Share

Bab 4. Unbelieveable

Kencan hari pertama telah sukses dilalui David dan Sandra. Perasaan tak nyaman yang awalnya dirasakan oleh David pun sirna. Pekerjaan Sandra saat ini adalah seorang manajer keuangan di perusahaan barunya. Jadi wajar jika hunian dan penampilan Sandra kini tampak mewah dan glamor.

David pun secara intens membalas setiap pesan yang dikirim oleh Sandra. David dengan senang hati menanggapi setiap pesan dari Sandra selama itu tidak menganggu pekerjaan mereka masing-masing. Mereka pun merencanakan pertemuan kedua mereka di minggu depan.

Suatu pagi di ruang kantor yang dipimpin oleh David, terjadi sebuah kegaduhan kecil yang disebabkan oleh dua orang wanita. Seperti biasa, Bita mendapat berita mengejutkan dan ia pun segera memberitahukan kepada Sari, sobat bergosipnya. Sari mendengarkan dengan seksama cerita yang diungkapkan oleh Bita.

"Lo serius, Ta?" tanya Sari sambil menutup mulutnya.

"Gue sih serius kalau soal rumor itu, tapi yang benernya kayak gimana ya gue belum mastiin lagi." sahut Bita penuh keyakinan.

"Gila sih ini cewek. Cantik sih, tapi-"

"Iya cantik. Dia emang udah jadi primadona pas kita masih sekolah. Aku sih nggak pernah sekelas sama dia, tapi seluruh angkatan bahkan mungkin satu sekolah tau dia siapa." kata Bita menegaskan pendapat Sari.

"Kalau beneran mereka pacaran dan rumor itu bener, kasian Pak David sih." ucap Sari menanggapi foto yang tampil di layar ponsel Bita.

Ternyata mereka sedang membicarakan sebuah foto antara David dan Sandra saat mereka kencan beberapa hari yang lalu. Foto tersebut di upload oleh Sandra ke akun media sosialnya. Foto itu memang tak menjelaskan apapun perihal status hubungan mereka sedang berpacaran. Mereka hanya berfoto dengan posisi duduk berseberangan di sebuah meja restoran. Keduanya sama-sama menatap ke arah kamera. Sandra hanya membubuhkan sebuah caption 'Lunch with my old friend'.

Rumor yang beredar di anggota geng Bita sewaktu SMA adalah mereka mencurigai bahwa Sandra menjadi simpanan om-om alias Sandra punya Sugar Daddy. Bukan tanpa alasan, beberapa kali salah seorang teman Bita yang bekerja sebagai front office di sebuah hotel ternama memergoki Sandra keluar masuk hotel tersebut. Sandra bisa saja tak mengenali teman sekolahnya sendiri, tetapi dia sebagai primadona, siapa yang tak tahu sosok Sandra.

"Padahal ya, kamar yang didatengin Sandra itu udah di booking sama cowok loh. Katanya sih Om-Om. Hiiyyh." ucap Bita. Bulu kuduknya merinding sendiri saat membayangkan kejadian itu jika seandainya terjadi di depan matanya.

"Kerja, woy!" sebuah suara dari arah belakang Sari dan Bita mengejutkan mereka. Patrick berdiri sambil membawa setumpuk berkas. Sedari tadi ia sibuk mondar-mandir melalui mereka, tetapi mereka tak menggubrisnya. Malah makin asyik berbicara berdua. Patrick pun geram dan menegur mereka.

"Siapa tuh? Kok foto sama Pak David?" tanya Patrick malah penasaran karena tak sengaja melihat foto dari ponsel yang Bita pegang. Bita pun menjelaskan kembali siapa sosok wanita cantik yang ia tampilan di layar ponselnya. Patrick pun tampak tertarik dengan cerita yang Bita katakan. Sedangkan Sari tak bosan juga untuk mendengarnya kembali.

Pesona Bita sebagai ratu gosip memang tak terelakkan. Siapa pun yang mendengar cerita Bita, akan terlena dan terbuai. Bita begitu mendalami dan emosional dalam membawakan dongengnya, itulah sebabnya tak satupun kata yang tak ingin dilewatkan oleh para pendengarnya. Patrick, Sang Sekretaris teladan pada akhirnya bertekuk lutut menjadi pendengar setianya.

"Eheem." Suara dehaman terdengar dari balik komputer di meja kerja Bita. Ketiganya terperangah ketika tahu siapa yang berdiri di hadapan mereka.

"Pak David." ucap ketiganya berbarengan. Semua terlihat panik dan gelagapan. Patrick segera menegakkan tubuhnya. Ia sudah dalam posisi berdiri namun membungkuk karena ingin mendengarkan lebih jelas cerita Bita. Sedangkan Bita dan Sari segera beranjak dari kursinya. Tak lupa, Bita meletakkan ponselnya di atas meja dalam posisi terbalik, layar menghadap ke bawah.

"Kalian kembali bekerja dan untuk Bita masuk ke ruangan saya segera!" kata David tegas dan berwibawa.

Mampus!

Batin Bita panik dan takut. Sepertinya ia mau disidang karena membicarakan bosnya di belakangnya.

Sari pun menatap iba sahabatnya tersebut, "Ta, gimana dong?"

"Nggak tau deh. Semoga Pak David lagi baik." sahut Bita yang terus memanjatkan doa di dalam hati.

