Karina tercekat mendengar kalimat itu. Dikecewakan? Ditinggalkan? Ia melirik Yudha yang wajahnya kini berubah sedu. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal yang membuat lelaki itu begitu menyebalkan macam ini?
Karina menghirup udara sebanyak-banyaknya, menoleh dan mulai memberanikan diri kembali bersuara.
"Tapikan nggak semua perempuan kayak begitu, Dok." tentu! Karina tidak mau kena imbas dari orang masa lalu Yudha dan berujung dia diawasi secara ketat macam tadi. Dia bukan tahanan kota!
"Nggak semua, tapi kebanyakan iya, Rin!" tukas Yudha datar. Matanya masih tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya.
"Tapi saya nggak kayak gitu, Dok! Saya bukan perempuan macam itu!" Karina kembali terpancing, Dia tipe orang yang bisa dipercaya dan dia tidak pernah mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan!
"Bisa saya pegang omongan kamu?" kini Yudha menoleh, hanya sebentar karena ia kemudian kembali fokus pada setirnya.
Heni tengah menjemur keset di gerbang kost ketika melihat mobil putih itu berhenti di depan gerbang kost-nya. Alis Heni berkerut, bukankah itu ..."Loh, mobil dokter Yudha, kan? Kok sampai sini?" Heni mendadak pucat, jangan bilang kalau dosennya itu kemari hendak mencari Karina. Karina tidak membuat ulah, kan? Kabur misalnya?Heni hendak lari ke dalam kamar kost ketika mendapati yang turun dari mobil itu bukanlah sosok yang dia takuti datang kemari, melainkan Karina yang nampak cemberut melangkah mendekatinya."Loh, Rin? Itu, kan ...."Karina hanya menghela napas panjang, masuk ke dalam gerbang dan duduk di kursi teras. Heni melangkah mendekati Karina yang menopang dagu sambil cemberut."Dokter Yudha-nya mana?" tanya Heni yang masih heran kenapa mobil dosen kece itu bisa Karina bawa? Ah ... agaknya Heni lupa, Karina kan calon istrinya!"Di rumah sakit, lagi praktik. Kenapa?" tanya Karina yang masih cemberu
Yudha menyeka keringat yang mengucur, melepas gown dan bersiap membersihkan diri setelah berperang melawan malaikat maut di dalam kamar operasi.Dia melirik jam dinding, sudah sore ternyata. Mendadak bayangan cantik menggemaskan itu muncul di kepalanya. Di mana calon istrinya itu berada sekarang?Yudha tersenyum, segera mencuci bersih-bersih tangannya dan hendak berganti pakaian, ketika tepukan itu mendarat di bahunya."Yud, sudah selesai?"Yudha menoleh, langsung menundukkan kepala sebagai wujud hormat kepada sosok itu. Siapa lagi kalau bukan Profesor Hasyim, direktur rumah sakit yang juga seorang guru besar di kampus tempat Yudha mengajar."Sudah, Prof. Alhamdulillah semua lancar." Jawab Yudha sambil tersenyum."Dengar-dengar gosip di kampus, kamu mau nikah, Yud?"Yudha membelalakkan mata, ah ... Agaknya memang satu universitas sudah dengar semua kabar itu. Maka tidak heran sekelas Profesor Hasyim pun t
Karina tercekat, wajah itu begitu dekat dengan wajahnya. Menampilkan sebentuk wajah dengan rahang kokoh, hidung mancung yang sialnya begitu indah dan mempesona di mata Karina. Sorot mata tajam itu berubah begitu lembut, membuat sesuatu dalam hati Karina bergejolak luar biasa. "Aduh!" Karina memekik ketika Yudha tiba-tiba menarik dan memaksanya berdiri, tangan yang tadi dia gunakan untuk menangkap tubuhnya, kini berkacak pinggang dan sorot mata itu kembali begitu tajam. "Kamu itu sembrono sekali sih? Bisa hati-hati nggak?" Omelnya yang seketika membuat rasa kagum yang sempat muncul, hancur berkeping-keping hingga tidak bersisa. "Namanya juga nggak sengaja, Dok! Galak amat sih!" Karina mencebik, segera pergi dari depan lelaki itu sambil bersungut-sungut. Ia membuka pintu mobil, naik ke dalam mobil dan segera duduk di jok samping supir. Kenapa lelaki itu sangat menyebalkan sih? Dulu ibunya ngidam apa sampai-sampai punya anak macam zombie seperti
Yudha segera menangkap tubuh itu, mendekapnya ke dalam pelukan sebelum tubuh itu jatuh tersungkur mencium tanah. Kini tubuh mereka menempel satu sama lain, kepala Karina sukses mendarat di dadanya, membuat Yudha yakin seyakin-yakinnya gadis itu tidak memerlukan stetoskop lagi untuk mendengar degup kencang di rongga dada Yudha. Karina segera melepaskan diri, membuat Yudha tersentak dan mempertahankan tangan Karina dalam genggamannya. Mata mereka beradu, dapat Yudha lihat mata yang biasanya bersorot tajam menatapnya itu kini memerah berurai air mata. "Rin ... Saya minta maaf."Mata Karina terbelalak, mulutnya setengah terbuka. Yudha lihat betul ekspresi terkejut itu. Tangan Yudha meraih satu tangan Karina, menggenggamnya dan meremas tangan itu dengan lembut. "Saya minta maaf kalau sudah bikin kamu kesel. Kita jadi nikah, kan, Rin? Please ... Cuma kamu yang bisa nolongin saya, Rin." Mohon Yudha dengan begitu tulus. Sebodoh amat dia terkesan mengej
