"Papah! Aku datang!"
Fahri dan Pak Baskara spontan menoleh pada suara wanita yang begitu ceria sambil membuka pintu."Hei Sayang! Syukurlah kamu datang ke sini anak Papah?"Tapi beda halnya dengan Pak Baskara, Fahri dan Salsa justru saling pandang satu sama lain, mereka tak menyangka kalau akan di pertemukan kembali di perusahaan ini."Salsa? Papah? Jadi ... !" gumam Fahri dalam hati. Dia tak tau kalau Pak Baskara kini sedang mengamati tingkah lakunya sekarang."Kamu kenapa Fahri? Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?" ujar Pak Baskara yang melihat Fahri sontak termenung, dia mengira kalau Stafnya itu terpesona dengan putri kesayangannya.Secara fisik memang Salsa sangat menarik, tak salah jika siapa saja mengagumi kecantikannya seperti yang di bayangkan oleh Pak Baskara saat ini pada Fahri."Eh, nggak! Nggak apa-apa Pak. Maaf, aku ... !""Ini Salsabila, putri saya, dia baru pulang dari Amerika kemaren. Salsa, perkenalkan ini Staf terbaik Papah, Fahri."Senyum merekah dari bibir manis Salsa pada saat Papahnya mengatakan kalau Fahri adalah Staf terbaik. Tak perlu di ragukan lagi kalau Papahnya pasti sangat menyukai pria itu dari cara dia mengagumi Fahri. Dengan begitu Salsa tak perlu membuat Papahnya simpatik pada pria yang kini ada di depan matanya."Hai Fahri! Loh ternyata kamu kerja di sini! Wah kebetulan sekali." lirihnya sambil bergelayut manja di lengan Pak Baskara."Eits tunggu tunggu! Jadi kalian sudah kenal?""Em, iya Pak! Saya dan Salsa teman kuliah dulu. Kami ada di Fakultas yang sama.""Wah, kebetulan sekali ini akan semakin bagus untuk perusahaan saya. Ya sudah, Fahri kamu boleh keluar sekarang, karena sebentar lagi saya akan mengadakan meeting dengan para karyawan."Ucapan Pak Baskara semakin membuat Fahri penasaran, kira-kira apa yang mau di bahas oleh atasannya dalam meeting nya kali ini, bukan kah semua pekerjaan tidak bermasalah?.Dengan banyak pertanyaan menaungi perasaan dia, Fahri keluar sambil melamun tanpa sadar di depan pintu dia menabrak seseorang yang membuatnya sadar dari lamunannya.Guprak!"Eh maaf!""Fahri! Ya Elah kamu ini kenapa melamun?"Tumpukan kertas yang di bawa Seno hampir saja terjatuh kalau saja dia tak sigap menangkapnya."Nggak! Aku nggak melamun. Oiya Sen, sebentar lagi Pak Baskara mau ngadain meeting, lebih baik kita siap-siap sekarang."Hanya itu kata yang keluar dari mulut Fahri sebelum meninggalkan Seno tetap mematung di depan pintu ruangan Pak Baskara.Sampai jam makan siang tiba meeting itu tak juga di mulai maka Fahri menyempatkan diri untuk menelepon istrinya yang kini masih di Rumah sakit. Beberapa panggilan keluar Fahri lakukan namun tidak ada jawaban dari Nadhira, justru bunyi suara tut tut yang terdengar menandakan kalau ponsel Nadhira sedang tidak aktif."Ah, kenapa ponselmu tidak aktif Sayang! Kamu sedang apa sekarang!" gumam Fahri cemas.Sampai jam istirahat telah selesai dimana semua Staf sudah berkumpul di meja meeting, hanya tinggal menunggu atasan mereka datang dan memulai meeting itu, Namun pikiran Fahri masih terus menerawang pada istrinya yang sulit untuk di hubungi."Selamat siang semuanya!"Semua Staf spontan membenarkan duduknya saat Pak Baskara dan Salsa mulai memasuki ruang meeting. Mereka saling lirik satu sama lain sambil bertanya-tanya siapa wanita yang bersama Pak Baskara, menerka-nerka apa yang akan di lakukan oleh Direktur utamanya di perusahaan ini."Baik lah, kita mulai meeting kita kali ini, saya sengaja mengumpulkan kalian semua di sini karena ada yang mau saya sampaikan. Ini Salsabila putri saya."Semua Staf mendengarkan dengan seksama apa yang akan Pak Baskara sampaikan...