Jantung Zhuge Yue nyaris melompat. Tubuhnya seketika sekaku tiang. Tangan yang diam di tempat, seperti batu _ keras sekali.Ming Yuan lantas merenggangkan pelukannya dan pindah posisi di depan Zhuge Yue. "Shi Fu! Terima kasih."Zhuge Yue menatap netra gadis kecil itu. Rasanya masih sama seperti kali pertama ia lihat. Ia berkedip, sambil menelan ludah kasar."Shi Fu telah begitu baik padaku. Aku berjanji akan menjaga Shi Fu selamanya."Zhuge Yue terdiam. Pria itu tidak mengerti apa maksud Ming Yuan. Tapi satu hal yang ia pahami, gadis kecil bernama Ming Yuan itu teramat polos padahal usianya sudah hampir 17 tahun."Shi Fu!" Ming Yuan lebih mendekatkan wajahnya, sehingga Zhuge Yue spontan melangkah mundur, hampir terjungkal."Shi Fu!" Ming Yuan sigap menangkap tangan Zhuge Yue. Rasanya dingin, jauh lebih dingin dari air Danau Angle."Shi Fu masih sakit." Pikir Ming Yuan. "Ayo kembali ke dalam. Angin malam tidak terlalu baik untuk tubuh."Ming Yuan mendadak seperti orang tua. Gadis itu m
HiiiRombongan utusan dari istana akhirnya sampai di Pagoda Angle. Semuanya melompat turun dari kuda masing-masing.Pandangan mereka akan Pagoda Angle yang menyeramkan, kini terpatahkan saat itu juga.Tempat yang disebut-sebut sebagai tempat iblis bersemayam itu, terlihat jauh lebih indah dari Pagoda di Ibu Kota sekalipun. Bahkan keindahan semakin bertambah dengan adanya Danau Angle yang begitu jernih dan tenang.Sekarang para utusan itu memandang sekeliling Pagoda Angle dengan terkagum-kagum. Kekaguman mereka pun bertambah setelah beberapa burung hinggap di setiap dahan dan atap Pagoda, memberikan kicauan merdunya.Ketenangan kental terasa. Guru Kekaisaran yang mulanya khawatir, sekarang yakin betul, kalau kehidupan Zhuge Yue di tempat ini jauh dari kata menderita.Setelah beberapa saat mengagumi, lekaslah Jenderal Song Wei menyerukan kedatangan semua utusan."Yang Mulia! Kami diutus Paduka menjemput anda!"Seruan Jenderal Song Wei sampai di telinga Zhuge Yue dan kedua orangnya. Mere
Waktu bergulir.Zhuge Yua beserta yang lain akhirnya sampai di Ibu Kota.Zhuge Yue seorang Pangeran. Meski kepergiannya meninggalkan rumor buruk, tetapi kepulangan pria itu tetap disambut hangat para penduduk.Mereka berbaris rapi di sepanjang jalur Ibu Kota menuju istana. Mereka tampak saling bisik membisik membicarakan ketampanan Zhuge Yue, yang semakin bertambah sekaligus membicarakan gadis yang duduk satu kuda dengannya."Itu yang bernama Ming Yuan," kata salah seorang gadis muda.Gadis muda lain menanggapi, "Pantas Pangeran Mahkota sampai rela namanya tercoreng, ternyata perempuan itu sangat cantik.""Aku tebak, jika saat itu Nyonya Ming Yuan tidak diambil Pangeran, kemungkinan besar posisi Ratu Hongye akan tersingkirkan.""Ssst!"Zhuge Yue mengarahkan pandangannya pada mereka. Itu seakan memperlihatkan kalau ia tidak rela bila Ming Yuan jatuh ke tangan Kaisar, ayah kandung Zhuge Yue sendiri."Kendati demikian, tindakan Pangeran ini termasuk tercela.""Benar, bagaimana mungkin se
"Tidak!!!"Ratu Hongye berteriak saat ia terbangun dari tidurnya, dan langsung mengambil cermin perunggu.Pelayan wanita itu bergegas masuk. "Yang Mulia, ada apa?"Ratu Hongye melempar cermin perunggu tadi. Wajahnya yang penuh gatal seketika tampak.Pelayan yang menghampiri spontan mengambil langkah mundur. "Yang Mulia ...""Wajahku semakin parah! Aku tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut!" Ratu Hongye marah sambil menangis. "Paduka … paduka juga sejak saat itu, tidak pernah datang kesini lagi."Tangisannya kian kencang. Beberapa Pelayan yang berada di luar kamar, pun dapat mendengar tangisan wanita tersebut."Sejak Yang Mulia Ratu terkena penyakit buatan tangan nakal itu, Paduka belum pernah datang kesini. Entah sekedar menanyakan kabar atau menjenguk sekilas," ujar salah seorang Pelayan.Pelayan lain menanggapi. "Iya, wajah Yang Mulia Ratu semakin parah. Paduka sudah jelas enggan melihat hal itu.""Apa kau sudah dengar? Pangeran Zhuge Yue telah kembali ke Ibu Kota. Kemarin, Jend
