Tanpa sedikitpun merasa bersalah mas Arman justru menggandeng mesra Nita dan sengaja membuatku semakin terbakar oleh api cemburu.
"Makanya jangan terlalu pede dulu, aku menikahimu karena Kayla tidak cocok dengan Nita, aku juga butuh orang untuk mengurus rumah dan menjaga Kayla,"
"Apa katamu Mas?" tanyaku masih tak percaya dengan ucapan mas Arman.
"Aku menikahimu supaya ada yang menjaga kayla,"
"Jadi kamu cuma anggap aku baby sister anakmu Mas?"
"No, no lebih tepatnya babu gratisan," balas Nita disertai tawa oleh keduanya.
"Sadar diri dong, nggak mungkin seorang mas Arman jatuh cinta sama perempuan miskin kayak kamu nggak pantes," lanjutnya.
Tanpa memperdulikan keberadaan dan kekecewaanku Mas Arman dan kekasihnya pergi sambil terus menertawakan penderitaanku.
Banjir sudah buliran air bening ini ke pipi, sakit, sedih, kecewa, marah semua menjadi satu mengapa ini harus terjadi padamu Anisa.... dosa apa yang telah kau berbuat hingga harus menanggung semua Kenyataan pahit ini.
"Mama....... Mama kenapa nangis?" suara Kayla menyandarkanku, segera ku hapus sisa-sisa air mata dengan cepat.
"Nggak kok Mama Nisa gak nangis cuma kelilipan debu aja," kilahku.
"Mama gak usah bohong deh ini pasti gara-gara Papa dan Tante Nita kan" balasnya seolah-olah memahami segalanya.
"Kamu kenal dengan Tante Nita?"
"Dia Tante jahat, dia yang sudah bikin Mama kayla meninggal dan waktu itu Papa mau nikah sama Tante Nita tapi aku gak mau," balas gadis kecil itu matanya tampak berkaca-kaca mungkin ia rindu akan ibunya.
"Mama Nisa jangan tinggalin Kayla ya, Kayla takut kalau Papa nanti jadi nikah sama Tante jahat itu," katanya lagi sambil memeluk erat tubuhku.
Tak tega rasanya bila melihat Kayla menangis, entahlah kesedihan apa saja yang sudah ditanggung oleh gadis kecil ini.
"Iya sayang Mama Nisa janji gak akan ninggalin Kayla sendirian, sudah Nak jangan nangis ya ayo kita pulang,"
Sebenarnya hati ini sudah tak kuasa menghadapi perubahan sikap mas Arman yang menurutku sudah keterlaluan walaupun baru beberapa hari menikah, rasa-rasanya ingin ku akhiri pernikahan ini dan menjalani kehidupan baru. Namun hati kecil ini merasa iba dengan Kayla, kasihan dia bila aku tinggalkan entah siapa yang akan mengurusnya dan memberikan kasih sayang.
*
"Mulai malam ini kamu tidur di kamar pembantu aku muak melihat wajahmu," kata mas Arman dengan ekspresi dingin.
"Kenapa kamu nyiksa aku dengan pernikahan ini Mas?"
Bukannya menjawab pertanyaanku mas Arman malah menatapku dengan sinis dan pergi meninggalkanku di kamar sendiri.
Sungguh sakit rasanya, seharusnya ini adalah saat-saat bahagiaku bersama mas Arman apalagi kami belum genap satu minggu menikah. Tanpa banyak berpikir ku bereskan barang-barang milikku di kamar ini dengan linangan air mata.
Di kamar ukuran 2×4 meter ini aku menghabiskan malam yang panjang seorang diri. Dadaku semakin sesak mengingat perubahan mas Arman kepadaku, mengapa ia harus menikahiku bila dirinya sudah punya kekasih, sampai kapan penderitaan ini harus ku alami.
Kuputuskan mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat malam, mengadukan segala rasa yang ku alami pada Rabb ku Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya semoga Allah melembutkan hatimu Mas.
Samar-samar kudengar suara adzan yang bersahutan ternyata aku tertidur di atas sajadah lengkap dengan mukena, mungkin karena terlalu banyak menangis membuatku lelah dan tertidur begitu saja.
Setelah menunaikan sholat subuh, aku langsung ke dapur menyiapkan sarapan untuk mas Arman dan Kayla.
"Mas sarapan yuk sarapan dulu aku udah siapin," ajakku pada mas Arman yang sudah rapi dengan jas dan tas kantornya.
"Aku sarapan di kantor saja," jawabnya dengan ekspresi yang dingin.
"Sayang, cepet habisin sarapannya Papa tunggu di mobil ya," kata mas Arman pada Kayla yang hanya dibalas anggukan.
