“Jadi kau ingin aku tinggal serumah dengan selingkuhanmu?!” Jeceline memelototi Kevin sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Hillary.
“Bukan seperti itu, Selin. Aku hanya memikirkan calon anak yang ada di dalam rahimnya.” Hati Jeceline semakin sakit mendengar pernyataan Kevin yang memberikan kepastian kalau benih dalam kandungan Hillary benar-benar adalah milik sang suami. Sekarang dia tak tahu harus turut merasa senang atau kecewa karena anak pertama Kevin bukan dilahirkan olehnya. “Baik! Kalau begitu kau tinggal memilih, aku atau calon anakmu di dalam rahim wanita ini!” Pilihan yang diberikan Jeceline jelas membuat Kevin bingung sebab kedua hal ini sangat penting dan berarti bagi kehidupannya. Ada istri yang sangat dia cintai dan ada calon bayi yang selama ini dinanti-nantikannya. “Tak perlu aku jawab, kau pasti sudah tahu pilihanku. Tapi Selin, bagaimana pun anak yang akan lahir ini bukan hanya anakku melainkan anakmu juga—” “Aku tidak akan pernah mengakui anak yang dilahirkan oleh wanita penggoda ini sebagai anakku!” sela Jeceline dengan suara lantang. Kekecewaan di dalam hati membawa kebencian begitu mendengar penjelasan Kevin tentang status anak haram itu ketika lahir nanti. Bagaimana bisa dia menerima dua kenyataan pahit ini secara tiba-tiba dengan berlapang dada. Dikhianati oleh suami yang sangat dipercayai sudah menghancurkan semua kebahagiaan, apalagi harus bertambah dengan menerima anak dari wanita lain sebagai anaknya. Penampungan kegeramannya telah penuh, tak bisa menampung lebih banyak kesabaran untuk tidak melepaskan semua rasa yang membara di dalam diri. Tak tahan lagi berargumen dengan Kevin, Jeceline mengambil vas bunga yang ada di atas meja lalu melempar kuat ke atas lantai. Bunyi pecahan dari vas bunga mendenging ke telinga, membuat semua yang ada di dalam ruangan mengernyit seketika. Sementara Kevin malah tertegun melihat emosi Jeceline bisa meledak seperti itu, ini tindakan kasar pertama kali yang dia temui selama mengenalnya. Sementara suasana menjadi hening setelah bunyi vas pecah di atas lantai, Jeceline menarik panjang napasnya, “kepercayaan yang aku berikan padamu selama ini, sama seperti vas bunga. Jika sudah pecah berkeping-keping, meski kau sudah berusaha memperbaiki kembali dan menjadikannya utuh, tetap saja tak akan menghilangkan bekas retaknya!” “Julius, bawa pergi Hillary dari sini. Sediakan tempat yang terbaik untuknya, perhatikan apa yang dia konsumsi, dan perhatikan baik-baik kandungannya,” ucap Kevin menoleh ke arah Julius. Hillary yang terkejut melihat adegan Jeceline melempar vas bunga tak berani berkata banyak lagi selain mengikuti Julius yang memberikan isyarat dengan tangannya ke arah pintu. Mereka berdua keluar dari dalam rumah dan pergi dari sana. Sementara itu di dalam ruang tamu, Jeceline dan Kevin masih terdiam dalam pandangan masing-masing. “Apa kekuranganku di matamu, Kev? Apa karena aku ini belum bisa memberimu seorang anak hingga kau mencarinya dengan wanita lain?” “Selin dengarkan aku,” balas Kevin melangkah maju ke depan sambil mengarahkan kedua tangannya untuk meraih lengan Jeceline. Namun tindakan itu malah ditepis cepat oleh Jeceline dengan melangkah mundur. “Kau sangat sempurna di mataku, Selin. Masalah ini sama sekali bukan keinginanku juga. Aku hanya khilaf sesaat ... wanita itu, maksudku