Keheningan membentang ketika wanita pengasuh itu menimbang-nimbang keputusannya. Dia tampak gelisah, antara ingin menyetujui atau memutuskan yang sebaliknya.“Anda boleh tinggal sedikit lebih lama.” Wanita pengasuh itu bersuara penuh keraguan. “Mungkin ... sekitar satu atau dua jam ke depan akan aman bagi Anda membujuk Nona Shopia.”Bibir Edeline tertarik lembut saat menyimpulkan senyuman cantik—tanda terima kasih. “Aku tidak akan berlama-lama.”Tanpa mengatakan sepatah kata, wanita pengasuh itu berpaling dari kamar itu. Pintu yang dibuka olehnya telah ditutup serapat mungkin tanpa celah guna memberikan ruang pribadi pada Edeline dan Shopia.Sementara itu, Edeline telah memalingkan tatapannya pada Shopia tanpa penundaan. Caranya menatap sama seperti sebelumnya. Ada kehangatan yang turut campur ketika tangan jemari Edeline begitu penuh perhatian merapikan rambut Shopia yang agak berantakan.“Kau mau minum obat sekarang?” suara Edeline mengalun lembut.“Apa Daddy benar-benar akan pulang
Langkah yakin Edeline tiba-tiba saja terhenti di teras depan hotel mewah itu. Senyar keraguan masih betah hinggap di jiwa Edeline, padahal sejak tadi dia sudah berusaha keras menepis dengan tekad bulatnya.Sejujurnya, Edeline memiliki banyak pertimbangan hingga akhirnya memutuskan datang ke sana. Dia sedikit goyah untuk pindah ke asrama rumah sakit dikarenakan terlanjur berjanji akan selalu bertemu Shopia—dengan teman kecil yang baru didapatkan beberapa jam lalu.Selain itu, jiwa Edeline masih terus dihantui trauma masa lalu mengerikan yang luar biasa—yang membuatnya takut untuk bertemu secara intim dengan Elvis. Hati kecilnya membujuk Edeline untuk meminta bantuan Abraham demi mendapatkan kembali id card-nya yang hilang. Tetapi, rasa sungkan pun ikut campur menghasut Edeline untuk tahu diri—tidak lagi menyusahkan Abraham.Itu hanya masalah kecil! Edeline bisa melakukan itu—bertemu dengan Elvis demi mendapatkan id card-nya kembali. Gadis itu menghela napas kasar ketika hati memutuskan
Bantingan pintu menjadi jawaban atas pertanyaan Sarah. Wanita itu benar-benar diabaikan oleh Elvis yang fokus memperhatikan gadis di dalam president suit room itu. Bahkan ketika cengkaraman Sarah semakin mengencang di lengan Elvis—guna menahan, permintaannya itu dibalas menyakitkan.Elvis menepis tangan Sarah tanpa mau menoleh. Pria itu tidak peduli pada Sarah yang mengemis-ngemis dan menangis putus asa saat membujuknya. Perlakuan Elvis itu membuat Sarah terhina. Jiwanya langsung membenci sosok gadis yang menarik perhatian Elvis. Di tengah tubuh yang gemetaran akibat emosi yang meledak itu Sarah menerka-nerka sosok gadis itu.Sarah mengingat dengan jelas jika gadis itu adalah gadis yang menolongnya beberapa malam lalu. Lalu, kenapa dia ada di dalam kamar yang sama dengan Elvis? Apakah dia bekerja sama dengan Elvis untuk mempermalukan dirinya malam itu?“Siapa pelacur itu?” suara Sarah gemetaran kesal bertanya pada Alex yang masih berdiri di sebelahnya.Alex tidak bersuara sebab dia bi
Lirikan mata Edeline tertarik pada Elvis yang meletakkan kompres ke wadah di aras meja. Jiwa gadis cantik itu dibuat penasaran melihat Elvis yang beranjak lalu mengambil dua buku beserta empat pena di atas meja.“A-apa ini?” tanya Edeline bingung ketika Elvis menyerahkan buku dan pena ke hadapannya.“Kau buta? Atau kau memang bodoh? Sehingga kau tidak tau kedua benda ini.” Elvis membalas dengan nada sarkas.Mulut sialan Elvis itu ... argh! Edeline sudah pasti tahu kedua benda itu. Hanya saja, di tengah emosi yang meledak kesal itu Edeline tidak mengerti kenapa Elvis menyodorkan kedua benda itu.“Kau pasti sedang mengumpatku di dalam hati.” Elvis menyindir Edeline yang menatap penuh dendam. “Aku peringatkan padamu, aku bisa menendangmu dari rumah sakitku dan mematikan karir doktermu jika sikapmu tidak menunjukkan bawahan yang tunduk kepada senior ataupun atasannya,” lanjutnya mengancam sembari menjatuhkan kedua benda itu ke pangkuan Edeline.Edeline terkesiap, sementara matanya tak ber
