Rania mengangguk dengan wajah pucat. Setelah Reynald meninggalkan ruangan meeting, barulah Rania bisa bernapas dengan lancar.
"Rania, kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Listy dengan iba menatap wajah pucat Rania.Listy dan Vira merasa kasihan pada Rania yang sejak tadi menjadi target incaran Reynald sepanjang meeting berlangsung."Aku merasa sesak nafas," ucap Rania dengan suara lemas. "Orang itu kenapa marah-marah ke aku terus, sih! Apa dia memang suka ngerjain karyawan baru?" tanya Rania heran."Pak Reynald nggak pernah kaya gini lho sebelumnya. Biasanya dia selalu cuek sama karyawan baru," ungkap Vira. "Tapi nggak tahu kenapa hari ini beliau nyeremin banget. Nggak cuma kamu aja yang lemas, kita semua di sini juga sama tegangnya kayak kamu. Kita juga takut,” sambung Vira.Seluruh staf nampak heboh menggosipkan sikap Reynald hari ini. Memang di saat ada masalah, tak jarang mereka akan dimaki-maki oleh atasan mereka. Hanya saja, mereka tidak menyangka kalau bos mereka akan memaki-maki karyawan baru yang belum tahu apa-apa."Yang sabar ya, Ran. Kalau lagi ada masalah gini, Bos emang suka kayak gitu. Biasanya Bos baik dan ramah, kok." Listy mencoba menghibur Rania.Belum sempat Rania kembali ke mejanya, tiba-tiba saja Rania dipanggil sekretaris Reynald untuk ke ruangan Reynald saat itu juga. Sepertinya wanita itu akan kembali dimaki-maki oleh Reynald yang belum puas meluapkan amarahnya pada Rania."Semangat ya, Ran!" seru Vira dan Listy pada Rania.Rania berusaha keras untuk tersenyum. Perjalanan menuju ke ruangan Reynald terasa seperti berjalan ke arah pintu neraka, setelah sebelumnya Rania mendapatkan bentakan dan perlakuan kurang menyenangkan dari atasan yang baru ia jumpai itu."Dia mau ngapain lagi, ya? Apa dia masih mau ngomelin aku?" gumam Rania. "Ini hari aku pertama kerja, tapi kenapa aku udah dimarahin kayak gini, sih! Apa salah aku coba?" batinnya bertanya-tanya.***Tok Tok!"Masuk!" seru Reynald pada orang yang saat ini sudah berdiri di depan pintu ruangannya.Rania pun muncul dari balik pintu dan segera menghadap Reynald. "Bapak manggil saya?" tanya Rania.Reynald yang tengah fokus pada berkas yang ada di mejanya langsung mengalihkan perhatian begitu ia melihat Rania yang sudah berada di ruangannya. Pria itu menatap Rania dengan senyum mengejek, kemudian kembali melempar sindiran pada wanita yang sudah membuatnya kesal itu."Ternyata dunia sempit banget, ya? Siapa sangka kita bisa ketemu di sini," ujar Reynald.Rania mengernyitkan dahi. Wanita itu benar-benar tidak tahu maksud perkataan dari Reynald. Reynald pun tidak tahu kalau Rania tak mengenali dirinya."Si Bos ngomong apa, sih?" batin Rania bingung."Maaf, Pak, maksud Bapak apa, ya? Memangnya kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Rania kemudian.Reynald terkesiap. Pria itu dibuat keheranan dengan sikap Rania yang seolah tidak mengenal dirinya."Lah … bukannya kita baru aja ketemu pagi tadi. Masa dia udah lupa?" batin Reynald.Reynald menatap Rania dengan seksama. "Dia ini beneran nggak kenal aku atau cuma pura-pura nggak kenal?" gerutu Reynald dalam hati.Pria itu benar-benar kesal melihat respon Rania yang tidak mengenali dirinya. Padahal Reynald sudah mengalami kerugian besar karena Rania. Pria itu juga jadi terlambat datang menemui klien karena Rania, dan ia harus menanggung kerugian hingga ratusan miliar.Tak hanya itu, Reynald juga masih merasakan nyeri pada bagian vitalnya setelah ditendang oleh Rania pagi tadi. Ada begitu banyak perlakuan buruk yang diberikan Rania pada Reynald, tapi sayangnya Rania tidak tahu kalau orang itu adalah orang yang saat ini ada di hadapannya."Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Rania dengan wajah polosnya.Reynald terus memandang Rania untuk melihat ekspresi wanita itu ketika ia sedang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Rania. Setelah pria itu memberikan beberapa pertanyaan kepada Rania, Reynald mulai yakin jika Rania memang tidak mengenali dirinya."Aneh banget. Kenapa dia nggak ngenalin aku? Masa iya dia secepat itu lupa sama kejadian tadi pagi? Gampang banget dia lupain aku. Semudah itu?" batin Reynald keheranan."Kenapa dia malah bengong, sih? Aku dipanggil ke sini cuma buat lihatin dia bengong?" oceh Rania dalam hati.Meskipun Rania tidak mengenali Reynald, tapi Reynald akan tetap memberikan balasan kepada Rania. Pria itu akan memberikan pelajaran pada Rania selama di kantor. Reynald akan membuat Rania tidak betah bekerja di perusahaannya. Reynald akan memberikan pengalaman terburuk untuk Rania sampai dendamnya bisa terbalaskan."Saya cuma mau ngobrol sebentar aja sama kamu. Selamat bergabung di perusahaan kami. Semoga kamu betah," ucap Reynald sembari memperlihatkan senyum liciknya."Selamat datang di tempat penyiksaan, Rania!" batin Reynald."Astaga, ini semua harus aku kerjakan sekarang? Udah jam segini mana mungkin semua laporan ini bisa beres?" jerit Rania