*****"Anita, pasien kita tutup sekarang. Besok kita lanjut memeriksa lagi, sisa waktu kita akan gunakan untuk memeriksa pasien di kamar inap.""Baik Dok."Sebelum Dokter muda dan kedua perawatnya melakukan tugasnya kembali, Nadhira menyempatkan waktu untuk mengaktifkan ponselnya yang ternyata banyak sekali panggilan dari suaminya.Namun pada saat dia membalas kembali panggilan itu justru telepon Fahri yang non aktif, tapi Nadhira positif berfikir mungkin saja suaminya itu sedang sibuk, panggilan dia sudahi kembali dan lanjut dengan tugasnya.Berjalan bak wanita berkelas Nadhira di ikuti oleh Anita dan Siska memasuki setiap kamar pasien yang perlu untuk di perisa."Dia hamil 3 bulan Dok, tapi mempunyai penyakit kista, bagaimana sebaiknya Dok agar bayi dan ibunya terselamatkan?"Nadhira berfikir sesaat apa yang di katakan oleh Anita, banyak pertimbangan dari penyakit yang di derita oleh pasien ini, salah satunya mengangkat janin yang dia kandung tetapi rasanya itu tidak mungkin mengingat dirinya yang juga mengharapkan seorang momongan, mana mungkin Nadhira tega melakukan hal itu, lalu apa yang akan di lakukan Nadhira agar bayi itu bisa terselamatkan?...BERSAMBUNG."Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita." "Baik Dokter." "Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya. Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya. Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan. "Aduh!" Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya. "Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja." Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi t
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun
"Eh Fahri, ini aku Salsa. Maaf kalau membuatmu kaget, Fahri."Setelah tau kalau bayang hitam itu ternyata Salsa, Fahri segera menyalakan lampu. "Salsa, kamu sedang apa malam-malam seperti ini?""Maaf Fahri, tadi aku kebelet jadi aku ke sini. Ya sudah aku kembali ke kamar sekarang."Di saat Salsa melintas di depan Fahri, kakinya yang sengaja tersandung keset yang membuatnya hampir saja terjatuh.Dengan spontan Fahri menangkap pinggang ramping gadis berambut coklat itu, tanpa sadar mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik sebelum Fahri sadar kalau wanita yang dia pegang bukanlah muhrimnya."Aduh!""Eh maaf Fahri, aku tak sengaja!"Tatapan itu serasa ada yang berbeda, darah Fahri berdesir kalau menghirup aroma wangi tubuh Salsa yang dia kenal sejak dulu.Rasanya masih sama seperti saat Salsa belum pergi ke Amerika untuk kuliah di sana. "Lain kali hati-hati.""Iya Fahri, kalau aku ke sana sekarang."*****"Pagi Mas, bangun ini udah pagi. Kita Sholat subuh dulu Mas.""Hem!"
"Pagi Pak Fahri," sapa sesama Staf pada saat Fahri sampai di kantor. Suasana masih lumayan sepi, baru ada beberapa Staf yang datang. "Weh kamu udah sampai bro! Gimana apa kerjaan lo lancar?" Tiba-tiba saja Seno mengagetkan Fahri dari belakang, laki-laki itu memang sangat usil, suka ganggu temannya apa lagi teman wanita pun banyak yang dia dekati walau hanya sekedar merayu saja. "Apaan sih lo! Ya beres lah, apanya yang nggak beres!" Malas rasanya Fahri meladeni manusia seperti Seno, hanya membuang waktu saja. Lebih baik waktu dia gunakan untuk mengecek pekerjaan di maja kerjanya. "Pagi Pak Baskara." Semua Staf berdiri, termasuk Fahri dan memberi hormat pada atasan mereka saat Pak Baskara sampai di susul seorang wanita cantik di belakangnya. Dengan memakai kaca mata hitam, Salsa mulai memasuki kantor dengan gayanya yang berkelas, tanpa banyak basa-basi dia hanya melemparkan senyuman pada para Staf yang menyambutnya. "Fahri kamu datang ke ruangan saya," ujar Pak Baskara memerintah.
