P.O.V Author
Mobil Zafira berhenti di halaman luas Bude Siti. Terlihat dekorasi mewah terpampang di depan mata, pasti harganya sangat fantastic. Terlihat di depan yang menyambut tamu adalah Aira dan beberapa Wanita. Zafira dari rumah sudah mempersiapkan Amplop berwarna cokelat yang di dalamnya ada uang senilai 5 juta. Pandangan mereka teralihkan ke arah mobil mewah berwarna grey yang terparkir di halaman. Wajah Aira terlihat tersenyum lebar sambil berlari ke dalam memberitahu Ibunya."Ibu ada tamu spesial, pake mobil mewah di depan, pasti amplopnya tebal," ucap Aira berbisik pelan di telinga Bude Siti yang sedang menyalami tamu dengan gelang yang kebak di tangannya. Juga cincin berjejer di jari nya. Pernikahan anaknya yang mewah menjadi ajang pamer juga."Serius kamu Ai?" Bude Siti langsung bergegas ke depan setelah berpamitan dengan besannya. Sedangkan suaminya– Rusdi hanya menatap dengan tatapan penasaran.Bude siti seketika melotot melihat mobil mewah di depan rumahnya.Wajahnya seketika pias menatap orang-orang yang turun dari mobil mewah itu."Ngapain kalian datang ke sini? Kalian nggak di undang, pake sewa mobil segala, biar kelihatan kaya ya? Dasar Halu!" Wanita tambun dengan dandanan menor itu langsung menyerocos."Saya datang kesini karena mewakili Bos saya untuk menghadiri pernikahan Jefri." Adnan berucap dengan wajah datar. Sambil menyerahkan Undangan kepada Bude Siti."Pasti kamu babunya jeffri di perusahaan kan? Pake sewa mobil segala. Biar kelihatan kaya gitu, padahal cuma OB," ejek Bude Siti sambil tertawa."Iya, ini mobil hasil rental." Ucap Zafira sambil tersenyum. Sedangkan Ibu mertuanya hanya terdiam. Amira terlihat mulai emosi namun Zafira langsung menggenggam tangannya. Jangan sampai rencananya ambyar gara-gara adik iparnya ngereog disini."Nggak usah ngaplop, paling cuma mapuluh rebu. Kesini juga cuma mau numpang makan enak kan, kalau bukan karena jefri udah aku usir dari sini." Kata bude siti dengan nada mengejek, sengaja mempermalukan karena yang menonton banyak orang."Wah kebetulan dong, tadinya mau ngamplop tapi mau gimana lagi, kan di suruh makan gratis aja, ya udah deh duitnya masuk tas lagi, Aman." Zafira mengeluarkan uang lima juta isi amplop cokelat, kemudian hendak memasukkan kembali ke dalam tas. Mata Bude Siti melotot melihat pecahan uang merah senilai lima juta di tangan Zafira. Wanita gempal itu langsung merebut uang itu dari tangan Zafira."Enak aja, kalau sudah niat mau ngamplop jangan di ambil lagi dong." Ucap Bude Siti sambil berlalu tanpa malu.Zafira hanya tersenyum menyaksikan kejadian di hadapannya."Silahkan masuk." Wanita yang berdiri di depan untuk menerima tamu mempersilahkan masuk. Sedangkan Aira hanya terdiam sejak tadi. Wanita itu masih trauma dengan kejadian kemarin.Zafira masuk dengan senyum penuh kemenangan."Ayo buk," Ajak Zafira.Buk Ningsih dan Amira mengekor dari belakang. Sedangkan Adnan sudah berjalan di depan Zafira."Selamat ya Jef, semoga sakinah mawaddah warohmah." Ucap Adnan sambil menyalami jefri."Pak Adnan— suatu kehormatan bagi saya karena bapak dan Buk Zafira Sudah berkenaan hadir di acara pernikahan saya." jefri menyambut mereka dengan mata berbinar. Sedangkan Bude Siti hanya melongo menyaksikan adegan di depannya."Buk, perkenalkan… ini Pak Adnan, Manager di perusahaan Jefri. Dan ini Buk Zafira, anak pemilik perusahaan sekaligus istri dari Pak Adnan."Buuugh!!Bude siti sudah jatuh pingsan di lantai, dan menimbulkan suara gedebugh karena tubuh gempalnya. Orang-orang langsung panik."Ih nggak seru ah, baru mulai sudah pingsan." Batin zafira yang rasanya ingin tertawa. Bude Siti sudah di pindahkan ke kamar.Sedangkan para tamu undangan masih bersalam-salaman dengan pengantin."Kata bidan, Ibu kecapekan dan sedikit syok tekanan darahnya juga agak tinggi." Bisik Aira kepada Alisya–Adiknya sekaligus