Dingin dan cuek itulah gambaran mas Arman sekarang berbeda jauh dengan saat pertama kali kami berkenalan, saat itu mas Arman selalu bersikap manis dan lembut itulah yang membuatku cepat jatuh cinta padanya.
Mas Arman dan Kayla sudah berangkat, kini saatnya bagi diriku untuk melakukan tugas ibu rumah tangga. Semua pekerjaan menyangkut rumah tangga di rumah sebesar ini adalah tugasku mengingat tidak ada asisten rumah tangga, kata mas Arman asisten rumah tangganya resign dan pulang kampung.
"CK... pasti ini bekas lipstik wanita itu menjijikkan!" gerutuku kesal saat kudapati bekas kecupan bibir berwarna merah terang di jas suamiku.
Moodku menjadi buruk seketika sungguh tega mas Arman yang menikahiku tetapi berzina dengan wanita lain.
Setelah semua pekerjaan beres, aku merehatkan badanku di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselku kubuka aplikasi hijau dan melihat-lihat status teman-temanku. Tiba-tiba muncul status mas Arman yang sedang mencium pipi wanita itu dengan mesra, dadaku bergemuruh sungguh sepasang manusia tak tahu malu berani mengumbar zina walaupun sudah memiliki istri, dan wanita itu sungguh murahan hingga suami orang pun diembatnya.
Kumatikan ponselku sebelum setan menggoda dan membuatku melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Melihat status w* mas Arman membuat diriku semakin jijik menyandang status sebagai istrinya, sesal yang kini tengah kurasakan andai saja saat itu aku tak menerima lamarannya begitu saja dan mengenalnya lebih jauh, pantas saja saat pernikahan dilakukan secara intimate hanya keluarga saja yang mengetahui ternyata ada w*nita idaman lain dibalik semua ini.
"Andai saja saat itu aku menuruti perkataan Mama dan Papa dan gak nekat, pasti ku takkan terjebak dengan pernikahan ini." Menyesal memang terjadi di belakang, saat itu aku sudah terbutakan dengan cinta bahkan tidak mengindahkan nasehat orangtuaku yang membuatku mau menikah dengannya di rumah sederhana Pakdeku di kampung dan Pakde jugalah yang menjadi wali nikahku.
Sekarang beginilah aku masuk dalam neraka berkedok pernikahan, dinikahi untuk dijadikan babu sungguh miris nasibku berubah 180 derajat dulunya aku tak pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan ini ada bibi yang mengurus segala kebutuhanku. Untungnya mas Arman sendiri tak tahu siapa aku sebenarnya aku, jika tahu mungkin ia sudah menggerogotiku dan membuatku bertambah buta akan cintanya yang palsu.
Tak terasa buliran air bening telah lolos dari mata indahku karena menyesali hal yang sudah terjadi, kulirik jam dinding menunjukkan hampir pukul 12 siang itu artinya aku terlambat menjemput Kayla.
"Astaghfirullah.... Kayla," kataku sambil menepuk jidatku, bagaimana aku bisa seceroboh ini bagaimana kalau Kayla menangis karena aku terlambat menjemputnya.
Dengan cepat ku mengambil jilbab dan kunci mobil, kulajukan dengan cepat mobil putih ini agar cepat sampai di sekolahan anak sambungku.
"Assalamualaikum Buk, maaf Ibu lihat Kayla anak saya tidak?" tanyaku pada seorang guru yang kutemui di sekolah.
"Kayla ya, sudah pulang tadi Bu dijemput ayahnya tadi sempat menangis karena tidak ada jemput jadi saya selaku wali kelas menelpon pak Arman, baru saja dijemput ayahnya," jelas guru itu.
"Maaf sebelumnya Ibu siapa ya?" tanya guru itu lagi.
"Oh iya Bu, saya Anisa Ibu sambung Kayla," jawabku setelah selesai mengenalkan diri aku pun pamit.
drrt...drrrt....drrrtt... Getar ponselku mengagetkanku yang sedang fokus menyetir, ternyata mas Arman yang tengah menelpon. Kutepikan mobil terlebih dahulu dan mengangkat teleponku.
"Heh istri tak berguna, gara gara kamu Kayla nangis nih!" kukepalkan tanganku emosiku kembali terpancing, astaghfirullah siapa yang berani lancang berkata seperti itu?