dalam hati. Wanita itu benar-benar syok saat melihat tumpukan berkas yang menggunung di mejanya."Rania, kamu kenapa ngelamun? Pekerjaanmu nanti nggak selesai, lho!" tegur Vira.Saat ini semua staf yang tergabung dalam tim Rania masih berada di kantor saat hari sudah mulai larut. Di hari pertamanya bekerja, Rania justru sudah mendapatkan begitu banyak tugas dari Reynald dan harus ia selesaikan malam itu juga.Beberapa staf sudah menyelesaikan pekerjaan mereka dan hendak pulang. Untungnya mereka tidak perlu lembur sampai pagi dan bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum tengah malam.Namun, sayangnya Rania bernasib sial. Pekerjaan yang diberikan oleh Reynald pada Rania justru lebih banyak dibandingkan pada staf yang lainnya. Reynald sengaja memberi Rania lebih banyak tugas untuk mengerjai wanita itu. Meskipun menggunakan cara kekanak-kanakan, tapi Reynald cukup puas bis
Setelah beberapa menit Rania mencari taksi, akhirnya masih ada juga taksi yang bisa mengantarkan Rania sampai di rumah. Rania langsung membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum nantinya ia akan tidur, guna mengistirahatkan tubuhnya usai seharian penuh ia bekerja.Jika biasanya Rania bisa beristirahat dengan cukup, kini Rania hanya bisa tidur dalam waktu tiga jam saja. Pagi-pagi sekali Rania sudah mendapatkan telepon dari Reynald untuk segera bersiap-siap berangkat ke kantor. Dalam keadaan mata yang sangat ngantuk dan tubuh yang amat lelah, Rania berjalan ke kamar mandi dan mulai menyegarkan tubuhnya agar rasa kantuk yang menyerang dirinya segera hilang."Loh, kamu sudah mau berangkat lagi, Ran? Bukannya tadi malam kamu lembur?" tanya sang ibu saat melihat Rania sudah dengan pakaian rapinya."Hari ini ada banyak kerjaan, Bu. Aku harus berangkat pagi," jawab Rania dengan malas.Tubuh Rania sebenarnya sangat lelah dan masih membutuhkan istirahat. Namun, perintah dari bosnya itu tidak
Rania mengeraskan rahangnya menahan kesal. Hanya karena masalah kopi saja dirinya diancam akan dipecat. Mau tidak mau Rania harus mematuhi perintah yang diberikan Reynald. Wanita itu kemudian menampilkan senyum yang ia paksakan seraya mengambil gelas kopi yang ada di meja Reynald. "Baik, Pak. Saya buatkan kopinya yang baru lebih dulu." Setelah mengambil gelas kopi itu, wajah Rania seketika berubah menjadi kesal kembali. Rania melangkah menuju pantry dengan perasaan dongkol."Dasar bos kampret! Tinggal minum aja apa susahnya sih! Perlu dicekoki dulu kali ya, biar gak pilih-pilih. Sama-sama kopi aja kok pakai kebanyakan tingkah segala! Gak tahu apa kalau aku banyak kerjaan!" Sepanjang perjalanan menuju pantry, Rania tak henti-hentinya menggerutu. Wanita itu benar-benar dibuat kesal oleh atasannya yang menurutnya terlalu menyebalkan.Saat Rania sampai di pantry, wanita itu mendapatkan tatapan bingung dari beberapa office girl dan office boy yang ada di sana. "Loh, Bu Rania kok balik lag
Reynald menggebrak mejanya dengan kasar hingga membuat Rania tersentak kaget. Wanita itu benar-benar harus menyetok kesabaran ekstra untuk menghadapi bosnya yang menyebalkan ini."Saya gak mau tahu! Bikin yang baru, atau gaji kamu yang akan saya potong sebanyak dua puluh persen!" sentak Reynald menatap Rania dengan tajam.Rania mengepalkan kedua tangannya seraya menghembuskan napas kasar. Wanita itu benar-benar sedang diuji dengan tingkah laku bosnya yang sangat menyebalkan ini. Namun, meskipun hati Rania saat ini sangat dongkol, Rania harus tetap bersabar demi mendapatkan gaji untuk biaya pengobatan dan operasi sang ayah.“Sabar, Rania, sabar! Ini hanya masalah kecil. Kamu pasti kuat, kok! Sabar yuk, demi ayah!” batin Rania menyemangati dirinya sendiri.Setelah menurunkan emosinya, Rania lantas mengambil kopi itu dan membawanya ke pantry kembali. “Baiklah, saya buatkan yang baru dulu ya, Pak!” ucap Rania dengan senyum yang dipaksakan.Rania melangkah kembali ke pantry dengan bibir yan
Rania kembali datang dengan membawa secangkir kopi yang tadi dia buat. Wajah Rania benar-benar terlihat emosi. Jauh berbeda dengan saat Rania pertama dan terakhir ke pantry tadi.Mia, office girl yang baru kembali setelah sebelumnya ia ke toilet terlebih dulu untuk buang air kecil, lantas langsung menghampiri Rania dan mengajak Rania berbicara. “Bagaimana, Bu? Apa kopinya belum sesuai dengan selera Pak Reynald?” tanya Mia sopan.“Iya. Katanya nggak enak!” cetus Rania kesal. “Udah dibilangin saya nggak bisa bikin kopi kok ngeyel banget. Sebenarnya itu orang punya otak atau enggak, sih!” lanjut wanita itu sembari membuang kopi yang ia bikin ke wastafel.“Biar saya yang bikinkan ya, Bu?” Mia menawarkan bantuan pada Rania.“Tapi dianya nggak mau kalau kopi itu bukan bikinan saya! Tadi aja bikinan Pak Joe nggak diminum, kan?” Rasanya Rania ingin menangis memikirkan kerjaannya yang masih menumpuk, tapi kini dirinya justru disuruh membuat kopi. Hal yang belum pernah Rania lakukan selama ini.
