“Kenapa percaya diri banget? Emang ini anak kamu?” tanya Rachel ketus. “Terus anak siapa lagi kalau bukan anakku?” “Emang kamu tau, kehidupan aku selama enam tahun ini? Bisa jadi aku udah nikah kan, terus punya anak sama orang lain.” “Nggak mungkin. Kalau udah nikah, mana suaminya?” “Bisa jadi udah cerai, kan?” “Tetap nggak masuk akal. Kecuali kalau Noah sekarang baru umur tiga atau empat tahun.” “Emang kamu tau, umur Noah sekarang berapa?” tanya Rachel sedikit sewot. “Tau, lah! Lima jalan enam kan?” balas Juna dengan wajah yang begitu tengil. Membuat Rachel langsung mencebikkan bibirnya kesal. “Nggak bisa jawab lagi, kan? Karena dia emang anakku. Mau bohong sampai mulut kamu berbusa juga bakal ketahuan, karena DNA udah menjawab semuanya. Nih lihat, mukanya persis sama aku waktu masih kecil,” cerocos Juna, seraya menunjukkan kertas foto berukuran kecil. Rachel berdecih. Tau gitu, ia mending minta bantuan pada Bapak- bapak yang menolongnya tadi. Ditolong Juna ternyata malah ber
Hampir selama lima menit, Rachel bediri di depan Alan yang sedang duduk di sofa sambil terus menatap pria itu dengan tangan yang terlipat di depan dada. Sedangkan Alan memilih untuk pura- pura sibuk membaca majalah. “Pak Alan... sebagai rekan kerja, kita berdua harus sama- sama profesional. Jangan membuat saya merasa canggung dengan situasi seperti ini,” ucap Rachel dengan tegas. Alan mengangkat kepalanya, menatap Rachel dengan tatapan dingin seperti biasanya. “Maksud kamu?” tanya Alan. “Berhenti mengirim pesan- pesan romantis ke saya. Saat ini, hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Mengerti?” “Emang kamu nggak tau? Hp saya hilang. Kalau ada pesan yang aneh- aneh, berarti itu ulah hacker,” balas Alan dengan begitu santai. Rachel memicingkan matanya seraya tersenyum tipis. Kemudian ia lantas mendudukkan dirinya di samping Alan, sambil menatap pria itu dengan intens. “Oh... hilang ya?” tanya Rachel dengan nada menggoda. “I-iya,” balas Alan gugup. Seraya berusaha menghin
Hari ini adalah hari pertama Rachel bekerja setelah libur selama beberapa hari. Suasana terasa lebih canggung dari sebelumnya. Baik Alan maupun Rachel, tidak ada yang membuka suara sedari tadi. Hal ini dikarenakan Rachel yang tiba- tiba berubah pikiran terkait hubungannya dengan Alan. Sebagai wanita yang pernah memiliki kenangan buruk dalam berhubungan, tentu saja Rachel tidak mau menjadi bayang- bayang Sania dalam hidup Alan. Ia tahu persis, bagaimana perasaan Alan kepada Sania selama ini. Lelaki itu bahkan masih menyimpan rasa, meskipun Sania sudah tidak ada di dunia lagi. Jadi menurutnya, tidak mungkin Alan secepat itu menyukainya. Pasti hanya mencari pelampiasan saja. Semalaman ia memikirkan hal ini. Hingga pada akhirnya, tadi pagi ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Alan seperti ini, To: Pak Alan Mahardika Pak Alan, jangan salah paham sama hubungan kita berdua ya. Meskipun saya bilang mau belajar membuka hati, tapi bukan berarti status kita berubah jadi pacar. Kita teta
Setelah puas berkeliling Jakarta dengan menggunakan helikopter pribadi milik saudara Juna, kedua orang tua dan sang anak itu pun mencari tempat duduk kosong di taman yang tak jauh dari tempat parkir helikopter. “Duduk di sana dulu. Bunda mau beli minum,” ujar Rachel. Menyuruh Noah dan ayahnya untuk duduk di kursi panjang yang sedang kosong. Selesai membeli minuman dan membeli gulali kapas untuk Noah, Rachel lantas menyusul kedua manusia kembar yang sedang asik berbincang- bincang di atas kursi tersebut. Benar kata Juna, Noah adalah Juna versi share in jar. Mereka memiliki kemiripan dengan tingkat 99%. Matanya, hidungnya, bibirnya, benar- benar jiplakan dari wajah Juna. Entahlah, Rachel hanya kebagian hikmahnya saja. “Nih.” Rachel memberikan satu minumannya pada Juna, dan memberikan gulali kapasnya pada Noah. “Makasih, Bunda,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung menatapnya jijik. Setelah itu, ia lantas membuka botol minumannya sendiri, lalu ia berikan pada sang anak yang sedang asi
