tapi, akses menuju kota cukup dekat dari sini, apalagi jalan aspal disini juga sudah bagus dan mulus.Di kampung ini, jika ada orang yang akan membangun rumah baru, para tetangga berbondong-bondong datang untuk ikut membantu. Yang pria akan ikut membantu mengerjakan bangunan rumah, sedangkan ibu-ibu membantu memasak di dapur untuk makan siang bersama nanti."Nak Naya, kok sekarang perutnya sudah rata? Bukannya dulu hamil ya, atau sudah melahirkan?" tanya Bu Ningsih tetangga Ibu. Saat ini aku sedang bergabung bersama ibu-ibu mengupas bawang untuk memasak.Aku hanya tersenyum dan memilih untuk tak menjawab pertanyaan dari Bu Ningsih. Jujur saja, sesak hati ini setiap kali orang
Malam ini, setelah pulang dari rumah Ibu, Mas Kenzie langsung tertidur pulas dan sedikit mendengkur. Sepertinya, Mas Kenzie kelelahan setelah ikut bergotong-royong membangun pondasi rumah kami. Aku sendiri masih belum bisa tidur, karena masih kepikiran tentang siapa sosok Anggun yang sebenarnya.Mumpung Mas Kenzie tidur, aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengecek ponsel milik Mas Kenzie. Aku segera meraih benda pipih milik Mas Kenzie yang tergeletak di atas nakas. Pelan-pelan, aku mulai bergerilya memeriksa daftar nomor kontak telepon milik Mas Kenzie. Dari atas hingga bawah, tak kutemui nama Anggun di daftar kontak ponsel milik Mas Kenzie.Aneh! Jika memang mereka bersaudara, harusnya Mas Kenzie punya nomor Anggun, tapi kenapa tak ada nama Anggun di daftar kontak telepon milik Mas Kenzie? Aku membuka WA, dari daftar chat tak ada yang mencurigakan. Semua chat isinya hanya dari para pelanggan toko kami saja. Dan memang seperti itulah, setiap aku memeriksa ponsel Mas Kenzie, tak
Jantungku tiba-tiba berdebar-debar, aku jadi teringat akan pesan Dewi padaku waktu itu. Dewi menyarankan agar aku tak mempercayai pria sepenuhnya, meskipun ia terlihat manis di depan. Apakah ini adalah jawaban dari saran yang Dewi maksud?Selama ini, aku selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Tak pernah sekalipun aku meragukan cinta dan juga kesetiaan Mas Kenzie. Sikap lembut dan perhatiaan Mas Kenzie selama ini memang selalu bisa membuat hatiku terlena. Tapi hari ini, semua terpatahkan setelah aku menemukan alat kontrasepsi di saku celana Mas Kenzie.Niatku untuk mencuci baju hilang sudah, karena saat ini, pikiranku sudah berkelana jauh. Aku sudah tak bisa lagi untuk selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Alat kontrasepsi ini juga sudah cukup untuk membuktikan, bahwa Mas Kenzie pasti berbuat buruk di belakangku.Tapi, alat kontrasepsi ini tak bisa dijadikan bukti yang akurat. Aku harus bisa mencari bukti lain agar kecurigaanku saat ini benar-benar terbukti adanya. Sepertinya, aku
Tanganku masih bergetar, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku. Nafasku naik turun karena sudah tak bisa lagi rasanya menahan emosi di dalam dada yang bergemuruh begitu hebat. Andai saja, Mas Kenzie saat ini ada di hadapanku, sudah pasti aku akan melampiaskan kemarahanku padanya.["Haii gaes ... hari ini gue booking cewek baru lagi nih. Lihat gaes, body nya mant*p, Sem*k, boh*y, ngiler gak gaes ... Hahaha,"]Begitulah kata-kata yang Mas Kenzie ucapkan di dalam video berdurasi 2 menit 19 detik itu. Mas Kenzie terlihat seperti sedang berada di sebuah hotel bersama seorang wanita dengan keadaan setengah telanjang. Mas Kenzie sedang bersandar di di dipan ranjang dengan menggunakan selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya.Dalam video itu, Mas Kenzie menyorotkan kamera ponsel ke arah seorang wanita yang sedang berdiri dengan keadaan tel*njang bulat. Wanita dalam video itu tersenyum menggoda, seolah memamerkan keindahan lekuk tubuhnya. Wajah wanita itu tak cantik, hanya menang