Hillary, dia datang begitu saja dan membuatku tak berdaya.” “Kau menyukainya atau mencintainya?” tanya Jeceline menatap mata Kevin, berharap jawaban yang akan dia dengarkan tidak akan terlalu mengecewakan. Kevin terdiam sejenak memandang Jeceline lalu membuang wajahnya ke arah lain. Kali ini dia tak sanggup untuk menjawab dengan menatap manik sang istri. Rasa bersalah yang sangat besar membuat dia ingin menghukum diri sendiri sebagai permintaan maaf. Namun meski penjesalan dan tindakan dinyatakan, tetap saja tak akan mengembalikan lagi kepercayaan Jeceline terhadapnya. “Aku hanya sekedar menyukai semua tentangnya hingga bisa terbawa suasana,” jelas Kevin memundurkan langkah kaki untuk menggapai sofa dan duduk di sana. Awalnya semua sikap Hillary benar-benar membuatnya kagum. Selain sangat pandai dalam dunia pendidikan, Hillary juga pintar memasak dan sangat perhatian terhadapnya. Kevin sempat merasa nyaman dan meminta dia terus menerus untuk bertemu setiap kali merasa sangat lelah dengan semua pekerjaan hingga akhirnya timbul rasa suka dan sayang terhadap mahasiswi semester empat itu. Apalagi setelah mengetahui latar belakang Hillary, Kevin semakin menyayangi dan menjanjikan akan memberikan kehidupan yang bahagia untuknya. Hubungan itu terus berlanjut sampai beberapa bulan hingga Kevin memutuskan untuk mengakhiri sebab Hillary terlalu berlebihan meminta sesuatu, bahkan mengusiknya ketika sedang bekerja. Semua kontak media sosial dan nomor telepon sudah diblokir Kevin setelah memberikan sejumlah uang yang begitu besar terhadap Hillary sebagai kompensasi. Namun tak menyangka hari ini tiba, satu pesan masuk dari nomor tak dikenal mengirimkan foto rumah mereka. Di saat itu dia tahu kalau Hillary sedang mengancamnya, tapi tak menyangka kalau itu bukan ancaman melainkan kebenaran. Semua kata yang keluar dari mulut Kevin membuat hati Jeceline bagai tertusuk ribuan anak panah. Sekian banyak pertanyaan tak dapat diucapkan satu persatu, intinya kekecewaan telah mendasar dan menghancurkan segalanya. Jeceline menarik napas panjangnya, “kita cerai saja!”Keputusan Jeceline jelas ditolak oleh Kevin, sebab dia sangat mencintai sang istri. Masalah perselingkuhannya hanya kekhilafan dan sekedar rasa kekaguman akan sosok Hillary. Meski setelah mengetahui kehamilan itu ada sedikit rasa bahagia di hati Kevin, tapi dia jelas mengerti bagaimana perasaan Jeceline. “Aku tahu aku salah, Selin. Tapi jika kau meminta cerai, aku tidak akan menyetujuinya! Jadi, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku begitu saja!” “Kau egois! Sejak dulu aku selalu mematuhi dan memaklumimu, rasa cintaku padamu begitu besar, tapi apa yang kau balas?!” bentak Jeceline dengan suara lantang. Dalam pikirannya mulai timbul bayangan-bayangan tentang kedekatan dan kemesraan Kevin bersama Hillary. Terasa nyeri di pelipisnya karena menahan rasa yang bercampur aduk di dalam hati. Bahkan mata kini mulai membengkak dan terasa panas ketika memikirkan hubungan Kevin dan Hillary sehingga bisa menghasilkan buah dari perselingkuhan mereka. Jeceline terduduk k
