Malam hari, Saga baru saja selesai mandi dan rebah dengan menggunakan handuk kimono. Keduanya baru saja selesai makan malam dan Saga meminta Reres mandi sebelum mereka memulai inti keberangkatan mereka ke Bali. Reres telah selesai mandi, ia juga hanya mengenakan handuk kimono. Gadis itu berjalan perlahan mendekati Saga, langkahnya terhenti saat Saga menunjuknya.
"Lo enggak pakai baju 'kan?"Reres mengangguk. "Kata lo jangan pakai baju.""Hehehe, good. Sini, sini, polos banget sih lo." Saga meminta Reres mendekat sambil menepuk-nepuk tempat tidur di sampingnya.Reres mendekat, lalu duduk di samping Saga. Saga segera mengambil tangan Reres dan menggenggamnya. Saga memang selama ini tak merasa menyukai Reres, baginya gadis itu hanya sahabat terbaik dan juga penolong untuknya. Dan kali ini anggap saja sebagai sebuah ungkapan terima kasih karena Reres telah banyak membantu meski ia juga menikmati hal ini.Saga duduk mendekat menyebabkan kedua kaki mereka saling menggesek. Kemudian pria itu dekati dan kecupi telinga Reres, membuat gadis itu sedikit menggelinjang. Tak pernah disentuh rasanya membuat Reres cepat larut dalam birahi yang selama ini sering kali muncul dan ia tahan. Sentuhan tangan Saga perlahan menjalar. Pria itu jelas bukan pemula dalam hal ini. Apa yang dilakukan membuat tangan lawannya keras mencengkram selimut.Reres buka mata, napasnya berat. "Ga.""Hm?" sahut pria itu lembut, tak ingin Reres menghentikan kegiatan, lalu menghapus napsunya yang mulai naik. Saga dengan cepat cium, kecup hingga gigit lembut bibir wanitanya. Perlahan tangan pria itu coba buka kimono yang dikenakan Reres. Namun, Reres menahan, ia masih takut."Sakit, kan, Ga?""Tapi enak," jawab Saga cepat."Aish, serius.""Serius gue. Tanya aja Vinny sama Lauren kenapa mereka jerit-jerit kalau main sama gue. Lo mau punya baby enggak?"Reres mengangguk."Kalau gitu diem, ikutin aja."Perintah Saga lagi-lagi Reres hanya mengangguk. Saga mulai membuka penutup tubuh gadis itu, Reres coba tak menahan apa yang akan dilakukan Saga meski rasa malu merambat cepat membuat wajahnya memerah. Lamat-lamat Saga jalari, ciumi, kecup dan gigit penuh goda pada sisi-sisi tubuh Reres yang mulai menuntut lebih. Saga mengerti, yang terpenting adalah segalanya harus siap sebelum ia mulai permainan keduanya.Detik jam bahkan kini tak terdengar karena keduanya sama-sama meracau, larut dalam telaga nikmat yang mereka buat. Bunga mawar telah merekah dan dipetik oleh pemilik taman. Setelah puas dan tamat, keduanya rebah lalu lelap.Malam dingin saat hujan datang seolah kembali meriuhkan suasana yang hening. Reres rebah dengan mata terpejam, rasanya ia sudah terlelap. Sementara Saga masih lelah, dadanya naik turun saat ia atur napas lalu melirik sahabatnya yang tertidur. Pria itu merapikan selimut yang berantakan, juga rambut Reres yang tutupi bulu mata lentiknya.Saga sentuh dadanya yang berdebar. "Cuma temen," ucapnya, yakinkan diri sendiri bahwa tak ada rasa selain persahabatan meski pergumulan barusan.Saga terlalu fokus dengan bagaimana dirinya menatap tipe ideal. Hingga ia begitu yakin kalau tak akan ada debaran rasa diantara dirinya dan Reres setelah malam yang terjadi diantara mereka berdua.