Tiba-tiba suara telepon kantor di meja kerja Rania berbunyi kembali. Listy dan Vira spontan langsung terdiam. Baru saja Rania mengangkat panggilan itu, sebuah suara menggema memenuhi rongga telinga Rania.“Buruan ke sini! Ngobrol terus!” bentak Reynald.Rania lantas menjauhkan telepon itu dari telinganya, kemudian mulai mendekatkannya kembali saat Reynald sudah berhenti mengomel. “Iya, Pak, maaf.” Usai mengatakan itu Rania langsung menutup teleponnya dan menuju ke ruangan bosnya.“Aku ke ruangan bos dulu. Udah marah-marah dia,” pamit Riana yang kemudian langsung berlari agar ia cepat sampai di ruangan bosnya.Tok Tok!Rania mengetuk pintu seraya menstabilkan pernapasannya sebelum dirinya masuk.“Masuk!” seru Reynald.Dengan langkah cepat Rania masuk ke dalam ruangan Reynald. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Rania dengan sopan.“Ambilkan berkas warna biru muda di rak itu. Mau saya periksa untuk bertemu client sore ini,” ucap Reynald sembari menunjuk rak yang ia maksud.“Baik, Pak.
Listy. Ya, Listy lah orang yang berteriak memanggil Rania. Kedua teman baru Rania itu melambaikan tangannya agar Rania mendekat ke arah mereka. Melihat itu Rania lantas segera menghampiri meja kedua temannya, dan duduk diantara mereka.“Udah selesai?” tanya Vira dan hanya dijawab anggukan kepala oleh Rania.Rania kemudian memanggil pelayan kantin untuk memesan makan siang, karena malam ini sepertinya dia akan lembur seperti kemarin. “Mbak, saya pesan Nasi liwet, tapi pakai tahu dan tempe saja, ya?” ucap Rania tersenyum manis.“Oke, Mbak. Saya siapkan dulu, ya!” kata pelayan yang tampak masih sangat muda itu. Sepertinya itu anak dari ibu penjualnya, pikir Rania.Rania membuka sandi layar teleponnya, dan melihat apakah ada chat yang masuk ke dalam ponselnya atau tidak. Ternyata tidak ada pesan yang masuk ke nomor teleponnya, berarti ayahnya baik-baik saja. Ya, ponsel yang Rania pakai selalu ia gunakan untuk menerima kabar sang ayah jika tiba-tiba penyakit ayahnya kambuh. Sesekali Rania
Rania yang mendengar makian dari bosnya seketika hatinya merasa sakit. Rasanya dada Rania seperti ditusuk-tusuk oleh puluhan jarum yang membuatnya kesulitan untuk menahan buliran yang ingin keluar dari lubuk matanya.“Maksud Bapak gimana, ya? Memangnya apa yang sudah saya lakukan sampai saya membuat perusahaan Bapak rugi?” tanya Rania bingung.Dengan sekuat tenaga Rania mencoba untuk tetap terlihat baik-baik saja di depan bosnya. Rania berpura-pura jika dirinya sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Reynald, padahal sejatinya wanita itu sedang mati-matian berusaha agar tidak terlihat lemah di depan bosnya.“Sekali lagi saya mendengar ocehan tak bermutu dari mulutmu. Siap-siap kamu angkat kaki dari perusahaan ini.” Tak menjawab, Reynald justru memberikan peringatan pada Rania.“Baik, Pak. Saya minta maaf jika saya sudah salah bicara.” Wajah Rania hanya tertunduk menatap bawah. Wanita itu sudah tidak mampu lagi untuk menatap wajah garang bosnya. “Kalau gitu saya permisi dulu, Pak.