Kevin terbungkam sejenak, begitu merasakan telapak tangan menyentuh perut Hillary yang mulai membesar. Rasa kesal di dalam hati perlahan mulai luntur begitu mengingat kalau saat ini Hillary sedang mengandung anaknya sendiri. Meski dalam hati tak terima jika anak pertama harus dilahirkan oleh kekasih gelap, tapi kerinduan yang sudah begitu lama ditunggu berhasil menyingkirkan semua pemikirannya. Sudut bibir Kevin perlahan melengkung. Bahkan telapak tangannya juga merespon cepat dengan mengelus pelan perut Hillary. Suasana saat ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Terasa berbeda dengan tawaran kebahagiaan yang telah lama dinantikan. “Kev, maaf sudah merusak hubunganmu dengan Bu Selin. Aku juga sebenarnya tidak bermaksud melakukannya, tapi karena kau kehilangan kontak dan tidak meladeniku jadi....” Hillary menghentikan perkataannya dengan memasang wajah bersalah lalu menundukkan kepala. Kevin masih terdiam, mengingat bagaimana dia berusaha menghindari Hillary bebe
Biip ... bip ... bip.... Bunyi alat elektrokardiograf mengisi keheningan ruangan kamar. Jeceline terbaring tak sadarkan diri dengan perban putih yang melingkar di dahinya. Beberapa jam lalu seorang lelaki datang membawa dia ke rumah sakit dengan kondisi kecelakaan ringan yang melukai dahi, lalu pergi setelah Jeceline mendapatkan perawatan. Di luar gedung rumah sakit Kevin berlari cepat ke tempat informasi untuk menanyakan dimana Jeceline dirawat. Pagi ini saat dia bangun, sepuluh panggilan tak terjawab terpampang di layar ponsel. Di waktu yang sama, Julius menghubunginya dan memberitahukan tentang kecelakaan Jeceline tadi malam. Tanpa menunggu lama, Kevin segera pergi dan meninggalkan Hillary yang masih tertidur. Setelah berhasil mengetahui ruang kamar rawat Jeceline dari petugas rumah sakit, Kevin segera pergi ke tempat tujuannya. Begitu membuka pintu, sorot matanya memaku pada Jeceline yang saat itu terbaring tak sadarkan diri. Langkah kaki Kevin menjadi kaku.
Sudut bibir Kevin melengkung cepat begitu melihat anggukkan kepala dari dokter di hadapannya. Kebahagiaan besar ini membuat manik Kevin sampai berkaca-kaca karena mengetahui sebentar lagi dia akan mendapatkan anak dari istri yang sangat dia cintai. Penantian mereka tidak sia-sia, dan tentu saja kabar baik ini pasti akan menghilangkan kemarahan Jeceline terhadapnya serta membuat perasaan masing-masing bahagia. “Pak Kevin, aku ingin meminta maaf. Kami para dokter spesialis sudah berusaha sebaik mungkin, bahkan melakukan segala upaya untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan Bu Selin, tapi semuanya sia-sia. Janin di dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan.” Mata Kevin terpaku memelototi sang dokter. Lengkungan di sudut bibirnya perlahan mendatar. Kebahagiaan yang baru saja didengarkan hilang dalam beberapa menit. “Dok, a-aku akan membayar berapa pun biaya yang harus dikeluarkan untuk keselamatan janin dalam kandungan istriku,” ucap Kevin dengan wajah serius dan tatapan teg
“Katakan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi pada kalian berdua? Kenapa Selin seperti membencimu?” “Ibu, tidak ada masalah apa-apa, hanya kesalahpahaman saja.” Kevin terpasa menyembunyikan masalah penyebab pertengkaran dia dan Jeceline, sebab hal ini sama sekali tidak boleh diketahui Leanora karena pasti hanya akan membuat masalah lebih besar lagi bagi Jeceline. Leanora masih menatap Kevin, mencoba mencari celah kesalahan di manik hitam anaknya. “Ini sudah tujuh tahun Kevin, kalian belum memberikan Ibu seorang Cucu.” “Ibu! Bukan hanya Ibu yang menginginkannya, kami berdua justru lebih besar keinginan untuk memiliki seorang anak. Kalau Ibu kembali hanya untuk mempermasalahkan hal ini, lebih baik Ibu kembali saja!” “Kau juga tahu alasan Ibu begitu antusias ingin menimang Cucu.” Raut wajah Leanora berubah menjadi serius bercampur pasrah, “selain karena kerinduan, ada masa depan kalian berdua yang aku pikirkan!” Kevin yang hendak membantah kembali terdiam samb
