Share

Aneh

  "Lin, Lin. Bangun dong, gila aja lo ambruk di sini. Di rumah kek, gue bingung bawa pulangnya."



  Sania terus saja menggoyang tubuh Berliana yang tertunduk lemas. Sepertinya wanita itu terlalu banyak minum dan mengakibatkan hilangnya kesadaran diri. Sedangkan Sania, dia tidak mau ikut-ikutan mabuk, sebab tahu jika dia kemari tidak sendiri.



  Apa jadinya jika mereka berdua sama-sama hilang kesadaran. Bisa-bisa dibungkus buaya disana.



  "Sumpah, ingetin gue buat maki-maki mertua lo nanti. Tahu gini mending gue cegah lo ke bar."



  Sania menggelengkan kepala, dia takjub melihat banyaknya botol kosong berjajar di atas meja mereka. Dari tujuh botol, tersisa setengah botol saja, lainnya Berliana yang menghabiskan sendiri. Ah tidak, Sania juga ikut minum tapi tidak sebanyak itu.



  Tapi jika harus membawa Berliana sendiri dan mengemudikan mobil, Sania rasa tidak bisa. Dia tidak sekuat itu. Apalagi dia mulai merasakan pening yang menyerang.



  "Gue pesenin taxi online ya, tapi gue takut nanti kita gak sadar di mobil. Kan gue juga takut Lin, gini-gini gue juga takut di perkosa." ucap Sania yang mulai tidak karuan.



  Saat sedang berusaha membuat Berliana sadar, dari pojok bar mereka diperhatikan oleh seorang pria tinggi tegap dengan setelan formal.



  Pria tersebut berjalan dengan langkah pasti mendekati keduanya, seolah kenal dengan salah satu atau keduanya.



  "Sania?"



  ***



  "Adrian. Lo gak mau istirahat dulu apa di sini, ada kamar kosong kok kalau lo mau nginep juga."



  "Makasih, tapi enggak usah. Gue langsung balik aja, oh iya titip salam ke Berliana ya."



  "Duh, kalau gini gue jadi ngerasa gak enak tahu. Sekarang udah jam 2 dini hari, lagian hampir sejam perjalanan kesini, terus lo mau balik lagi. Sampai jam berapa lo ke rumah."



  Saat sedang bingung bagaimana cara membawa Berliana pulang, Sania dikagetkan oleh seorang pria yang memanggil namanya.



  Awalnya sempat terkejut dan takut jika itu adalah pria buaya yang ingin macam-macam. Sania males meladeni nya. Ya gila saya, dia sudah kerepotan karena Berliana, malah ditambah pria-pria menyebalkan itu.



  Tapi untungnya itu adalah Adrian. Bak seorang pahlawan kemalaman yang datang membantu Sania.



  Mereka saling mengenal, dekat dan Berliana juga tahu siapa Adrian. Tapi mungkin lebih baik Berliana saja yang menceritakan tentang Adrian kepada kalian.



  "Gapapa. Lagian gue gak pulang ke rumah, tapi ke apartemen kok, gak ada Mami hahaha."



  "Ah dasar lo. Btw kapan lo pulang dari New York, kok ketemu-ketemu malah di bar."



  "Dua hari yang lalu." jawab Adrian.



  Sania mengangguk, sekali lagi dia berterimakasih di dalam hati karena Adrian sudah mau membantu membawa pulang Berliana. Ya, meskipun tadi Berliana sempat mengotori mobil pria itu dengan muntahan.



  "Pantesan. Ini di lanjut ngobrol kayaknya seru  Dri, gak mau nih ngobrol-ngobrol di dalem? Gak enak juga kalau di liat tetangga, masa gue malam-malam kedatangan cowo di rumah. Mending lo masuk deh."



  ***



  Sania mengangguk merespons perkataan Adrian. Jam sudah menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit. Artinya mereka mengobrol cukup lama. Tidak ada rasa kantuk diantara keduanya, malah mereka asik bertukar cerita satu sama lain. Apalagi saat Sania menceritakan sekilas tentang Berliana.



  Entah kenapa suasananya seakan berbeda dan respon yang diberikan Adrian begitu antusias di matanya.



  "Gue gak sempat datang ke pernikahannya. Ternyata langgeng juga ya mereka, gue kira ya gitulah. Tapi syukur deh, kayaknya mereka saling cinta, semoga aja adem ayem ya sampai akhir."