"Astaga Dokter Nathan. Sis jadi kita di sini dengan Dokter Nathan juga!" Begitu bersemangatnya ke dua perawat itu saat melihat Dokter Nathan sudah berada di dalam ruang operasi, mengenakan pakaian khusus serta penutup kepala khusus untuk melakukan operasi. Dokter dingin itu melirik sesaat sambil memakai sarung tangan yang terbuat dari karet melihat dua perawat yang begitu lucu terhadapnya. "Dokter Nathan, jadi kali ini Dokter lah yang menjadi partnerku Dok?" "Hem!" Jawabnya singkat. Tanpa banyak basa basi mereka mulai memeriksa pasien, Dokter Nathan menghadap ke belakang saat pasien duduk hendak di berikan suntikan pati rasa di punggungnya. Nadhira memandang sesaat pada Dokter dingin itu seraya berkata-kata kenapa Dokter Nathan tak mau melihat pasien tersebut saat di suntik?. "Kita mulai sekarang!" "Bismillahirrahmanirrahim!" Tangan mereka berlumuran darah melakukan tindakan, mengangkat seorang bayi lewat operasi sesar yang di lakukan oleh Dokter Nadhira dan Dokter Nathan. Sesek
"Mas, kamu makan kok sambil main hand pone! Memangnya ada yang penting yah?"Masih dengan nada suara lembut Nadhira berusaha bertanya pada Fahri yang membuat dia bingung untuk menjawab. Dengan gelagapan, Fahri segera meletakkan benda pipih itu tepat di samping piring dia makan. Benda itu seperti sangat di lindunginya seolah takut jika ada orang yang mengambil. Sikap anehnya semakin membuat Nadhira curiga, naluri seorang istri mengatakan kalau suaminya saat ini sedang dalam masalah."Enggak! Cuma aku lagi nunggu Pak Baskara menelepon, itu saja.""Pak Baskara?""Iya Pak Baskara! Siapa lagi! Kamu nggak percaya?"Fahri menjawab pertanyaan Nadhira sedikit keras dan itu semakin memperkuat dugaan Nadhira, seandainya memang Pak Baskara lah yang dia tunggu lalu kenapa harus menjawabnya dengan nada keras."Nggak, bukan begitu! Ya sudah kalau itu benar Pak Baskara yang kamu tunggu Mas.""Habis kamu seakan nggak percaya sama aku!""Kamu kok gitu sih Mas!"Bisingnya perdebatan suami istri itu terd
"Ya Allah kepalaku pusing sekali."Tapi Nadhira paksakan untuk tetap beranjak dan melakukan tugas hariannya, mengurus rumah, menyiapkan sarapan untuk semua masih sama seperti hari-hari biasanya."Pagi Mas, kamu udah siap ke kantor pagi ini?" sapanya saat Fahri menghampirinya di meja makan."Pagi Sayang! Oiya, malam ini aku di tugaskan untuk meeting di sebuah restoran, mungkin aku pulang agak terlambat. Kamu nggak usah menunggu aku, kalau kamu ngantuk, masuk kamar dan tidur lah."Nadhira malas untuk berdebat, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Wajahnya terlihat pucat tapi dia tetap melayani suaminya, mengambilkan nasi ke atas piring lengkap dengan lauk yang dia masak."Pagi Fahri, kamu udah rapi aja pagi ini, hem bau wangi lagi."Bu Sita melirik pada Nadhira saat menghirup wangi parfum yang Fahri pakai, walau setiap hari putranya itu selalu pakai wangi parfum yang sama, tetapi bu Sita sengaja seolah sedang mempermainkannya.Nadhira hanya tersenyum melihat tingkah mertuanya itu. Dia tau