"Mbak Mila? Ya Allah Mbak apa kabar? Kapan datang?" Ia berbasa-basi."Baik, ini baru aja datang Sar." Mereka pun cipika-cipiki seperti biasanya."Ya ampun, Mbak Mila makin putih aja, makin cantik pula, hebatlah pokoknya Mbak Mila ini," kata si Sarah terkagum-kagum seraya meneliti diri Mila."Kamu ini bisa aja, padahal lebih cantikan kamu kemana-mana," balas Mila seraya mengibaskan tangannya.Kalau soal wajah aku setuju Sarah memang jauh lebih cantik, mirip bule tapi kalau soal penampian dan kebersihannya, sekarang anakku yang menang, ya maklum sih mungkin karena si Mila itu sering perawatan di sana."Mbak yang bisa aja, mana ada gadis kampung kayak Sarah ini cantik, jauh lah Mbak."Sarah dan Mila pun lanjut mengobrol, layaknya dua orang sahabat yang saling merindukan setelah sekian lama mereka bicara heboh sekali entah membicarakan apa, tapi kemudian ada juga saat mereka terisak-isak ketika membicarakan Nila."Dulu ... Nila suka menimbrung kalau kita lagi mengobrol begini ya, Mbak."
"Enggak ada gimana maksud kamu?" tanyaku setengah menaikan oktaf."Coba Bibi dan Paman ke sini, lihat sendiri saja," balas si Parman.Aku pun segera mendekat dan melihat sendiri lubang makam itu."Astaghfirullah al'adzim." Aku kembali ambruk di dekat gundukan tanah bekas kuburan Nila yang sudah dibongkar habis itu."Apa yang terjadi sama kamu, Nak?" jeritku lagi."Parman apa kamu yakin jenazah Nila gak ada?" tanya suamiku."Lihat sendiri saja, Paman."Dengan kaki bergetar suami melangkah ke dekatku."Gustiii bagaimana bisa jenazah anakku hilang? Kemana dia sekarang?" Suami ikut ambruk di sampingku, dengan wajah frustasi dan kacau ia memegangi kepalanya."Apa mungkin jenazah Nila dibawa binatang buas?" tanya seorang warga yang ikut menggali."Gak mungkin, gak mungkin binatang buas membawanya atau kalaupun dirusak pasti ada bekasnya." Suamiku menyahut dengan terus menggelengkan kepala. Ia tampaknya terpukul sekali melihat kondisi makam Nila."Bang, Parman coba periksa sekali lagi, mungk
Aku paham maksud suamiku, mungkin dia tidak ingin merepotkan Mila soal biaya yang akan Mila keluarkan jika melaporkan kasus ini ke polisi, aku juga paham suamiku tidak ingin kabar menghilangnya jenazah anakku sampai tersebar luas dan menjadi bahan tontonan masyarakat luas.Aku paham betul suamiku adalah orang yang tertutup, dia sangat menjaga nama baik keluarga kami."Bapak tenang aja, enggak usah khawatir, berita menghilangnya jenazah anak kita Ibu pastikan gak akan sampai bocor ke media, apalagi sampai tersebar luas, Ibu juga tahu bagaimana rasanya malu, Pak, kasihan juga anak kita. Karena itu Ibu pastikan hanya orang-orang tertentu saja yang akan mengetahui hal ini," ujarku panjang lebar.Akhirnya suamiku pun mulai mereda dan kembali menimbang-nimbang ucapanku."Ya sudah kalau begitu Bapak dukung kalian, semoga jenazah anak kita cepat ditemukan," ucapnya. Aku mengangguk pelan.Saat sedang mengobrol tiba-tiba terdengar bunyi sirine mobil ambulans di pekarangan rumah.Bergegas aku
Tanpa menunggu lagi aku bergegas melangkahkan kaki menghampiri mereka. Tapi sekitar 5 langkah sebelum sampai mendadak langkahku mati saat kulihat Sarah bertelunjuk jari sambil berteriak tepat di depan wajah suamiku."Urus dulu wanita tua itu! Baru kau meminta bagianmu, aku sudah bilang bermainlah yang pintar, buatlah pikirannya terpecah belah tapi tidak dengan membahayakan namaku!" Teg. Jantungku langsung melonjak hebat sejurus dengan rasa shock yang lagi-lagi menyerang benakku.Aku benar-benar seperti diterjang badai yang tak berkesudahan.Sarah? Kenapa Sarah begitu pada suamiku? Ada apa ini? Apa yang sedang mereka permasalahkan sampai Sarah berani kurang ajar pada suamiku?Bagian? Bagian apa? Dan wanita tua itu siapa?"Tap-" Ucapan suamiku mendadak terhenti, saat bola mata Sarah berputar liar ke arahku."Tapi Paman paham perasaanmu sekarang Sar, semoga ibumu cepet sembuh," lanjut suami.Karena Sarah tampak sudah menyadari keberadaanku akhirnya kulanjutkan langkah menghampiri merek
