Albert menatap wajah Jessica dengan penuh gairah, dirinya sudah tak tahan untuk segera memasukan miliknya kedalam tubuh Jessica. Ia mulai memasukan salah satu jemarinya di bawah sana, merangsang Jessica dengan sentuhannya.
"Aahhhh sakitt, pelan-pelan," rintih Jessica kesakitan saat jemarinya Albert mulai bergerak keluar masuk di dalam miliknya, sedangkan Albert sangat menikmati ekspresi wajah Jessica yang mulai terangsang.
"Shhhh Jessica aku tak tahan lagii.." Albert mulai mengerang, wajahnya terlihat sudah tidak sabar untuk segera menerobos milik Jessica, kini Albert mulai memasukan kejantanannya kedalam tubuh Jessica dalam sekali hentakan, dan segera menggerakkan miliknya itu secara perlahan.
"Ahhh sakit, pelan-pelan," ringis Jessica, tak tahan menahan perih dan sakit di bawah sana, Jessica meremas bahu Albert.
"Ahh Jessica kau nikmat sekali.." Albert memejamkan matanya merasakan miliknya Jessica berdenyut menyambut kedatangan Albert junior, d
Terima kasih untuk vote dan komentarnya ya ❤
Mentari pagi bersinar begitu terang dan hangat pagi ini, menggantikan malam yang gelap dan dingin. Albert terbangun dan melihat Jessica yang masih tertidur pulas di dalam pelukannya, wajahnya yang cantik terlihat begitu tenang ketika dia tertidur rupanya. Albert menarik selimut agar menutupi bahu Jessica dan memeluknya.Mendekap erat Jessica yang masih tertidur pulas, Albert mencium kening Jessica. Bibirnya tersenyum melihat gadis itu, gadis yang bersamanya semalam, yang membuat dirinya hilang kendali.Jessica perlahan membuka matanya, gadis itu terbangun dari tidurnya. Didekap erat oleh Albert, Jessica menatap wajah Albert yang tersenyum melihatnya terbangun."Good morning my girl," ucap Albert dengan lembut kepada Jessica. Menyadari tubuhnya tak berpakaian Jessica segera menaikan selimutnya."Ihhhhh kamu ngapain tidur disini! Terus, kenapa aku ga pakai baju? Kamu abis ngintip ya!"Jessica mengomel, sebenarnya dia tahu apa yang sudah terjadi. Namu
Setiba di vila Albert segera bergegas mandi, sedangkan aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk. Menatap langit-langit kamarku, hari ini rasanya cukup melelahkan tapi menyenangkan, bibirku tersenyum.Ponselku berdering, terdapat panggilan masuk dari Hansen. Aku menatap sebal dan kembali menyimpan ponselku, membiarkannya hingga berhenti berdering. Namun ponselku kembali berdering lagi."Ada apa?""Kamu dimana sekarang? Aku dari kemarin ke apartemenmu tapi kamu tidak ada disini. Dan kenapa ponselmu dari kemarin tidak aktif?" tanya Hansen kepadaku dengan nada khawatir."Sedang berlibur, ponselku habis baterai, memangnya kenapa?" aku bertanya balik."Tentu saja aku khawatir bodoh! Bagaimana jika kamu diculik. Kamu dimana? Aku jemput sekarang," ucapnya."Cih, sejak kapan kamu perduli padaku! Tidak usah, besok siang aku pulang." Aku segera mematikan telfonnya. Rasanya sedikit mual mendengar perkataan Hansen yang seolah mengkhawatirkan dirik
Setelah kepergian Albert beberapa saat yang lalu, pipi Jessica terus memerah karena menahan malu mengingat perkataan darinya beberapa saat lalu. Laki-laki itu memang selalu bisa memberikan kenyamanan pada hatinya, walaupun disusul oleh sifat menyebalkannya yang tak pernah berubah. "Apakah aku sudah benar-benar bisa menerima Albert sepenuhnya?" batin Jessica ragu-ragu, namun secepat itu pula ia segera menepisnya. "Aku harus bisa menerimanya, karena Albert sudah sangat baik kepadaku dan perlahan menyembuhkan lukaku terhadap cinta yang berhasil membuatku sempat trauma." Jessica merebahkan tubuhnya di kasur empuknya sambil tak henti-hentinya tersenyum, seharusnya hari ini menjadi hari yang buruk karena ia kembali melihat seseorang dari masa lalunya yang kehadirannya sangat tak diinginkan itu. Ia menatap ponselnya lalu mencari nama Albert disana, hatinya berkata ingin sekali lagi mendengar suara laki-laki yang kini menjadi kekasihnya, n