  "No no no! Lo enggak tahu sih. Mereka tuh adem ayem aja rumah tangganya, tapi enggak sama ibu mertuanya Berliana."



  "Maksudnya?" tanya Adrian tak mengerti.



  "Gimana ya gue jelasinnya. Ya gitulah Dri, mertuanya tuh ngeselin banget terus sering ikut campur rumah tangganya Berliana. Terus—"



  "Terus apa San?"



  "Taulah, gue gak ada hak cerita lebih ke lo. Gue gak bisa ceritain semuanya, ya gitu deh gue bingung."



  Adrian tak melanjutkan pertanyaannya. Sania juga tidak bisa menceritakan semuanya padanya, itu bukan hak Sania. Tapi anehnya kenapa Adrian merasa penasaran tentang kehidupan rumah tangga Berliana.



  "Terus dia mabuk sampai gak sadarkan diri itu, ada hubungannya sama rumah tangganya?"



  "Iya, ya gitulah Dri."



  "Gila. Dia sering mabuk gini kalau ada masalah?"



  "Enggak, kayaknya ini yang paling berat deh jadinya dia lampiaskan ke minuman alkohol."



  Adrian mengangguk paham. Dia juga sering melampiaskan masalahnya pada minuman keras dan berakhir membuatnya mabuk. Tapi, dia bisa mengontrol dirinya, tidak mabuk di bar seperti yang dilakukan Berliana.



  "Kayaknya gue harus pulang deh, nanti pagi ada urusan soalnya. Lo buruan tidur, jagain Berliana ya."



  ***


  Sinar mentari masuk melewati cela-cela gorden yang terbuka. Silaunya membuat tidur wanita cantik itu terganggu. Perlahan matanya membuka dan keningnya menyengrit.



  Merasakan pusing dan mual secara bersamaan.



  Dengan cepat menyibakkan selimut dan menapakkan kaki di lantai yang dingin.



  Huek



  Huek



  "Ah pusing." racaunya.



  "Pusing banget sih."



  Huek



  Huek



  Dengan dapat Berliana membasuh wajah, dan merapikan pakaiannya sebelum keluar dari kamar mandi. Dia baru sadar kalau ini bukan di kamarnya.



  "Sania!" teriaknya.



  "Tolong dong buatin gue minuman lemon!"


  


  Tak lama, sekitar 15 menit kemudian. Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sosok tinggi tegap masuk dengan nampan yang berada di tangannya.



  Dia menghembuskan napas panjang, sebelum berjalan mendekat dan meletakkan nampan diatas meja.



  "Kenapa mabuk-mabukan?"



  Deg



  Berliana yang saat itu duduk melamun menghadap balkon, tak dasar akan kedatangan seseorang di kamarnya. Wanita itu menoleh dan sedikit terkejut saat melihat Abiyan berada di depannya. Perasaan dia tak ada memberi kabar kalau sedang menginap di rumah Sania.



  Kenapa pria itu bisa tahu?



  "Kamu kenapa?" bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Berliana balik bertanya setelah melihat penampilan suaminya yang acak-acakan.



  Rambut tidak rapi, kemeja yang keluar dan dengan dua kancing terbuka. Agaknya suaminya semalam sama stres nya dengan dia. "Kamu kenapa? Wajah kamu kusut, penampilan kamu acak-acakan."



  Abiyan berjalan mendekat, wajahnya datar tak memperlihatkan ekspresi apapun.



  Masih menatap Berliana dengan intens, Abiyan berjalan mendekati wanitanya. Detik berikutnya terasa pelukan hangat dari tubuh Abiyan untuk Berliana.



  "Aku gak suka kamu mabuk-mabukan."



  "Maaf, aku minta maaf mewakili ibuku. Maaf karena enggak bisa buat ibu minta maaf langsung ke kamu."



  "Aku sebagai seorang anak, bingung bagaimana caranya tegas dan memperingati ibu tanpa harus membuatnya tersinggung. Mungkin aku ini pria pecundang di mata kamu, aku gak bisa kasih keadilan buat istri aku sendiri. Aku gak bisa jadi pelindung dia, dan aku gak bisa hentikan ibu yang terus-terusan menyudutkan kamu."



  Suasana terasa hening, Berliana masih mematung mendengar ucapan suaminya. Tangannya kaku tak bisa membalas pelukan Abiyan, "Mas." panggilnya.



  "Dan maaf, untuk satu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan."


***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status