"Karena saya nggak cinta sama Dokter!"Yudha tertegun. Dari sorot mata yang Karina tampilkan, dia tahu kalau Karina serius dengan apa yang dia ucapkan. Karina tidak mencintainya? Bukankah itu sudah terlihat dari bagaimana hubungan mereka selama ini? Tetapi meskipun begitu, kenapa rasanya hati Yudha begitu sakit mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Karina? Yudha menghela napas panjang. Otaknya mendadak blank. Dia sampai tidak tahu harus bicara apa. Harus ngomong apa. Semua kemampuan berpikir otaknya mendadak lenyap! Yang Yudha tahu hanya satu, hatinya bisa begitu sakit dengan apa yang dia dengar dari mulut Karina."Bagaimana kita bisa menikah kalau saya sendiri tidak mencintai Dokter? Ah bukan hanya saya, Dokter pun saya rasa nggak ada perasaan cinta pada saya, bukan?"Tidak ada perasaan cinta? Apakah benar? Yudha sendiri tidak yakin. Hanya saya tiap dia tengah bersama dengan gadis ini, Yudha merasa kesal sete
Yudha membelokkan mobilnya ke minimarket, bersandar lemas di mobil setelah mematikan mesin. Matanya terpejam, dipijatnya pelipis dengan perlahan-lahan. Kepalanya pusing! Selalu pusing tiap berhadapan dengan Karina. Entah Yudha juga tidak tahu, apakah dia diciptakan Tuhan hanya untuk membuatnya sakit kepala seperti ini? Apakah dia salah satu makhluk yang Tuhan ciptakan hanya untuk menguji kesabaran Yudha? Tapi bukankah menggoda dan menguji kesabaran manusia itu adalah jobdesk para setan?“Ya ampun, Yud! Begini amat sih, Yud!” Yudha frustasi.Kenapa sih orang belum menikah selalu dipermasalahkan? Memang kenapa kalau diumur yang sekarang ini Yudha belum menikah? Belum ingin menikah? Kenapa lingkungan dan stigma masyarakat terlalu mengurusi hal macam ini? Apakah lebih baik menikah lalu bercerai daripada memutuskan untuk sendiri sampai kemudian dia benar-benar siap dan mantab untuk menikah?Cerai?Yudha mendengus perlahan. Mendengar kata cerai, hat
Yudha tertegun di tempatnya duduk. Karina bahkan sudah siap berdiri di depan gerbang kostnya. Gadis itu tampak begitu manis dan cantik dengan dress tartan warna hitam. Rambutnya dia curly bagian bawah. Membuat fokus Yudha hilang dan pasangannya hanya tertuju pada sosok itu. Mata Yudha mengikuti pergerakan Karina hingga Karina masuk dan duduk di sebelahnya. Gadis itu langsung sibuk mengenakan sabuk pengaman dan Yudha masih terpesona dengan penampilannya malam ini. "Dok? Halo?" Karina mengibaskan tangan tepat di wajah Yudha, membuat Yudha tersentak dari lamunan dan tergagap karena terkejut. "Eh ... I-iya?" Sudah Yudha pastikan, bahwa wajahnya sekarang ini pasti memerah. Yudha memalingkan wajah, kembali fokus ke depan sambil mencuri pandang sebentar pada kaca mobil dan benar saja! Wajahnya memerah, malu karena ketahuan gadis rese itu tengah menatapnya tanpa kedip. "Dokter baik-baik saja?"Mobil sudah melaju dengan Yudha yang mati-matian berusaha tenang dan cool s
"Ini enak banget, Bu!" Suara riang itu meluncur begitu saja dari mulut Karina, membuat Yudha menoleh dan menatap gadis yang duduk di sisinya. Sedetik kemudian Yudha melirik sang ibu, terlihat sangat wajah itu berseri-seri dengan senyum merekah yang sejak Karina datang tadi tidak lenyap dari wajahnya. "Ini kesukaan Yudha, Rin. Mau Ibu ajarin masaknya?"Hampir saja Yudha tersedak, untungnya dia masih bisa menahan diri. Masih membisu mengamati dua wanita yang asyik ngobrol sambil menyantap makan malam mereka. Bisa Yudha lihat Karina nyengir lebar, wajahnya begitu cantik menggemaskan kalau seperti ini. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, begitu menyebalkan. Yudha penasaran, apa reaksi Karina dengan penawaran yang diberikan sang ibu yang hendak mengajarinya memasak. "Tapi Karin sama sekali nggak bisa masak, Bu." Desisnya dengan wajah memerah. Mampus! Bisa habis Yudha setelah ini! Tahu sendiri ibunya itu begitu cerewe