"Makanya kerja jangan kebanyakan nggosip!" ejek Patrick sambil berlalu pergi. Bita yang mendengar ucapan tersebut hanya bisa menghentakkan pelan kakinya karena sebal. Kalau bukan karena Patrick yang bertanya tadi, kejadian ini tidak akan ada.

Bita yang masih kesal melangkah masuk ke ruangan bosnya dengan langkah gontai. Ia mengetuk pintu pelan dan membukanya tanpa harus menunggu jawaban.

"Permisi, Pak!" sapa Bita perlahan. Bita melihat David sedang berdiri menghadap jendela yang terbuat dari kaca. Memandang keluar sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. Jas hitamnya tak sedang bosnya kenakan, hanya tersampir di kursi kerjanya. Setelan rompi dan celana berwarna senada yaitu abu-abu, membuat Bita terkesima melihatnya. Menurut Bita bosnya ini sangat tampan dan gagah. Perangainya juga ramah dan baik. Tetapi ketika sedang dalam kondisi amarah, oohh jangan berharap wajah tampan nan ramah itu akan terlihat.

"Silakan duduk!" Benar saja. Nada datar menggema di seluruh ruangan. Tanpa menengok sedikitpun, Bita menduga bahwa wajah bosnya pasti seperti iblis. Bulu kuduk Bita mendadak merinding dan jantungnya seperti mau copot.

"Baik, Pak!" kata Bita menurut saja. Ia terdiam dan terpaku hanya menatap sebuah berkas bermap warna kuning di atas meja kerja.

"Revisi lagi laporanmu itu dan serahkan hasilnya hari ini juga." kata David tanpa beralih sedikit pun ke arah Bita.

"Baik, Pak." jawab Bita singkat sambil mengambil berkas bermap kuning itu.

Hening.

Bita kikuk. Tak sabar apa yang ingin diucapkan lagi oleh bosnya tersebut. Ia pun memainkan jari-jarinya dengan cepat. Gugup. Jantungnya berdegup kencang.

"Kenapa masih di sini?" Bita terkejut dan melihat David sudah berbalik ke arahnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Ternyata dugaannya salah besar. Wajah iblis itu tak keluar dari wajah Pak David.

"Itu saja, Pak?" tanya Bita melongo.

"Iya."

"Baik, Pak." Bita menutup bibirnya yang melongo lalu beranjak dari kursinya dan memutar tubuhnya hendak meninggalkan ruangan itu.

"Kalau kamu masih ada yang mau dibicarakan dengan saya, silakan saja. Daripada kamu membicarakan saya dari belakang."

Deg!

Bita berhenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap David, "Maaf, Pak." ucap Bita sambil membungkukkan badannya.

"Silakan duduk, jika ingin bicara. Tidak baik membicarakan orang yang tak tahu kebenaran pastinya seperti apa. Apalagi itu mengenai privasi orang." kata David menasihati sambil menyeruput kopinya lalu duduk di kursi kerjanya.

"Silakan duduk!" perintah David menunjuk kursi di seberangnya dengan dagu. Bita hanya bisa menurut bak anak kecil yang dimarahi ayahnya. David menarik kursinya agar lebih dekat ke meja. Tubuhnya maju dan kedua tangannya ia lipat di atas meja. Kali ini wajahnya nampak serius, seakan siap mendengarkan cerita yang akan dikisahkan oleh Bita.

"Maaf, Pak, bukannya saya lancang. Tapi-" Bita dilema, haruskah ia menceritakan sesuatu seperti ini ke bosnya? Tetapi dia pun tak tega kalau Si Bos masuk dalam jeratan wanita itu. Bosnya terlalu sempurna, tidak cocok dengan wanita itu. Ah sudahlah, terlanjur tertangkap basah. Semoga saja dia nggak bete.

Bita pun menjelaskan dengan detail apa yang telah ia dengar sebelumnya. Tanpa mengurangi maupun melebih-lebihkanya. Termasuk tempat kejadian perkara, kapan saja itu terjadi, dan terutama rasa simpatinya kepada David.

"Terima kasih, Bita. Atas perhatian dan simpatimu. Saya apresiasi itu. Tetapi itu adalah ranah pribadi saya dan teman saya tersebut." David berkata dengan lembut dan ramah. Tidak ada sama sekali mimik wajah kemarahan, malah ia selalu tersenyum sepanjang Bita berbicara.

"Alangkah lebih baik, hal itu disimpan saja untuk jadi pembelajaran dalam diri kamu. Saya melihat, akhir-akhir ini kinerja kamu menurun. Menurut saya, kamu termasuk karyawan yang berbakat dan memiliki banyak potensi. Saya sangat menyayangkan kalau sampai sikap kamu ini berpengaruh pada kinerja kamu. Tolong, jaga sikapmu jika sudah di kantor." kata David memberi nasihat.

"Sudah ya, Bita. Fokus saja dengan pekerjaanmu. Silakan kamu revisi laporan tersebut. Saya tunggu maksimal besok pagi saja." lanjut David mencoba menenangkan Bita yang sudah tampak menyesal dengan perbuatannya.

"Baik Pak-terima kasih-maaf sekali lagi, Pak!" ucap Bita terbata lalu undur diri dari ruangan kerja David.

Tak dapat dipercaya! Cerita apa itu barusan ku dengar itu!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status