Bab 3
Pernikahan yang aku idam idam kan, pernikahan yang aku impikan, pernikahan yang membahagiakan. Pupus sudah semua impian ku.
Dulu, aku bermimpi akan duduk di atas pelaminan bersanding dengan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bagai raja dan ratu sehari. Ah betapa muluk nya impian ku dulu.
Tidak. Itu bukanlah impian yang muluk, tetapi itu impian bagi setiap gadis di dunia ini.
Disaat seorang gadis akan dinikahi oleh seorang lelaki, pasti ia bahkan keluarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemberitahuan kepada para kerabat dan saudara bahwa anaknya kini sudah menikah.
Meskipun pesta yang digelar ala kadarnya, pasti semua gadis menginginkannya.
Namun, aku harus menguburnya dalam dalam. Aku tak pernah merasakan duduk di atas pelaminan dengan mas Farid, suamiku.
Jangan kan untuk menggelar pesta resepsi pernikahan, emas kawin ku saja dia berhutang.
Teman teman dan saudara ku semua bertanya, "mirna kapan pesta nya jangan lupa undang kita ya? "
Aku bingung harus menjawab apa kala itu. Aku hanya membalas pertanyaan mereka dengan senyuman.
"Insya Allah kalau ada rejeki" Hanya itu yang bisa ku jawab setiap kali teman tamanku bertanyan.
Aku ingin sekali bahkan sangat iri ketika melihat teman teman ku yang baru menikah, lalu menggelar pesta. Ah betapa aku ingin seperti mereka.
Kadang aku sangat sedih, si A teman ku sepermainan dulu, berasal dari keluarga kurang mampu, wajahnya juga bisa dibilang biasa biasa saja, tapi ia bisa menikah dengan laki laki mapan dan menggelar pesta pernikahan yang mewah.
Berbanding terbalik denganku, aku yang kata tetangga dan teman memiliki paras yang lumayan cantik, kulit kuning langsat, postur tubuhku yang langsing. Tapi mendapat suami yang pekerjaannya gak tetap, dan tak pernah duduk di pelaminan merasakan resepsi pernikahan.
Entah berapa kali aku harus merutuki nasib.
Entah berapa banyak air mata yang harus ku tumpahkan.pernah aku bertanya pada mas Farid
"Mas. Kapan kita pesta? Mirna pingin sekali kita di buat acara pesta pernikahan kayak teman teman mirna"Apa jawab nya " Nanti kalau ada uang kita buat pesta"
Aku terus menunggu terwujudnya kata kata mas Farid sampai ia punya uang.
Namun, hingga dua tahun pernikahan kami. Tak jua ia mewujudkan keinginan ku ini.
"Mas.. Kita kapan pesta nya, nanti kalau sudah punya anak kan gak mungkin lagi kita pesta mas? "
"Dek.. Yang penting kita sudah sah jadi suami istri. Pesta itu gak wajib"
Mendengar jawaban nya membuat hatiku kembali sedih.
"Tapi mas, mirna pingin seumur hidup sekali merasakan duduk diatas pelaminan, meskipun pesta nya kecil kecilan gak apa apa mas. Kita undang saudara dekat aja"
"Dek. Jangan kan untuk pesta, buat makan sehari hari aja kita masih susah" Ucapnya membuat impianku hancur.
"Mas... Kamu kan pernah janji sama aku, kamu akan buat acara resepsi pernikahan kita jika kamu punya uang"
"Iya, tapi buktinya mas sampai sekarang belum punya uang dek, kamu harusnya ngerti kondisi mas. Jangan terus terusan minta dibuatkan pesta resepsi. Siapa yang gak mau, mas juga kepingin merasakan duduk dipelaminan seumur hidup sekali. Tapi mas gak punya uang dek"Entah kenapa air mata ku jatuh begitu saja.
Impian dan cita cita ku kandas, tak pernah terwujud.Kini, aku sudah memiliki anak. Tak mungkin lagi pesta itu akan terwujud. Kecuali jika aku menikah dengan laki laki lain.
***
Setiap kali ada undangan pesta pernikahan dari teman atau kerabat. Aku merasa malas untuk menghadirinya.
Bukan karena aku tak punya uang, bukan karena aku tak memenuhi amanah.
Tapi, setiap kali aku melihat pasangan pengantin baru di atas pelaminan. Maka saat itu hatiku kembali sedih.Sedih mengingat nasibku tak seberuntung mereka.
Memang, pesta yang mewah tak menjanjikan langgeng nya sebuah pernikahan.
Tapi, kesannya kalau kita menikah tidak membuat pesta, tidak mengundang orang, seolah olah kita di anggap menikah secara diam diam, gak kasih kabar kalau udah menikah. Dan yang lebih parah lagi kita di anggap marriage by accident.