***Reres duduk di toilet, merasakan perih di bagian intimnya. "Saga sialan," umpatnya kesal.Pasalnya, subuh tadi pria itu gagahi lagi Reres dengan alasan jika ingin cepat punya anak, mereka harus melakukan berkali-kali."Buruan keluar! Ini makanannya gue bawa ke kamar!" Saga berteriak dari luar, pagi ini. Ia tahu Reres tak bisa ke luar kamar. Waktu bangun tidur, gadis itu sudah mengeluh, merasa sakit."Sakit Saga!""Tapi enak, kan?!""Kepalamu!" kesal Reres.Tok tok tok.Suara ketukan pintu terdengar, siapa lagi pelakunya jika bukan Saga yang kini berdiri di depan pintu sambil mengunyah kerupuk udang."Buka pintunya," perintah Saga."Enggak, gue malu!" Reres berteriak sambil memeluk erat kimono yang ia kenakan."Ngapain Malu? Gue udah lihat semua. Selulit lo juga, gue udah liat. Coba itu, lo buat kerannya jadi air hangat, lo siram pelan-pelan. Air hangat mengurangi rasa perih.""Iya. Yaudah, lo ke tempat tidur aja sana.""Oke, gue tunggu, ya. Kita sarapan, hm?"Reres melakukan apa yang dikatakan Saga. Ia berjalan ke shower, lalu menyiram bagian tubuhnya yang perih dengan air hangat dan memang itu mengurangi perih yang ia rasakan. Setelahnya, ia berpakaian meski masih merasa sedikit tak nyaman. Kemudian Reres berjalan ke luar kamar mandi, mendekati Saga yang melirik sambil sibuk mengunyah buah jeruk. Reres duduk dengan rambut yang masih basah, mengenakan t-shirt putih dan jeans pendek. Sementara Saga juga mengenakan t-shirt putih dan celana pantai, sebuah kacamata hitam bertengger di atas kepalanya.Saga memesan banyak makanan. Ia memberikan nasi goreng dengan telur mata sapi, mengambil putih telur yang kemudian ia letakkan di piring lain karena Reres tak menyukai putih telur. Reres memerhatikan, tumben dia dilayani seperti ini."Sarapan dulu. Hari ini kita jalan-jalan, terus nanti malam kita istirahat, dan besok kita mulai lagi. Karena semalam dan pagi tadi gue seneng, jadi gue akan berbuat baik untuk lo."Reres mengangguk, lalu mulai menyantap sarapan pagi miliknya. "Ga, kalau ini enggak jadi baby, gimana?"Saga menoleh dengan senyuman iseng. "Ya, kita ke Bali lagi. Lo udah ngerasain kan treatment Saga Majendra?"Reres mendesis kesal dan memilih menghabiskan santapannya. Dalam hati, gadis bermata cokelat itu mengakui apa yang dilakukan malam dan pagi tadi menyenangkan. Namun, itu juga membuat ia ketakutan, mungkin ia akan ketagihan atau semacamnya. Ia pernah membaca sebuah artikel bahwa berhubungan intim bisa membuat seseorang ketagihan dan itu yang sedikit menjadi ketakutannya.Ponsel Reres berdering, panggilan dari Haris. Ia segera menerima panggilan itu."Ya, Mas?""Ah, aku hubungi kamu dari tadi, Res," sahut Haris terdengar cemas."Maaf, aku lagi mandi, Mas. Kenapa?""Pak Saga ada di sana?"Reres melirik pada Saga yang juga menatapnya penasaran. "Mas Haris," ucap Reres sambil memberikan ponsel miliknya."Hm, kenapa, Ris?""Pak, Mbak Vinny dari kemarin hubungin saya. Dia cari Bapak dan hari ini ke kan—""Kamu ke mana, sih, Beibh?" Kini yang terdengar adalah suara Vinny yang terdengar kesal."Ah, aku ada urusan. Kita ketemu seminggu lagi, ya, Sayang." Saga coba menenangkan kekasihnya yang manja itu."Oke, tapi …. " ucapan Vinny terputus, tapi Saga mengerti maksudnya."Hm, anything for you, Sayang. Udah, ya, aku lagi sibuk." Saga kemudian mematikan ponsel dan memberikan pada Reres. "Matiin aja, gue males diganggu. Seminggu ini khusus buat lo.""Hm, oke." Reres menjawab malas."Bilang apa, Nona?"Reres tersenyum tak ikhlas. "Terima kasih."Setelah ini, entah pengalaman apa lagi yang akan diberikan Saga pada Reres? Dan apakah rencana mereka berhasil? Hanya waktu yang akan menjawabnya.Siang ini, hari terakhir di Bali, dihabiskan dengan pertarungan terakhir antara Reres dan Saga. Lenguhan dari Saga terdengar, kemudian CEO Candramawa itu rebah di atas tubuh sahabatnya yang kini memejamkan mata dengan napas tak beraturan. Selama di Bali, Saga mengatur dengan baik jadwal keduanya. Sehari mereka saling adu ranjang, sehari mereka habiskan dengan istirahat atau jalan-jalan.Malam nanti keduanya akan pulang dan ini akan jadi hari terakhir mereka di Bali. Dalam seminggu ini Reres bahkan telah menjadi pro karena didikan Saga dan teori yang mereka lihat dari video di ponsel Saga. Entah berapa banyak video yang ia simpan, bahkan video dirinya sendiri bersama Vinny, Lauren, Sarah, dan banyak lagi. Saga kemudian bergerak ke samping Reres, ia memeluk gadis itu. "Kalau gue pingin lagi, gimana?"Reres melirik kesal. "Ini udah dua kali, ya, Ga?!" "Nanti kalau kita balik maksudnya.""Enggak!""Hm, oke. Dalam dua bulan ini lo harus cek berkala, kalau enggak sukses kita ke Bunaken at
