Share

18. Kembali Menjadi Artis

Tangannya ditarik paksa. 

Dia tidak punya waktu untuk berduka mengenai kehilangan dua pelayan setianya. Arya memaksanya untuk turun dari keretanya yang telah rusak, merangsek kedepan sambil mengayunkan pedang ke arah musuh yang mendekati mereka.

Kakinya tidak sengaja tersandung sesuatu dan saat dia melihat kebawah, dia berteriak. Dibawahnya ada kepala manusia yang terpenggal. Tubuhnya bergetar hebat. Dia sangat ketakutan sekarang.

"Tolong pejamkan matamu putri." Perintah Arya yang langsung dipatuhinya.

Arya menggendongnya. Dia bisa merasakan cengkraman kuat di lengannya. Tubuhnya berjengit ketika mendengar dentingan pedang yang terdengar keras di lakukan didekatnya

Dia berdoa. Berdoa kepada Sang Hyang Widhi untuk selamat dari kematian hari ini. Berdoa agar Arya mendapat kekuatan untuk bisa menghalau para perampok bengis itu.

Dia merasa tubuhnya ditempatkan ke sesuatu. Dia membuka matanya dan melihat bahwa dia telah berada di atas kuda milik Arya. Dia tidak pernah menaiki kuda secara langsung. Dia takut dengan hewan itu karena di waktu kecil, dia pernah hampir mati diinjak-injak kuda.

"Awas dibelakangmu!" Dia berteriak.

Sudah terlambat, keris musuh itu telah tertancap di punggung bagian kiri sang Senopati. Sebagai gantinya Arya segera menggorok leher musuh dengan pisau kecil yang terselip di pinggangnya.

Sambil meringis penuh kesakitan, dia menaiki kudanya. Dia menghiraukan rasa sakit di perutnya. Dia memiliki seorang putri yang harus dia lindungi. Dengan itu, mereka berpacu dengan cepat menembus kengerian malam.

Mereka baru sampai di ibukota ketika fajar menyingsing. Arya langsung mengarahkan tujuannya ke kediaman saudagar terkaya di kerajaan Tranggana.

Kedatangan mereka menimbulkan kegemparan dan keresahan. 

Dia dituntun turun oleh para pelayan yang telah menunggu kedatangannya. "Ndoro Ayu tidak apa-apa?" Tanya salah satu dari mereka.

Sebelum dia menjawab, Arya telah terjatuh dari atas kudanya dengan darah mengucur dari luka tusuknya.

"Arya! Arya!" Dia berteriak memanggil.

.

Rhea terbangun. Terengah-engah dengan mimpi yang baru terjadi. Dengan tangan gemetar, dia meraba-raba saklar lampu tidur di nakas dan menyalakannya. Ia masih merasakan cemas dan khawatir.

"Damn!" Umpatnya pelan. Sekarang dia bahkan tidak bisa tidur dengan tenang karena disambangi mimpi aneh.

Sejak kapan mimpi bisa disambung ke waktu tidur selanjutnya? 

"Rhea?" 

Hansa terbangun karena merasakan sentakan disampingnya. Dia menatap istrinya yang tengah terduduk kacau. Dia bisa mendengarnya bernapas tersengal-sengal.

Rhea menoleh dan merasa bersalah telah membangunkan tidur Hansa. 

"Hanya mimpi buruk." Ia berkata, nyaris berbisik. Tidak sepenuhnya bohong tentang mimpinya.

"Mau kubuatkan susu hangat?" Tanyanya. Dia telah menyibakkan selimut dan ikut terduduk menemani Rhea.

"Tidak usah." Rhea tidak enak hati. Dia mengambil gelas berisi air minum di nakasnya. "Ini sudah cukup." Dia meminumnya.

"Maaf telah membuatmu terbangun. Kita bisa kembali tidur sekarang." Lanjutnya.

Hansa membantu menenangkannya dengan mengusap-usap lembut punggung tangannya. "Jika kau takut, kau bisa memelukku." 

Bantal terlempar ke arahnya.

"Memangnya kau penangkal mimpi buruk?" Tanyanya sambil tertawa kecil.

Rhea memunggungi Hansa yang tengah tersenyum seperti orang kasmaran sambil memeluk bantal lemparan.

"Suamimu ini enak buat dipeluk loh." 

Hansa mempersempit celah diantara mereka dan memeluk Rhea. Tangannya berada diatas pinggul Rhea, yang sedetik kemudian ditepis oleh istrinya.

"Pindah atau aku tidur di kamar lain." Ancamnya.

***

"Apa kau percaya reinkarnasi?"

Kay melirik Rhea. Di kursi belakang, artisnya itu tengah duduk dan tampak serius menatap pemandangan lewat kaca mobil. Dia melihat Rhea memakai gaun hitam selutut dengan sepatu bot senada. Kay menyetujui pilihan fashionnya. Rhea memang tidak pernah salah dalam memilih pakaian. Bahkan dari sudut ini, Rhea tampak seperti seorang dewi yang keluar dari lukisan. Yah, lebih tepatnya dewi jahat. Tapi Kay menyukainya begitu juga dengan sebagian orang. Wanita berbudi luhur? Bah, di masa sekarang,  wanita-wanita seperti Rhea yang berpenampilan girl crush ini yang patut dicontoh.