Aku bahkan sering di sindir oleh keluarga bahkan teman temanku, kata mereka :
" Kasian ya si mirna, gak pernah merasakan duduk di pelaminan "
"Si mirna mana tau soal beginian, dia kan gak pernah duduk di pelaminan"
"Mirna, kenapa kamu gak undang undang kalo udah nikah? "
"Mir. Kok gak bilang bilang sih udah merid? "
"Mir, kapan pesta nya. Kok gak undang aku?
" Mirna, kok kamu gak buat pesta sih? "
Hatiku sakit saat mendengar kata kata mereka. Entah jawaban apa yang pantas aku jawab.
Antara sedih, kesal, kecewa, bercampur semua dalam hatiku. Aku hanya bisa memendamnya sendiri.
Jika aku bercerita pada mas Farid, maka hanya kecewa yang akan ku dapat.
Bercerita soal pesta padanya sama saja menghancurkan impian berkali kali.
Entahlah, kini tiga tahun sudah berlalu. Keluarga, tetangga, bahkan teman teman mungkin sudah jengah bertanya tentang "pesta pernikahan ku"
Dan aku juga sudah mulai melupakan dan menguburkan impianku itu.
Mungkin sudah menjadi takdirku, aku dan pernikahan ku tak sebahagia teman temanku.
Bab 4"Mirna...? "Aku mendengar suara yang tak asing ditelingaku. Seperti suara laki laki yang sering ku dengar.Aku menoleh, dan mencari tahu siapa yang memanggilku.Dan ternyata..."Chalil? " Tanyaku tak percaya.Dia yang selama ini mati matian aku mencoba melupakan. Ternyata berdiri tepat di depan mataku."Iya mirna, ini aku Chalil. Kamu apa kabar? " Tanya laki-laki yang tak lain adalah Chalil, Cinta pertama ku."Kamu beneran chalil? Apa aku sedang bermimpi? ""Jika iya, maka jadikanlah ini mimpi yang indah untuk kita" Ucapnya dengan pokesan senyum yang selalu membuatku tergila gila padanya."Chalil, kamu kok sekarang banyak kumis sama jenggot nya, kamu gak cukuran ya? " Celetuk ku membuat chalil tertwa geli."Iya mirna, semenjak aku berpisah dengan kamu, aku jadi kehilangan semangat. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Badan pun tak terawat"
Bab 5Jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, mataku belum bisa terpejam.Dalam pikiranku masih terngiang ngiang mimpi tadi.Kenapa sampai sekarang aku masih saja bermimpi hal yang sama berulang ulang, entah berapa puluh kali aku bermimpi bertemu dengan chalil. Hingga membuatku susah melupakan nya.Aku tidak bisa terus terusan seperti ini, aku sudah bersuami. Tak boleh aku mengingat laki laki lain selain suamiku. Meskipun kehidupan rumah tangga ku tak bahagia, bukan berarti aku harus mengkhianati ikatan suci ini dengan mengingat masa lalu.Tidak, aku tidak boleh terus begini. Aku harus melupakan dia. Aku akan berdosa jika sampai terus terusan mengingatnya.Ku bangkitkan tubuh dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Segera ku hidupkan kran air dan membasuh wajah. Ku ambil wudhu dan melakukan shalat malam.Ku tunaikan shalat sunnah dua rakaat, tak lupa ku mengadu pada Rabb ku.Ku cerit
Bab 6Mentari kembali bersinar, hari baru telah dimulai.Aku kembali pada tugasku dirumah, mencuci, menyapu, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, tak ada hari libur untuk pekerjaan ini.Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi, semua pekerjaan sudah beres, si kecil pun sudah tidur. Waktu nya untukku beristirahat dan me time.Ku buka aplikasi berwarna biru, berselancar di dunia maya untuk sekedar menghilangkan penat dan mencari hiburan.Di tengah asik nya aku berselancar di aplikasi biru, tiba tiba masuk sebuah pesan atau inbox.Ting...Bunyi pesan melalui aplikasi sejuta umat itu.[Assalamu'alaikum] bunyi pesan tersebut.Aku penasaran, siapa orang yang tiba tiba mengirim pesan, kalau dari foto profilnya menandakan seorang laki laki.Akunnya bermana "Sang kelana"Penasaran, ku buka profil nya, dan mencari tahu siapakah dia?Setelah