"Heh budek ya? denger gak gara-gara kamu Nayla nangis terus nih," katanya lagi dengan nada ketus terdengar pula tangisan lirih Kayla.Rupanya wanita itu yang sedang berbicara denganku saat ini, ya memang karena kecerobohanku Kayla menangis seperti saat ini. "Iya maaf, sekarang dimana Kayla?" tanyaku."Di rumah, cepat pulang gue sama mas Arman sibuk!" jawabanya kemudian mematikan ponselnya begitu saja.Kutarik nafas panjang, ingin sekali berkata kasar padanya. Namun aku pun sadar ini juga adalah kesalahanku, saat ini aku hanya harus cepat-cepat sampai dirumah."Mama Nisa ......," ucap Kayla saat melihatku sembari berlari ke arahku dan memelukku."Iya sayang.... maafin Mama Nisa ya," kataku sambil menenangkannya."Kamu tuh dari mana saja sih? jemput Kayla saja tidak beres!" bentak mas Arman saking emosinya wajah mas Arman memerah terdengar pula gemeretakan giginya."Maaf Mas aku kecapean kerjain pekerjaan rumah, jadinya lupa jemput Kayla," jawabku dengan wajah menunduk, sadar akan kece
[Ayo sayang ceritakan pada kami, jangan pernah sembunyikan kesedihanmu dari kami Nisa]Lagi-lagi ibu mengirimkan pesan seperti ini, seolah-olah Ibu tahu apa yang sebenarnya aku alami.[Maaf Bu aku pergi dulu jemput anak sambungku takutnya nanti telat, nanti kita lanjut lagi ya] balasku lagi-lagi aku berbohong, sebenarnya masih satu jam lagi Kayla pulang aku hanya malu mengakui semua ini pada mereka, aku takut mereka akan sedih.[Baiklah Nisa] balas ibu.Mataku mulai pedih dan mengembun pesan-pesan dari ibu membuatku semakin merasa bersalah pada orangtuaku, sikapku yang tak mendengarkan nasehat mereka membawaku dalam relung derita.Apakah seharusnya aku memberi mereka tentang keadaanku sekarang ini? tapi aku tidak ingin mereka sedih nantinya, apalagi aku anak semata wayangnya mereka bisa saja murka dan membawa masalahku ke jalur hukum untuk memberi pelajaran pada mas Arman.Sebenarnya aku juga ingin mengakhiri semua ini, tapi Kayla aku tak tega meninggalkannya.Kasihan siapa yang akan
"Ma kita ke taman dulu yuk! Kayla pengen main disana," kata Kayla sambil mendekap erat boneka kesayangannya."Oke." balasku sambil fokus menyetir.Sesuai permintaan Kayla aku memberhentikan mobil di taman yang tampak sudah mulai ramai, karena di hari libur banyak orang yang mengunjungi taman sekedar menghilangkan penat setelah sepekan bekerja."Mama Nisa .... itu ada teman Kayla dan mamanya ayo kita kesana Ma!" ajaknya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah teman yang di maksudnya."Nana....." panggil Kayla pada temannya."Kayla kamu disini juga," balas temannya yang bernama Nana itu."Maaf mbak siapa nak Kayla ya? kok say baru lihat," tanya Mamanya Nana."Saya Anisa bu, ibu sambung kayla," jawabku memperkenalkan diri."Nikahnya kapan ya? kan ibu kandungnya Kayla meninggal baru sebulan lalu," tanyanya lagi."Saya dan mas Arman baru satu minggu menikah," "Owh pantesan say baru lihat,"Jadi ibu kandung Kayla meninggal baru sebulan? tapi kata mas Arman istrinya sudah tujuh bulan
Usai sudah perjalanan hari ini, badanku begitu lelah karena membawa Kayla berkeliling kota seharian. Perutku terasa mual, mungkin karena aku kurang makan nasi yang membuat asam lambungku naik. Kepalaku menjadi pusing saat melihat berbagai kekacauan di dapur jangan ditanya lagi, berantakan itulah kondisi dapur ini sekarang. Kubuka rice cooker berharap ada nasi disana yang bisa kumakan tapi nihil sebiji pun tak ada. Kuhembuskan kasar nafasku kesal, lelah, lapar, semua jadi satu ingin sekali ku berteriak memanggil bibi agar segera menyiapkan makanan untukku, tapi kusadar diri dimana aku berada. "Heh ngapain bengong buruan beresin tuh," kata mas Arman membuyarkan lamunanku. Tak ingin mendengar lebih lagi banyak kata-katanya yang menyayat hati, tangan ini spontan bergerak dan membereskan semua kekacauan di rumah ini walau perut ini tak bisa diajak kompromi. *** Ting! bunyi notifikasi dari ponselku. [Nisa Mama dan Papa sudah sampai di Jakarta, sekarang kami sudah di rumah] ah rupany
"Kamu tau waktu gak sih? sudah sore begini belum sampe dirumah , pulang sekarang atau gak usah kembali lagi!" kata mas Arman dari seberang nada bicara begitu ketus sambungan teleponnya pun langsung dimatikan, benar-benar manusia tidak punya hati. Ku tahan buliran air bening yang siap meluncur bebas kapanpun, lekas kuusap kedua mataku menggunakan punggung tangan agar Mama dan Papa tidak curiga denganku. "Ma Nisa pamit dulu ya sudah sore takut nanti mas Arman khawatir," pamitku pada Mama yang sedang mempersiapkan menu untuk makan malam nanti. "Berarti kita nggak makan malam bareng dong sayang, yasudah kamu hati-hati ya dijalan," **** Sekitar pukul 06.20 petang aku baru sampai di rumah mas Arman, wajah dinginnya menyambut kedatanganku air mukanya menggambarkan jika mas Arman sedang kesal dan menahan amarah. "Assalamualaikum Mas," salamku. "hmmm," begitu balasnya sungguh membalas salamku dengan ucapan yang benar pun berat baginya. "Masih ingat pulang rupanya ya," ucapnya dingin.