Aku menoleh, seorang pria berkemeja rapi ada di sana, tampaknya dia seorang dokter karena dilihat dari penampialnnya, ia sungguh berbeda dan terlihat bersih sekali."Ah saya ... emm ... tadi habis menengok pasien yang ada di dalam, saya permisi, Dok." Aku buru-buru pergi sebelum dokter itu mengira aku sedang merencanakan sebuah kejahatan.Meski sejujurnya aku masih penasaran, ada apa antara suamiku dan Sarah? Kenapa mereka seperti sedang terlibat pertengkaran hebat hari ini? Dan apa tadi katanya? Suamiku ceroboh? Mereka juga membicarakan masalah kepulangan Mila, ada apa ini? Apa mungkin mereka menyembunyikan sesuatu dariku?"Ah sudahlah." Aku mengibaskan tangan.Ada urusan yang jauh lebih penting sekarang, aku harus buru-buru pergi ke kantor bale desa, sudah tak sabar rasanya aku ingin mengumumkan soal rencana sayembara pencarian jenazah Nila.Aku berharap dengan cara ini Nila akan segera ditemukan, karena entah kenapa polisi sulit sekali menanggapi laporan orang-orang desa seperti
"Heii."Dua orang petugas ikut berlari. Anjing pun berhenti dan terus menggonggong di sekitar pintu dapur rumah Sarah. Dengan perasaan yang sudah berubah tak karuan akhirnya aku juga mengekor mereka.Tetangga juga mulai berdatangan, mereka tampak penasaran ingin melihat apa yang sedang terjadi di sini."Ada apa, Pak?" tanyaku cepat."Maaf yang ini rumah siapa? Bisa kami periksa ke dalam?""Ini? Rumah tetangga saya, tapi mereka sedang tidak ada di rumah, mereka di rumah sakit." Aku menjawab apa adanya.Petugas itu diam, sementara anjing terus saja menggonggong tak mau berhenti."Bagaimana, Komandan?" tanya seorang polisi pada polisi yang satunya."Bu, ada sesuatu yang mencurigakan di rumah ini, kami harus periksa," ucap Komandan polisi padaku.Aku bergeming, sementara tubuhku mulai meremang.Sesuatu yang mencurigakan? Di rumah Sarah? Apa maksudnya?"Bu!" Aku mengerjap."Eh iya, Pak, tapi anu itu loh, orangnya gak ada, lagipula ... apa hubungannya kasus ini dengan tetangga saya?""Kam
"Astagfirullah ya Allah ya gustiii, itu apa yang dikubur di sana?."Mae-tetangga sebelah rumah Sarah histeris."Iya apa jangan-jangan itu bener jenazah si Nila," balas orang di sebelahnya seraya bergidig.Dadaku langsung berdebar, tubuhku mendadak meremang. Kulihat tiga orang petugas itu masih dengan susah payah mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam gundukan tanah itu."Apa itu, Bu?" tanya suami, aku tak menjawab, perasaanku sedang tak karuan sekarang. Rasanya aku tak berselera walau hanya untuk menjawab pertanyaan seseorang."Bi, kalau benar itu jenazah Nila gimana?" Parman berbisik di telingaku.Aku tetap bergeming. Bayangan wajah anakku tiba-tiba muncul dan membuat mili ku kembali merembes."Kalau itu bener jenazah si Nila, apa motifnya si Sarah melakukan ini.""Heh belum tentu pelakunya Sarah, bisa aja orang lain."Lagi, kudengar mereka saling bersahutan di belakangku."Bu, Masitah, kemari." Aku mengerjap saat seorang petugas polisi memanggil namaku.Bergegas aku dan suami masuk
Ya benar, Nila selalu datang sebelumnya jika akan terjadi apa-apa.Aku harus pastikan jenazah Nila sampai ke rumah sakit dan segera diautopsi.Pukul setengah 11 malam kami sampai di rumah sakit. Jasad Nila langsung dibawa ke ruang jenazah.Sementara aku segera dimintai keterangan dan mengurus surat persetujuan tindakan autopsi.Dengan tubuh gemetar aku berusaha untuk terus kuat. Aku harus memastikan kasus Nila ini selesai sampai akhir, agar anakku tenang di alam sana.Setelah penyebab kematian anakku sudah diketahui, tim kepolisian tinggal membantuku menyeret para pelaku yang sudah membuat anakku meninggal hingga jasadnya dicuri dari dalam kubur.Aku yakin, aku yakin sekali mereka adalah orang yang sama. Tapi ... aku masih belum paham, kenapa mereka harus menguburkannya di belakang rumah Sarah? Apa alasannya? Dan kapan mereka melakukan itu? "Baik, sudah selesai, Bu," ucap seorang perawat.Aku mengerjap dan mengumpulkan kembali kesadaranku.Dari sana aku langsung kembali ke depan rua