Setelah pembicaraan yang tak membuahkan hasil, Aira kembali terlebih dahulu. Ia mengatakan ada urusan lain. Namun, Nindi jelas mengerti Aira sakit hati dengan apa yang dikatakan Saga tadi. Nindi masih berada di ruangan, menatap anak laki-lakinya yang tengah membaca beberapa laporan. "Kamu kok judes gitu sih?""Ya, terus aku harus gimana, Mi?" tanya Saga tanpa mengalihkan perhatian dan tetap fokus pada laporan di hadapannya."Apa salahnya sih kamu bikin Aira buat bantu kamu? Bisa aja kamu minta Aira memberi warna baru untuk resort itu."Saga masih membuka lembar demi lembar laporan, membiarkan sang mami mengoceh sejak tadi. "Hm, niat Mami sebenarnya apa?"Nindi kemudian berjalan mendekat, ia duduk di kursi yang berada di seberang meja Saga, keduanya kini duduk berhadapan. "Mami mau jodohin kamu sama Aira."Saga melirik Nindi, lalu berdecak kesal. "Ngapain sih, Mi? Dia itu bukan tipe aku.""Tipe kamu siapa? Lauren? Vinny? Sarah? Mereka itu udah ketahuan enggak bener, suka dugem, kelaku
Aira berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Perasaannya menjadi buruk setelah Saga menolaknya tadi. Aira anak tunggal dengan segala kemewahan yang diberikan oleh kedua orang taunya. Namun, meski semua klebutuhan terpenuhi ia tetap senang melakukan banyak hal sendiri. Termasuk tadi, ia lebih kesal karena saga yang menolak tawarannya dibandingkan sikap dingin saga padanya. Kini Tuan Hartanto tengah duduk di ruang tengah seraya membaca artikel dari ponsel miliknya. Saat itu Aira berjalan mendekat lalu duduk di sofa yang berada di samping sang ayah. Sang ayah memerhatikan anak gadisnya yang nampak kesal. Ia lalu meletakan kacamata dan ponsel miliknya di meja."Kenapa muka kamu gitu?" tanya Tuan Har pada anak gadisnya. "Hmm, lagi kesel Dad." Aira menjawab cepat lalu menyandarkan tubuhnya pada kepala sofa."Iya kesal kenapa?""Aku tadi ke Candramawa sama Tante Nindi."Pria paruh baya itu menatap dengan serius pada gadis cantik bermata sendu di hadapannya
Pagi ini dimulai dengan kegiatan rutin Reres. Menyiapkan pakaian Saga, kemudian segala perlengkapan sang CEO Candramawa. Ia telah menyiapkan pakaian lengkap dengan dasi dan jas yang akan dikenakan pria berkulit putih itu. Setelahnya ia berjalan menuju ruangan lain yang ada di sisi lain kamar, di sana tertata rapi aneka aksesoris, jam, kacamata, tas, ikat pinggang dan sepatu dari berbagai merk ternama. Reres memilih jam tangan lalu tas dan sepatu yang cocok untuk dikenakan hari ini. Setelah memilih ia berjalan ke luar melihat Pria itu sudah berjalan keluar dari kamar mandi dan duduk di kursi dekat dengan meja rias. Reres meletakan outfit Saga Di dekat tempat tidur lalu berjalan mendekati Saga dan segera membantunya mengeringkan rambut. Tak banyak yang mereka bicarakan selama proses ini, Saga memang selalu dilayani Reres sejak lama sekali dan itu jadi kebiasaan sampai sekarang. Itu pula alasan Reres selalu dipanggil 'Baby Sitter' atau 'Baby Sitter-nya Saga'. Kalau dibilang malu, jelas