"Menjanda? apa maksudnya Mas?" tanyaku penuh rasa penasaran. "Bukan apa-apa, lupakan!" Dasar manusia aneh dia yang bertanya, dia pula yang tak ingin membahasnya. Tanpa basa-basi lagi mas Arman merapikan jas ya dan menenteng tas kerjanya dan berangkat ke kantor. Inilah rumah tanggaku yang katanya pengantin baru tapi tidak ada kemesraan di dalamnya. Dengan cekatan tangan ini membereskan dan merapikan rumah sebesar ini. Harusnya ada asisten rumah tangga yang membantuku untuk mengerjakan ini semua, tapi apalah daya aku tak bisa meminta itu dari pria yang KATANYA adalah Suamiku. Karena hari ini aku tidak perlu menjemput Kayla di sekolah, maka kuputuskan mengisi waktu yang kosong ini dengan membaca novel secara online di ponsel. Sedari dulu aku memang sekali membaca novel, apalagi novel romantis itulah mengapa aku ngebet nikah sama mas Arman ya supaya bisa romantis-romantisan sama pasangan halal. Memang ya ekspetasi akan berbeda jauh dengan realita seperti yang aku alami saat ini. Di
"Beraninya kamu ngomong begitu sama Anita?" kata mas Arman dengan suara lantang, aku yakin Nita di sana sedang senyum penuh kemenangan. "Memang kenapa Mas kan memang benar kan," balasku sesantai mungkin, aku sudah tak selemah kemarin Mas. "Kamu minta maaf sama Nita sekarang atau..." "Atau apa mas?" "Aku akan membuat hidupmu lebih menderita dari sekarang!" Mas Arman mengancam ku. "Ya sudah lakukan saja hidupku memang sudah menderita sejak menikah denganmu Mas," tantang ku. "Oke kalau itu mau mu," "Baiklah Mas tapi jangan marah kalau Bibi Kayla dan keluargamu tau jika aku ini adalah istri barumu yang sah!" kataku dengan suara lantang. Tut Tut Tut ...... Mereka memutuskan sambungan telepon secara sepihak, apakah kata kataku tadi berhasil menciutkan nyali keduanya? ah entahlah yang penting aku sudah puas karena sudah tidak terlihat lemah lagi di hadapan keduanya. **** Suara deru mesin mobil mas Arman sudah terdengar, tapi tumben hari ini dia pulang lebih awal biasanya kan dia a
"Nita sudah cukup!" kata mas Arman tiba-tiba. "Tapi sayang aku begini karena kelakuan istri kamu yang gak becus itu," "Mungkin kamu yang salah makan tadi kalau Nisa yang gak bener masaknya pasti aku juga akan sakit perut buktinya hanya kamu kan yang bermasalah," "Kamu belain dia sayang? dia udah bikin aku keracunan tau," "Lebih baik kamu sekarang ke kamar mandi tuntaskan hajatmu daripada membuat keributan disini," balas mas Arman dengan tatapan dingin pada Nita. Wah rasanya aku tak percaya melihat rencana licik ku sukses membuat mereka berselisih, ini baru awal Nita tunggu saja pembalasan selanjutnya. "Kamu tega Mas! hiks hiks hiks," ucap Nita meninggalkan meja makan sambil menangis. Padahal aku memberi obat pencahar dalam makanan Nita hanya sedikit, tapi efeknya bekerja dengan cepat. Maafkan aku Nita bukan maksudku untuk meracuni mu tapi kalau hanya dengan omongan kau tidak akan pernah mendengar ku mungkin dengan cara seperti ini kau akan mundur dan melepaskan mas Arman. Ki