Elvis terbangun seperti biasa, seolah tidak perlu sebuah alarm memanggil jiwanya dari dunia mimpi. Pria tampan itu bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan sekujur tubuh, lalu membalut tubuh gagahnya dengan celana kain beserta kemeja biru langit yang telah disiapkan oleh Alex kemarin malam.Elvis sudah terlihat rapi dan tampan. Handphone yang kemarin diletakkan di meja nakas telah diraih, sementara kaki sudah kembali berjalan menuju pintu. Langkah Elvis terhenti mendadak. Dia teringat pada Edeline yang kemarin malam dihukum.Gadis itu pasti belum menyelesaikan tugasnya! Elvis sangat menyakini pemikiran itu sehingga dengan percaya diri beranjak keluar dari kamar itu. Namun, pemikirannya itu salah. Edeline tidak ada di setiap sudut president suite room itu. Bathrobe yang Edeline gunakan telah berada di dalam keranjang pakaian kotor. Bahkan ketika Elvis memeriksa ke kamar mandi, lantainya masih kering—seperti tidak dipergunakan sama sekali. Hal yang Elvis temukan hanya dua buku—
Kepala Edeline memutar ke belakang dan terkejut melihat kehadiran seseorang yang dikenal olehnya. Edeline bergegas memungut id card di lantai lalu menyembunyikannya ke dalam saku depan dari pakaian medis yang dipakai.Gadis cantik itu juga menyegerakan diri untuk berdiri tegak, yang kemudian menjaga sikap santun—setengah merundukkan pandangan pada seseorang itu. Dia adalah Rebecca Romanov—menantu kesayangan Abraham Romanov. Keberadaannya di Manchester berkaitan kuat dengan posisinya sebagai direktur utama di perusahaan manufaktur industri makanan miliknya di Manchester.Hanya saja, apa yang dilakukan wanita cantik itu—datang menemui Elvis?Mungkin mereka ingin membicarakan bisnis. Mengingat hubungan antara Abraham dan keluarga Elvis terjalin akrab, mungkin saja Rebecca diutus membicarakan bisnis. Edeline menarik kesimpulan seperti itu di dalam pikirannya. Dia juga tidak berniat menggali lebih dalam karena sudah merasa tidak nyaman berada di sana.Hatinya masih berdenyut sakit setelah
Di dalam keheningan yang menguasai, batin Elvis tersentak ketika pertanyaan Rebecca terserap baik di pikirannya. Dia juga terheran, kenapa dia ingin tahu tentang Edeline?Elvis jelas-jelas tidak menyukai sosok gadis pembangkang itu. Elvis juga meyakini Edeline bukan gadis baik-baik. Pun dia membenci Edeline yang sudah bersikap kurang ajar merendahkan harga dirinya.Mungkin, emosi yang tidak stabil membuat pikiran tidak bijak dalam melontarkan pertanyaan? Elvis menyimpulkan demikian. Bahwa dia sama sekali tidak menaruh minat pada Edeline yang menjijikkan dan paling dibenci.“Kau tertarik dengan Edeline?” Rebecca mengulangi pertanyaan yang belum terjawab. “Ini sangat mengejutkan! Kau suka pada Edeline—”“Kau salah paham!” Elvis cepat membela diri. “Aku bertanya semata-mata untuk mengetahui apakah dia orang yang bermasalah atau tidak. Kau tahu sendiri, kan? Aku susah payah mengembangkan rumah sakit ini, sampai jadi yang terbaik di Manchester. Jadi, aku berusaha untuk menjaga nama baik ru
~ Lima tahun yang lalu ~Sore itu udara London menjadi lembab oleh hujan yang mengguyur deras. Para pejalan kaki kalang kabut berlari mencari tempat berteduh akibat cuaca suara itu yang jauh dari prediksi. Pasalnya, diperkirakan tidak akan turun hujan pada sore hari itu.Edeline menjadi salah satu orang-orang yang berlari. Dia baru saja turun dari bus sekolah yang mengantar sampai halte bus. Awalnya, Edeline yang masih mengenakan seragam sekolah itu ingin berjalan santai menuju rumah. Sikapnya itu menegaskan jika gadis cantik berusia 17 tahun itu menunda-nunda waktu untuk tiba di rumah.Edeline tiba di rumah dalam keadaan basah kuyup. Akibat kehujanan seragam sekolah yang dipakai seharian pun telah membentuk tubuh molek Edeline yang tidak terlalu kurus. Kulit putihnya sedikit memucat karena cuaca dingin yang menembus hingga ke tulang-tulang. Anehnya, Edeline tidak bergegas masuk ke dalam rumah meski tubuhnya sudah hampir mengigil kedinginan.Tatapan mata tertuju pada sebuah mobil yang