“Aku mau ngenalin Noah ke orang tuaku, boleh?” tanya Juna pada Rachel. Saat ini mereka bertiga sedang makan malam bersama. Tadi Rachel sempat ingin memasak saja. Namun karena di kulkas Juna tidak ada bahan- bahan masakan, jadinya mereka memutuskan untuk membeli lewat online saja. “Kalau cuma buat direndahin aja, mending jangan. Keluarga kamu mana mau, nerima anak dari perempuan kotor,” balas Rachel ketus. Membuat Juna langsung menghembuskan napasnya kasar. Pria itu meletakkan sendoknya di atas piring, kemudian menatap Rachel yang sedang fokus menonon tayangan video di ponselnya sambil memakan makanannya dengan lambat, seperti orang yang tidak napsu makan. “Chel, jangan gitu dong. Bisa kan, kita nggak usah bahas masa lalu lagi? Lagian aku juga udah minta maaf, dan aku juga lagi berusaha biar bisa jadi Ayah yang baik.” “Oh, jelas nggak bisa! Semua omongan jahat kamu di masa lalu masih tersimpan rapi di otakku.” Lagi- lagi Juna hanya bisa menghela napas. Dari pada semakin ribut, i
Alan berjalan menghampiri Rachel dan teman- temannya dengan Noah yang berada digendongannya. Ia tersenyum tipis pada Rachel yang masih terperangah kaget. “Kamu kok masih di sini? Dari tadi aku nungguin kamu loh,” ujar Alan seraya menarik pinggang Rachel agar mendekat ke tubuhnya. Sedangkan Rachel yang masih kebingungan hanya bisa terdiam dan menurut saja. “Suaminya Rachel ya?” tanya wanita berkaca mata. Alan hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Kemudian wanita berkaca mata tersebut mengulurkan tangannya, mengajak Alan untuk berjabat tangan. “Aku Alsha, teman SMA Rachel,” ucapnya, setelah Alan menerima jabatan tangannya. “Alan,” balas Alan singkat. Kini giliran wanita yang berdiri di samping Alsha yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Alan. “Aku Tiffany. Teman Rachel juga,” ucapnya. Sedangkan Alan hanya mengangguk- anggukkan kepalanya saja. Setelah itu, giliran wanita berambut pirang yang mengulurkan tangannya. Namun kali ini, Alan tidak menerimanya. “A
Pagi yang sangat menyebalkan bagi Rachel. Di saat sedang enak- enaknya tidur, tiba- tiba ia dibangunkan oleh Ida karena air banjir sudah mulai memasuki rumahnya. Ya, dari semalam memang hujan turun tiada henti sampai pagi ini. Akibatnya, selokan menjadi penuh dan air mulai memasuki rumah warga. Dari dulu, perumahan di gang ini memang selalu rawan banjir. Makanya Rachel tidak heran, karena ini bukan yang pertama kalinya. Dan saat ini, ia dan Noah sedang menunggu jemputan dari Alan di pinggir jalan raya. Setelah mengamankan semua barang- barang di rumahnya tadi, ia langsung mengajak anaknya untuk menjauh dari area banjir, karena takut terjadi hal- hal yang tidak diinginkan. Beruntungnya ia memiliki Alan yang selalu ada dan siap sedia membantunya sepanjang waktu. Tidak perlu repot- repot mencari tempat untuk mengungsi, karena rumah besar Alan siap menampungnya setiap saat. “Kok lama banget, Bun?” tanya Noah. Rachel melirik jam tangannya. Mereka berdiri di sini sudah hampir dua puluh
“Makasih banyak, Tuan William,” ujar Rachel seraya memberikan kunci mobilnya pada Juna. Juna terkekeh. Kemudian ia lantas melajukan mobilnya, meninggalkan area Supermarket tersebut. “Keren kan, aku? Udah kayak Superhero yang tiba- tiba datang buat nolongin kamu,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung memutarkan bola matanya malas. “Iya, deh. Si paling Superhero,” balas Rachel. Membuat Juna kembali tertawa kecil. “Kenapa nyusul ke sini?” tanya Rachel. “Pengen belanja juga, tapi nggak jadi,” jawabnya. “Kenapa nggak jadi?” “Tadi aku baru sampai. Belum sempat ambil belanjaan, tapi udah lihat kamu ketemu sama Airin. Yaudah, aku ikutin aja drama kamu.” Rachel terkekeh sambil mengeluarkan air mata. Kemudian ketika Juna menatapnya, ia langsung buru- buru menghapus air matanya. “Aku nggak tau, rencana apa yang udah dibuat sama Tuhan. Padahal lima tahun belakangan ini, aku sama Noah udah hidup tenang dan bahagia. Tapi akhir- akhir ini, banyak banget pengganggu dari masa lalu yang tiba-