“I-ini....” Julius menjeda perkataannya dengan menatap bingung ke arah Kevin setelah melihat buket bunga yang hancur, “apa yang harus aku lakukan dengan bunga yang hancur ini?” “Selidiki siapa pengirimnya! Lakukan secara diam-diam tanpa melibatkan banyak orang.” Dari ekspresi Kevin, Julius mengangguk serius. Dia melihat kembali nama toko bunga yang terpampang di kartu ucapan lalu pergi dari sana. *** Beberapa jam kemudian Kevin telah mendapatkan kabar dari Julius tentang identitas pengirim bunga. Meskipun sudah mengetahui melalui rekaman CCTV di rumah sakit bahwa pengirim bunga itu adalah seorang lelaki yang menolong dan membawa Jeceline ke rumah sakit, tapi Kevin belum bisa tenang sebelum bertemu langsung serta menanyakan maksud dari lelaki penolong itu. Kevin pergi dari rumah sakit saat Leanora tiba. Dia meminta Leanora untuk menemani Jeceline dan menghiburnya beberapa hari ini karena ada kegiatan penting yang harus dia hadiri. Dengan begini tak ada lagi r
“Kenapa kamu kemari?” ketus Jeceline membuang pandangannya. Senyuman santai yang manis terukir di wajah sang gadis. Dia mengacuhkan pertanyaan Jeceline dengan meletakkan buket bunga serta parcel buah ke atas meja, “aku mengkhawatirkanmu, Selin. Jadi sengaja datang tanpa kabar untuk memberikan kejutan.” “Terima kasih, kejutanmu berhasil, Fenesya,” balas Jeceline menoleh kembali ke arah Fenesya. Suasana di dalam ruangan menjadi tegang saat Fenesya datang. Leanora pun menjadi serba salah melihat menantu dan orang kepercayaannya memulai pertempuran mereka dengan pandangan mata. “Fenesya, kenapa tidak memberitahuku kau akan datang? Bagaimana dengan pekerjaan di sana, kau meninggalkannya begitu saja?” sela Leanora mencairkan suasana tegang di antara kedua wanita yang ada di hadapannya. Fenesya membalas santai. Semua pekerjaannya telah diselesaikan agar bisa menghadiri acara ulang tahun Leanora. Bertepatan mendapat kabar tentang kecelakaan Jeceline dia memutuskan
Sudut bibir Fenesya terangkat samping begitu memandang layar ponsel, “sudah-sudah, kau harus cepat sembuh karena kalau tidak aku akan mendapatkan kesempatan berduaan dengan Kevin di acara ulang tahun Nyonya Leanora,” tepis Fenesya lalu membalikkan badannya dan keluar dari dalam ruangan. Baru saja Jeceline hendak berbaring, beberapa orang masuk ke dalam ruang kamar inap. Sahabat dan rekan kerja Kevin datang membesuknya. Mereka menanyakan Kevin, tapi Jeceline dengan santai menunjukkan sikap pengertiannya terhadap pekerjaan sang suami. Hal ini dilakukan untuk menutupi masalah besar dalam keluarga. Sehari penuh itu, pengunjung yang datang membesuk Jeceline saling bergantian masuk ke dalam ruangan kamarnya. Untung saja para wartawan sudah dicegat terlebih dahulu oleh Kevin melalui kerjasama dengan pihak rumah sakit. Dengan begitu, sekian banyak pertanyaan yang tak ingin dijawab tidak akan pernah mengganggu pikirannya. *** Setelah beberapa hari dirawat di rumah sak