"Shang Que! Siapkan kereta! Seret wanita rendah itu ke pengadilan istana!"***GubrakkkZhuge Yue benar-benar tidak memiliki pengampunan. Dan seiring berjalannya waktu, keberaniannya kian memuncak, sampai ia tanpa kenal takut, menyeret Ratu Hongye ke pengadilan Istana.Menteri Keadilan beserta bawahannya lekas datang. Mereka tercengang mendapati Ratu Hongye duduk bersimpuh, berusaha menutupi wajahnya, sedang Pelayan pribadi wanita itu bersujud memohon keadilan."Tuan tuan sekalian! Tolong beri Yang Mulia Ratu keadilan. Yang Mulia Ratu telah diperlakukan secara tidak hormat. Yang Mulia Ratu telah dihina seperti ini. Aku mohon beri Yang Mulia Ratu keadilan!"Zhuge Yue tersenyum mendengar permohonan pelayan musuhnya itu. Akan tetapi, Zhuge Yue tidak mengatakan apapun. Zhuge Yue tetap tegak berdiri, seraya menatap lurus Perdana Menteri Keadilan, yang tanpa semua orang ketahui berperan sebagai pendukung terkuat Zhuge Yue.Meski pendukung terkuat, Perdana Menteri tidak bisa menunjukan peras
Aula utama, kediaman Kaisar.Anggrek di Musim Gugur. Begitulah nama aula itu tapi orang-orang biasa menyebutnya dengan Aula Anggrek, karena bunga Anggrek tumbuh dengan subur di sekeliling aula tersebut. Aroma Anggrek selalu kental disini. Acap kali lelah dalam urusan Negara, Kaisar suka duduk menikmati teh pada saung kecil di tengah kolam ikan koi.Meski ada bunga teratai pula, tetapi aroma Anggrek tetap yang paling menonjol. Dan itu menjadi obat alami untuk ketenangan Kaisar. Akan tetapi, tidak untuk sekarang."Istana itu sangat dingin, lebih dingin daripada musim dingin sekalipun. Apa kau sudah mendapat kabar tentang Ratu Hongye dari utusan itu?" Kaisar bertanya pada Kasim Li.Kasim Li menggeleng pelan, tanda belum mendapat informasi apapun tentang Ratu Hongye.Kaisar bergeming. Tak berselang lama, Kasim Li memberanikan diri bertanya."Paduka, apakah paduka tidak berniat memanggil Pangeran Mahkota?"Kaisar menggeleng. Meski apa yang dilakukan Zhuge Yue atau Pangeran Mahkota telah m
Setengah shichen kemudian ...Dalam balutan pakaian gelandangan, Zhuge Yue dan Ming Yuan kini berada di antara para penduduk, dengan mengemis ke beberapa pedagang.Ada yang mengusir mereka, ada pula yang berbaik hati memberi mereka roti bakar.Sekarang Zhuge Yue dan Ming Yuan duduk di emperan kedai yang telah tutup lebih cepat. Kedua manusia itu menikmati roti bakarnya sembari mengedarkan mata ke sekeliling tapi tidak memperlihatkan kawasan sedikit pun."Shi Fu," panggil Ming Yuan lirih."Hum," gumam Zhuge Yue seraya menelan roti dalam mulutnya."Apakah Shi Fu jatuh miskin sampai mengemis seperti ini?" Tanya Ming Yuan polos.Pertanyaan gadis kecil itu otomatis membuat Zhuge Yue tersedak.Ming Yuan lekas memberinya botol minum yang mereka bawa. Botol minum yang terbuat dari bambu tentunya.Gluk gluk glukZhuge Yue meneguk minumnya setelah itu menonyor kening Ming Yuan seperti biasa."Kau ahli bela diri tapi masalah seperti ini terlihat dungu sekali," sungut Zhuge Yue.Ming Yuan berdeca
"Yang Mulia tenanglah!"Suara Jenderal Song Wei berhasil meredakan kegilaan Ratu Hongye. Wanita itu langsung meringkuk ketakutan, sembari menutup wajahnya.Pelayan Ratu Hongye datang. Ia segera merangkul Ratu Hongye yang dilanda ketakutan.Jenderal Song Wei berlari ke arah jendela. Dari sana, ia sekilas melihat ujung gaun Ratu yang melintasi udara.Jenderal Song Wei yakin itu bukan arwah. Ia berlari keluar, mengejar sesuatu yang dilihatnya sekilas tadi. Namun, Jenderal Song Wei telah kehilangan secara sepenuhnya.Zhuge Yue sudah berhasil membawa pergi jauh Ming Yuan. Bahkan saat ini Ming Yuan sendiri tengah mengganti pakaiannya dengan pakaian gelandangan seperti beberapa waktu lalu."Ini seperti permainan anak-anak," ujar Ming Yuan. "Meski begitu, permainan ini sukses mengguncang kejiwaan Ratu Hongye," sambung Zhuge Yue.Ming Yuan tersenyum lebar. "Ketakutan di wajahnya benar-benar membuatku puas.""Kau akan lebih puas setelah melihat bagaimana wanita itu terseret dalam penderitaan a