Haris kini bersama Reres di ruang kerja sang sekretaris, sementara Saga kini berada di ruangannya masih berbicara dengan beberapa direksi setelah rapat tadi. Haris tengah menyiapkan jadwal, ia mengetik di laptop miliknya lalu Reres mencatat jadwal di notes miliknya. haris melirik menatap dengan senyum gadis yang terlihat serius menulis itu."Aku bisa print ini Res buat kamu. Jadi kamu enggak usah nulis. Lebih gampang kan?" Reres menggeleng. "Kalau aku tulis, aku bisa ingat ini semua Mas. Kalau aku harus baca, kadang suka lupa." Haris mengangguk mengerti apa yang dimaksud oleh gadis di sampingnya. "Hmm, sebenarnya aku penasaran apa yang selalu kamu lakukan sama Pak Saga setiap kali akan ada pertemuan?" Reres menatap haris yang jelas sudah penasaran sejak lama sekali tetapi ia baru bisa bertanya tentang rasa penasarannya hari ini. Reres terdiam sejenak memikirkan apa yang akan ia katakan pada haris. Sesungguhnya ia harus merahasiakan masalah ini. Kesehatan mental Saga bisa menjadi ba
Saga mengangguk. "Thanks mau apa?" tanyanya menawarkan pada Reres mungkin mau sesuatu setelah membuatnya melakukan rapat dengan baik. "Mau hari ini lo pulang cepat dan lo harus makan malam sama Pak Hartanto." Saga berdecak kesal, "Nyokap gue telepon lo ya?""Lo harus datang Saga. Gue enggak mau kena marah Bu Nindi ya.""Iya, iya gue dateng. Gue serius lo mau apa? es krim BnR?" Reres duduk di tempat duduk yang berseberangan dengan Saga. "Enggak mau apa-apa gue, lo bisa lancar di rapat kaya tadi gue udah seneng kok."Saga kemudian memainkan ponsel miliknya, ia lalu melirik ke arah Reres yang membuka ponsel setelah mendapatkan notifikasi pesan. Ia menatap Saga, dengan tatapan terbelalak. Reres lalu bangkit, berjalan mendekat dan memukul Saga."Kok lo gila sih Ga?!" kesalnya setelah ia melihat foto dirinya yang tertidur. Meski berbalut selimut tentu saja Reres malu. "Hapus enggak?!""Hahahaha, Gue suka foto lawan bobo gue kalau tidur," jawab Saga."Hapus!" kesal Reres. "Permintaan gue
Manusia memang mempunyai kecenderungan untuk menyukai keindahan. Termasuk dalam melihat wanita atau laki-laki. Dunia mulai mengkotak-kotakkan si cantik, tampan, seksi dan Reres sering berpikir, apa ia masuk dalam salah. Atau kategorinya? Di usia ke 24 tahun, memiliki berat badan lebih dari 80 kilogram, dengan tinggi hanya 158 cm. Tak cantik, tak seksi, bukan pilihan laki-laki, hal biasa untuknya ketika sekitar mengatakan gendut dan tak menarik atau berbagai julukan lain .., sialan memang pikirnya. Gendut itu memang fakta, yang sering membuat ia kesal adalah ketika kata-kata itu ditujukan untuk mencemooh. Itu yang dulu sering kali buat Reres sakit hati. Ya tapi, ia kini coba terima saja nasib terlahir sebagai si semok dan montok. ***Makan malam hari ini berlangsung dengan sangat baik dan lancar. Meskipun sejak tadi Saga sama sekali tak ada senyum. Namun, sikap dinginnya itu malah membuat Aira semakin penasaran. Gadis itu sesekali melirik pada Saga yang duduk tepat di hadapannya. Saga
Hari ini seperti jadwal, Saga akan ke Bali untuk menemui rekanan juga menikmati waktu bersama Vinny. "Haris udah di hotel 'kan?" tanya Saga buat lamunan Reres buyar. Reres sejak tadi menatap jalan, perjalanan udara cukup buat ia menjadi pusing. "Udah," jawabnya singkat. "Vinny?" tanya Saga lagi."Lauren?" Reres balik bertanya.Saga menatap dengan kesal, ia bahkan berdecak beberapa kali. "Gue bilang Vinny.""Gue dengernya Lauren." Reres menyahut.Vinny atau Lauren yang pasti salah satunya akan ia ajak saat harus pergi ke suatu tempat. Itu yang dilakukan Saga sebagai penikmat kegiatan ranjang. Kemanapun ia pergi tak pernah ketinggalan seorang gadis yang akan ia ajak untuk memuaskan dirinya. "Res, Vinny sama Lauren itu jauh ya. Gue bilang Vinny gue kan mau minta maaf sama dia." Saga makin kesal. Reres kini menatap jam di tangan waktu menunjukkan pukul lima sore sementara perjalanan keduanya masih sekitar 10 menit lagi. "Yaudah maaf, lagian 'kan sama aja lo cuma mau bobo cantik."Sa