"Gila! Aku enggak akan mau, walau kalian mengancam untuk membunuhku, lebih baik aku harus mati," balas Aristela dengan nada yang murka, tetapi perlahan wajah marahnya berubah menjadi sendu dengan air mata yang diiringi isak yang pelan, "bukan ini yang aku mau, Kak, aku selalu mencoba terbuka kepada kalian agar kita bisa menjadi saudara yang akrab, tetapi aku selalu ragu dan takut, jadi ... aku hanya selalu berbicara dengan Adnan sahaja. Bahkan waktu sebelum diriku menjemput Adnan, diriku sempat berbincang bersama Aderald, yang kurasakan waktu itu adalah senang dan sangat bahagia, karena aku yakin, satu per satu akan mulai terbuka pada diriku, akan tetapi ... dengan kejadian yang baru ini, semua kepercayaan diriku untuk mengenal kalian lebih dekat, telah sirna," lanjut Aristela dan tangisnya pun menjadi pecah.
Abraham, Agam, dan August, serta Aderald terharu mendengar kejujuran Aristela, tetapi tidak setuju dengan kalimat akhirnya, hingga sang kakak yang
Cahyani sangat panik dan khawatir ketika mendapat telepon dari Agam bahwa si Adnan ada di rumah sakit, ibu dari lima anak itu pun sampai di lokasi tujuan dan mendapati Adnan yang belum sadarkan diri."Mamah pusing banget sama kalian, udah berapa kali Mamah kasih tau kalau jaga Adnan dan selalu awasi dia, karena anak itu memang selalu lari-lari tanpa sadar kalau hal itu bisa membahayakan dirinya, apalagi kalau Adnan udah panik, malah semakin menjadi-jadi, memangnya ... apa yang terjadi sampai adikmu lari seperti kesetanan?" tanya Cahyani yang marah kepada Agam, August, dan Aderald.Sebagai kakak tertua di situasi sekarang ini, Agam mulai menjelaskan semuanya, kalau Adnan lari terbirit-birit karena melihat Aristela yang tidak sadarkan diri ketika berada dalam gendongan Abraham, lantas ... Adnan mengira jika keempat abangnya melakukan hal yang tidak-tidak kepada putrinya Pak Adibal.Penjelasan tersebut membuat Cahyani kembali be
Aristela menjadi salah tingkah apabila Abraham mendekatkan diri pada gadis tersebut, dan sekarang ... hal tersebutlah yang dilakukan oleh Abraham pada Aristela saat ini, jarak mereka begitu dekat sehingga Aristela dapat merasakan embusan napas dari pria tertua dari lima bersaudara ini."Kenapa diam? Bukannya kamu begitu terang-terangan memerlihatkan rasa sayangmu pada Adnan? Lalu, mengapa padaku kau terlihat berat sekali? Padahal kami sama walau hanya berbeda umur," ujar Abraham dan Aristela menggeleng pelan dan perlahan bergeser agar dirinya bisa berjauhan sedikit. Namun, Aristela tidak dapat bergerak banyak lantara wanita itu sudah berada di pojok sofa, bisa-bisa dia terjatuh jika semakin bergeser."Hei, ayo jawab dan silakan lampiaskan rasa marahmu dengan kasih sayang padaku," ucap Abraham dan aroma napasnya merasuk dalam penciuman Aristela."Kak Abraham, dirimu dan Adnan tentu berbeda, a-aku tidak dapat menyamakan d
Aristela telah sampai di rumahnya dan mulai merebahkan diri di ranjang empuk yang ia rindukan, gadis tersebut memejamkan matanya untuk menikmati waktu berbaring sebentar. Hari pun telah sore dan papahnya belum juga pulang, Aristela menduga kemungkinan sang papah akan lembur malam ini, tetapi ... dugaan tersebut salah karena di luar rumah terdengar deruman mobil lalu bunyi klakson yang nyaring.Aristela segera keluar dan membukakan pintu untuk Adibal yang baru saja keluar dari mobilnya."Pah, itu apaan?"Sebuah kresek hitam menjadi perhatian Aristela di tangan kanan papahnya, Adibal tersenyum karena di perjalanan tadi, matanya sempat melihat penjual batagor keliling dan akhirnya singgah di sana karena mengingat Aristela yang sudah ada di rumah. Pria itu belum tahu jika anaknya telah berhenti bekerja, sehingga ia tampak seperti biasanya, di mana dia menatap sang anak dengan bahagia lalu menanyakan harinya mengenai pekerja