Kembali ke soal, Kay membuat pertanyaan seperti itu setelah Rhea menceritakan mimpinya. Jujur saja, Kay tidak pernah mengalami mimpi berlanjut ala sinetron.

"Kepalamu pasti telah terantuk batu. Hanya itu yang bisa kamu pikirkan?" Cibir Rhea. "Aku tidak."

"Mau bagaimana lagi, mimpi berlanjut itu aneh. Kalau saja bisa berlanjut, aku ingin melanjutkan mimpiku dengan Chang Wook Oppa." Gumam Kay. Ah, memikirkan kembali mimpinya sebulan silam masih membuatnya kesal. Dia sedang bersenang-senang didunia mimpi bersama Ji Chang Wook, aktor korea kesayangannya, mereka akan berciuman  jika saja suara bedebah yang datang dari ponselnya itu tidak membangunkannya.

"Maafkan aku. Aku mana tahu kau sedang bermimpi indah" Balas Rhea geli.

Kay memayunkan bibirnya. Ya, panggilan dari Rhea lah yang membangunkannya dari mimpi indah yang sangat langka. Karena itu, Kay akhirnya memakai mode pesawat ketika dia ingin tidur tetapi akhir-akhir ini mimpinya malah bergenre petualangan horor. Andai mimpi itu bisa diulang.

"Tapi... Aku sungguh penasaran dengan mimpimu. Katamu kan bersetting di jaman kuno, siapa tahu itu dari kehidupanmu sebelumnya." 

Kay melirik ke kaca spionnya. Ada mobil berwarna hitam dibelakang mereka. Kay melihat mobil itu sengaja membuntuti mereka karena Kay telah menurunkan kecepatan agar bisa disalip tetapi tetap saja mobil dibelakangnya itu memilih mengekori mereka. Jawabannya  satu, paparazzi.

"Ada paparazzi di belakang." Ia memberi tahu Rhea.

"Here we go again." Rhea mendesah lelah. Tiga hari terakhir ini dia tampaknya bebas dari paparazzi dan itu hal yang menyenangkan. Sekarang, baru perjalanan ke agensi dia telah dibuntuti satu. Mereka sekumpulan orang yang pantang menyerah sebelum mendapat berita yang menjual.

"Biarkan saja. Aku berpenampilan bagus hari ini." Ucapnya.

Kay kesal dengan mereka. Paparazzi ini semakin menyulitkan pekerjaannya sebagai pendamping artis dan terkadang mereka tidak segan-segan bertindak anarki! Ia bergidik. Jadi selebriti terkenal itu susah. Sekali Rhea pernah menghardik mereka, mereka akan membuat puluhan berita seolah-olah mereka menjadi pihak yang tersakiti dan Rhea akan terframing sebagai sosok artis kasar dan tidak ramah. Itu berita lama.

"Sudah ada beberapa jurnalis yang menunggu didepan pintu dari kemarin. Mereka bertekad untuk mendapatkan cerita dan foto terbarumu."

"Tidak bisakah mereka meninggalkanku sendiri." Rhea mengerang frustasi.

"Mereka tidak akan berhenti. Karena itulah Pak Bertha telah membuat jadwal wawancara dengan UVA."  Kay menyebut nama salah satu majalah terkenal.

"Kenapa tidak ada yang memberitahuku mengenai hal ini?!" Rhea memprotes.

"Aku memberitahu."

Seperti perkataan Kay, sudah ada yang menunggu mereka didepan kantor agensi. Tapi ini lebih buruk dari yang mereka berdua kira. Ada puluhan kamera yang saling berebut menjadi yang terdepan untuk mendapatkan foto ketika mobil mereka berhenti. Untungnya sudah ada dua penjaga yang akan mengawal Rhea.

Rhea menghirup napas dalam-dalam sebelum menggeser pintu dan keluar.

"Rhea, tolong lihat kesini."

"Rhea, apa kamu mengenal Hansa Adiwinata sebelumnya?"

"Bagaimana tanggapanmu mengenai pacar yang menyelingkuhimu?"

"Apakah anda memutuskan pensiun menjadi artis?"

Sinar flash kamera berkilat di sana-sini. Mereka semakin merangsek dengan ganas menuju sang artis yang masih menutup mulut dan tidak menjawab pertanyaan apapun yang ditujukan. 

Rhea merasa tubuhnya ditarik-tarik dari segala sisi. Dia mempercepat jalannya tetapi ada salah satu jurnalis yang berhasil menerobos jalur dan menghadang didepannya dengan ponsel diarahkan ke arahnya. 

"Apakah semua kejadian di pernikahanmu itu nyata dan bukan rekaan?" 

Rhea tetap tidak menjawab. Sepertinya itu membuatnya kesal sehingga dia dengan sengaja menjulurkan kakinya. Rhea yang tidak melihat ke bawah saat berjalan akhirnya terjegal parah.

Dia akan jatuh ke tanah dan para jurnalis akan senang karena bisa mendapat foto memalukan darinya. Tapi dia tidak jadi tersungkur, tidak jadi mencium lantai semen dibawahnya. Ada tangan yang menahan dan menarik tubuhnya untuk kembali berdiri tegak.

Rhea mendongak dan melihat wajah yang telah dikenalnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status