Aku membuka ponselku dan menemukan beberapa pesan serta panggilan tak terjawab dari Jessica yang sempat kuabaikan tadi. Tunggu sebentar, tadi kubilang apa? aku mengabaikan Jessica? Aku menepuk dahiku sambil mengumpati kebodohanku sendiri, bagaimana bisa aku lebih memikirkan wanita lain ketika posisiku sekarang merupakan kekasih seorang wanita yang nyaris sempurna seperti Jessica! Tidak. Ini tidak boleh dibiarkan, kau harus sadar Albert! Dengan cepat aku segera menghubungi ponsel Jessica, bermaksud untuk mengabarinya bahwa aku baik-baik saja. Namun sepertinya keberuntungan tak berpihak kepadaku, karena sekarang panggilanku tak dapat tersambung oleh Jessica karena ponselnya sudah tak lagi aktif. “Sepertinya aku harus menemuinya untuk menebus semua kesalahanku.” ______ Jessica menghembuskan nafasnya lega karena baru saja selesai merapihkan seluruh pakaiannya maupun kamar tidurnya itu. Ia tersenyum lebar
"Ti-tidak!" Laki-laki itu menggeleng, dan tentu saja itu sebuah kebohongan. Namun Jessica dapat melihat ada sesuatu yang berbeda dari kekasihnya kini, “Kau masih merasa bersalah kepadaku?” “Ah, itu bukanlah sebuah masalah, Albert. Kau tidak perlu memikirkan itu apalagi memperbesarnya. Aku sangat mengerti, bahwa duniamu tak hanya berputar kepadaku, jadi tak masalah jika kau sampai tidak sempat untuk menghubungiku,” ucap Jessica tulus, yang anehnya berhasil menusuk hati Albert cukup dalam. Jessica menggengam tangan Albert dan Menatap matanya. “Melihatmu berada di sini dengan kondisi yang baik-baik saja sudah cukup untukku, Albert. Jangan dipikirkan lagi, ya? kita lupakan kejadian tadi.” Mendengar ucapan tulus dari mulut Jessica berhasil membuat Albert kembali mencaci dirinya sendiri, tolong siapapun keluarkan seluruh makian kalian kepada Albert karena ia sudah berhasil menjadi manusia paling bodoh hari ini. “Albert?” Ah, Albert bar
Kedua alisku terpaut tak santai, “Ada apa?” tanya Jessica yang berhasil membuyarkan lamunanku. Aku menyadari, “Hanya ada sedikit hal, namun sepertinya itu sesuatu yang penting.” Jessica setuju alisnya tidak setuju, untuk semua hal itu selalu memiliki nilai penting. Apa sekarang sudah cukup larut malam, namun ponsel milik Albert masih terus berbunyi. “Kurasa ada sesuatu yang penting,” balas Jessica yakin. Aku cepat, tak ingi
Jessica memandangi langit malam yang terlihat gelap dan kosong, entahlah ia juga heran mengapa kondisi langit kini benar-benar serupa dengan perasaannya. Rasanya beberapa saat yang lalu ia baru saja merasakan dunia begitu terasa berwarna dan menyenangkan, namun kini semuanya kembali seperti biasa, bahkan mungkin lebih buruk. Ia mengusap kedua lengannya karena mulai terusik oleh dinginnya malam yang berhasil menembus tubuhnya, “Sialan, mengapa aku begitu percaya diri untuk memilih pakaian seperti ini?” keluhnya sambil tak henti merutuki kebodohannya. Benar, Jessica kini tengah mengenakan sebuah dress mini berwarna putih yang panjangnya lima sentimeter di atas lutut mulusnya. High heelsnya kini merangkap menjadi sebuah pelengkap bag seluruh penderitaannya, hingga mau tak mau ia terpaksa harus melepasnya. Tanpa sadar air mata Jessica mulai turun membasahi wajah cantiknya itu, bibirnya kini tertutup rapat-rapat. Perempuan itu sudah lelah de
Albert menghampiri Adisty yang kini masih terjaga menunggu kabarnya, “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir setelah melihat beberapa luka lebam pada wajah Albert. “Semuanya akan tetap baik-baik saja, Adisty.”Adisty mengela nafasnya pasrah, “Aku keberatan dengan perkataanmu, Albert.” Albert menatap Adisty dengan tatapan yang mengisyaratkan bahwa ia sama sekali tak mengerti, “Kau mengerti maksudku,” balasnya lirih. “Bagaimana kau bisa begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja?” tanya Adisty.Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya, “Karena... aku akan menjagamu?” jawab Albert sesuai dengan jalan pikirannya. “Bodoh! kau tidak bisa melakukan semua itu.” “Aku jauh lebih mengerti kemampuanku, Adisty.” “Tetapi kau tidak boleh terus seperti itu!” Albert semakin tak mengerti kemana arah pembicaraan mereka berlangsung, “Apa maksudmu?” “Jangan pernah mengatakan sesuatu yang akan kau sesali di kemudian hari, A