Di kediaman Cahyani. Adnan tengah turun dari tangga bersama August, tentu dia dibantu karena kepalanya masih sedikit pening, sebetulnya ... August menawarkan diri untuk membawakan bocah tersebut makanan, akan tetapi, Adnan terus menolak dengan mengatakan bahwa dia baik-baik saja walau kepalanya sedikit pening, tapi, lagi-lagi August menawarkan hingga adiknya itu merasa kesal sendiri dan menolak dengan kalimat, "Kalau lo tetap maksa, gue enggak mau makan, Bang." Pada akhirnya, August lah yang menyerah dan memilih untuk mengikuti kemauan sang adik.Keluarga Cahyani makan bersama di ruang keluarga, dilengkapi oleh Pak Raden juga, mereka lebih memilih di sana karena bisa duduk di lantai dan areanya lebih luas, apalagi terdapat hiburan seperti menonton televisi, mengingatkan para putra Adibrata tersebut dengan masa kecilnya.Setibanya Adnan di sana, Cahyani langsung tersenyum dan menghampiri putra bungsunya itu."Kamu keras kepala sekali
Di subuh hari Adibal berangkat dan meninggalkan Aristela sendiri di rumah, tapi sebelum itu, sang papah mengatakan bahwa jaga dirimu baik-baik dan jangan merepotkan orang-orang di rumahnya Cahyani, Aristela mendengar semua ucapan sang papah lalu memeluknya dengan erat disertai kalimat agar ayahnya selalu hati-hati agar pulang dengan selamat."Papah pergi dulu yah, inget pesan Papah, jangan nakal di rumahnya Cahyani, okey?""Siap, Pah," jawab Aristela sembari hormat ke sang papah yang akhirnya masuk ke mobil dan meninggalkan pekarangan rumah."Hati-hati," gumam Aristela yang memandang mobil Adibal yang semakin menjauh. Kini dirinya harus memersiapkan diri untuk bersih-bersih karena sekarang sudah setengah enam, lumayan Aristela memanfaatkan waktu tersebut untuk mandi lebih lama agar dapat merilekskan diri di air hangat.《☆☆》"Paling lambat semi
Hampir pukul tujuh pagi dan Adnan memicingkan matanya ketika abang-abangnya sedang bermalas-malasan, terutama Abraham yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya, begitupun Agam, August, dan Aderald."Sepertinya enggak biasa Bang Abraham sama Bang Agam terlambat kayak gini, pasti ada sesuatu nih," curiga Adnan yang tak tahan untuk menyahuti mereka."Gue cuti," balas Abraham singkat jelas dan padu, begitupun dengan Agam yang menambah, "gue lagi males kerja hari ini, lagi pula gue enggak ada jadwal ceklok juga."Adnan percaya kepada dua abangnya ini, tetapi tidak dengan August dan Aderald, di antara keduanya, Aderaldlah yang menjadi musuh bulan-bulanannya sang adik bungsu."Bang Rald, lo enggak kuliah lagi hari ini?""Mana ada gue kuliah jam tujuh pagi, hari ini lagi libur soalnya dosen lagi sakit.""Bang August?""Kepo amat lu, semuanya ditanyain, lo harus bersyuk
"Bang ketawa lo kek orang psikopat yang berhasil ngebunuh mangsanya, ngeri banget, tetapi untuk menyambut Aristela di luar sana, mohon maaf, takkan kubiarkan karena hati Aristela hanya milik Adnan seorang!"Adnan berusaha lepas dari cengkeraman kedua kakaknya ketika Abraham dan Agam lebih dulu keluar untuk menemui Aristela yang berada di ruang tamu."Bang, ayolah ... jangan giniin gue, pasti Kak Aristela rindu banget sama gue, tolong lepasin," ucap Adnan dengan nada yang mengajak kedua kakaknya ini untuk berdamai, tetapi tidak untuk August dan Aderald yang menggeleng sembari menunjukkan senyum jahatnya."Lo kan lagi sakit, cocoknya tuh ada di kamar, tenang aja ... nanti kami kasih tau ke Aristela kalau lo lagi sakit kepala, okey?""Licik lo, Bang!"Aderald dan August tertawa puas kemudian membawa sang adik ke kamarnya dan mengunci pria tersebut dari luar agar tidak bisa menemui Aristela, August
Aristela telah berada di kamar yang telah August tunjukkan padanya, kamar tamu yang begitu luas untuk satu orang dan dilengkapi oleh televisi pula yang membuat Aristela nyaman di sana nantinya."Bagaimana? Lo suka kamar ini, kan? Kalau enggak gue anter lagi di kamar lain," tanya August dan Aristela menggeleng karena kamar itu sudah lebih dari cukup dan membuatnya sangat suka."Terima kasih, kamar ini udah cukup banget," jawab Aristela lalu meletakkan kopernya di samping lemari, August masih memerhatikan gadis tersebut yang menggeser resleting koper dan mulai memilah-milah pakaiannya di atas ranjang."Eum ... nyusunnya nanti aja deh," gumam Aristela ketika risoles dan salad buahnya terlintas dalam pikiran gadis tersebut, Aristela pun menghampiri August lalu menarik tangan pria tersebut untuk kembali ke ruang tamu, di mana dirinya meletakkan makanan untuk Adnan di atas meja tempat tersebut.August tentu tidak me