Part 7Selepas kepergian mas Farid, aku hanya bisa terduduk diam, lemas tak betenaga.Kesalahan apa yang telah ku perbuat sehingga begitu marahnya ia padaku?Padahal, aku tak membalas pesan yang dikirim chalil padaku. Bahkan aku tak menerima permintaan pertemanannya.Mas Farid benar benar terbakar cemburu buta, cemburu yang berlebihan.Kini, benda berharga satu satunya yang kupunya telah diambil olenhya. Entah benda itu akan dijual olehnya, entah kemana uang itu akan ia pakai aku tak tahu.Yang ku tahu, sifat nya semakin lama semakin membuatku jengah.Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan dariku.Sakit sekali rasanya nya diperlakukan begini, aku seperti tak ada harga dimatanya.Percuma aku berjuang mati matian memperjuangkan dia dulu di hadapan ibuku. Ah kembali lagi aku mengingat masa itu. Kembali lagi aku teringat perkataan ibu.Betapa bodohnya aku dulu tak mend
Bab 8Aku mencoba menahan tangis sekuat tenaga, ku lihat mas Farid mulai menunjukkan amarah."Aku yakin, kau pasti telah bermain api dibelakang ku mirna" Ucapnya semakin membuat hati ini sakit."Terserah kau mau menuduh ku apa Mas, yang jelas aku sudah tak tahan lagi. Aku sudah sangat lelah menjalani rumah tangga ini""Katakan Mirna, apa laki laki yang bernama Chalil itu penyebab kau meminta pisah dari ku? ""TIDAK" Bantahku."Aku bahkan tak pernah membalas pesan dari nya, bukankah kau telah melihat dan membaca pesan darinya? Apa kau lihat aku membalas pesan nya? Tidak pernah""Lalu apa? Kenapa? Kenapa kau tiba tiba ingin pisah? Apa kau tidak memikirkan nasib anak kita? "Anak selalu menjadi senjata agar perempuan mengalah."Justru karena anak lah aku sudah bersabar selama ini, kalau bukan karena anak sudah dari dulu aku ingin bercerai dari mu""Enggak... Aku gak akan pernah menceraikan mu
"Dan kau percaya begitu saja omong kosong itu? " Tanya mas Farid menyangkal apa yang ku katakan."Percaya atau tidak, itulah kenyataan yang sebentar lagi akan kamu hadapi" Ucapku tegas."Mirna, kalau hanya gara gara mas kawin nu yang belum bisa ku ganti kau minta cerai, kau sungguh keterlaluan, kau matre, hanya karena harta kau tega ingin meninggalkanku""Apa kau bilang? Aku keterlaluan? Sudah berpuluh bahkan ratusan kali aku sudah mencoba sabar menghadapi keangkuhan dan keegoisan mu, bertahun tahun merasakan tekanan batin akibat perbuatan mu dan keluarga mu, bertahun tahun aku sabar, tapi kali ini aku sudah tak sanggup lagi"Aku berkata sambil menahan sesak yang semakin lama semakin membuncah di dadaku."Setelah mengalahkan ku, sekarang kau menyalahkan keluarga ku juga? ""Iya. Memang benar, keluargamu lah sebab aku semakin ingin cerai darimu. Apa kau tak ingat, ketika aku operasi cesar, satu pun keluargamu tak
"Jika kau tak mau menceraikanku, maka aku yang akan menggugat cerai" Entah keberanian dari mana, kata-kata itu berhasil lolos begitu saja dari mulutku."Kau keterlaluan Mirna" Bentak mas farid membuat Azka ku terbangun."Maa.... Maa.. Huaaaa.... " Tangisan Azka terdengar begitu kencang, mungkin ia terkejut mendengar bentakan suara ayahnya."Puas kamu ? Puas udah buat Azka nangis? " Tanya Mas Farid dengan tatapan penuh kebenciannya.Aku berlalu meninggalkannya, ku dekap azka kecil ku lalu ku elus punggungnya."Cup.. Cup.. Cup.. Sayang mama. Udah bangun ya? ""Ma.. Ma... Huaaa... "Aku merasa serba salah, jika aku bertahan dengan mas farid. Maka lahir batinku tersiksa, bukan hanya dari nya tapi dari ipar juga ibu nya.Namun, jika aku bercerai dari nya. Bagaimana nasib azka ku?Dia pasti kehilangan kasih sayang ayah nya, dia pasti akan jadi
Dengan sedikit malas, aku melangkah ke ruang tamu untuk menemui Mas Farid.Aku berjalan pelan, berharap waktu cepat berlalu, aku tak ingin bicara dengan mood yang tidak baik, bisa saja ucapanku akan menyakitinya.Aku semakin dekat dengan Tempat Mas Farid berada, ia menyadari kedatangan ku."Mir... Duduklah, mari kita bicara" Ucapnya sambil menarik tanganku untuk duduk disebelahnya.Sikapnya tiba tiba jadi lembut, mungkin karena ia takut aku meninggakannya? Entahlah sikapnya selalu saja berubah ubah."Mir... Katakan sama Mas, apa yang harus mas lakukan buat kamu? Kalau kamu minta emas ku kembali, mas akan usahakan Mir, tapi untuk sekarang mas belum punya buang. Kamu yang sabar dulu ya. ""Aku udah kehabisan kesabaran Mas, semakin lama aku sabar maka semakin tersiksa batinku. Lebih baik aku pulang kerumah orang tuaku saja""Jangan Mir, nanti orang tua mu kira aku usir