oengantin yang menjadi ratu hari ini.Tamu-tamu terkagum kagum menyaksikan penampilan Zafira yang terlihat ellegan dan berkelas. Adnan pun tak luput dari perhatian perhatian tamu wanita yang hadir di sana. Buk Ningsih dan Amira juga tak luput dari perhatian mereka. Wanita yang sehari-harinya selalu tampil lusuh kini tampil dengan gaun mewah dan berkelas.Adnan menggenggam tangan Zafira erat sekan menunjukkan pada dunia bahwa wanita cantik nan anggun itu adalah istrinya dan miliknya. Zafira yang sedari tadi memasang wajah penuh wibawa seketika pucat. Tangannya menjadi sedingin es karena gugup. Detak jantungnya berpacu cepat. Wanita itu berusaha menetralisir rasa gugup dengan meminum jus orange di hadapannya. Perlahan ia mulai menguasai diri. Zafira langsung tersenyum menatap Adnan yang pandangannya lurus menatap objek di depannya. Zafira balas menggenggam tangan adnan erat.Adnan seketika langsung reflek menghadap ke arah wanita dinsampingnya. Ada perasaan aneh menyelusup di dalam Hati Adnan. Debaran yang selalu di rasakan ketika berdekatan dengan wanita di sampingnya. Adnan tidak berani menyentuh Zafira bukan karena tak cinta, tetapi karena minder juga merasa tak pantas. Adnan diam-diam selalu menyelipkan nama Zafira di setiap sujudnya. Lelaki itu jatuh cinta pada pandangan pertama, dan tidak menyangka bahwa wanita karier yang di kaguminya kini menjadi istrinya. Posisi Adnan di perusahaan juga bukan karena dia Menantu pemilik perusahaan, tetapi murni karena kejujuran dan dedikasinya di perusahaan.* * * Sampai acara selesai bude siti tidak muncul. Setelah berpamitan mereka langsung pulang ke rumah. Dulu ketika ada acara di rumah Bude setelah acaranya selesai, Bu Ningsih lah yang oaling sibuk namun kini, Ibu mertua Zafirah menjadi tamu terhormat di acara mewah ini."Terima kasih nduk, kamu sudah mengangkat derajat Ibu di hadapan mereka." Kata Bu Ningsih kepada menantunya."Selamanya Fira tidak akan membiarkan Ibu di hina lagi. Fira akan membuat semua orang kampung menghormati Ibu." Zafira berucap sambil memeluk mertuanya. Adnan langsung tersenyum menyaksikan adegan mengharukan di hadapannya. "Terima kasih." Adnan berucap lirih di telinga Zafirah.Zafira hanya tersenyum menanggapi.Amira sejak sampai langsung masuk ke kamar untuk gati pakaian."Lusa rumah Ibu mau di renovasi. Nanti malam kita bicarakan kuliah Amira." Ucap Adnan sambil merangkul bahu Ibunya."Nggak usah Nan, sebaiknya di tabumg untuk masa depan." Ucap Bu Ningsih lirih dengan mata yang berkaca-kaca."Tabungan Adnan sudah cukup untuk merenovasi rumah ibu. Itu impian Adnan sejak dulu." Ucap Adnan sambil memeluk Ibunya."Banyak kenangan yang tersisia di rumah ini Nan, setiap sidut rumah ini menjadi saksi bisu kisah masa kecil kalian, juga kenangan bersama Almarhum Ayah kalian." Ucap Bu Ningsih dengan mata menerawang dan bulir bening yang berlomba lomba keluar.Adnan mengusap-usap punggung ibunya."Andai Ayah kalian masih ada, pasti juga akan bahagia." Lanjutnya dengan air mata yang sudah menganak sungai. Zafira ikut mengusap-usap punggung Ibu mertuanya. "Rumah ini nggak usah di Renovasi," Ucap Zafira. Adnan langsung melotot mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita yang di kaguminya tersebut.Kira-kira kenapa Zafira tidak mau merenovasi Rumah mertuanya?Apakah kebaikan yang di tunjukkan selama ini hanya pencitraan? Temukan jawabannya di Next Bab…"Rumah ini enggak usah di renovasi!" Ucapan Zafira membuat Adnan seketika membeku. "Maksud Zafira, Rumah ini nggak usah di renovasi, kita bangun rumah baru buat Ibu di tanah yang baru." Sambung Zafira yang membuat prasangka buruk Adnan terhadapnya terpatahkan. "Tapi—," Ucapan Adnan terhenti karena pintu depan di hempaskan kuat. Semua mata memandang ke arah pintu."Ada apa Mas?" Tanya Ningsih dengan wajah panik karena kaget."Kembalikan uang 50 juta yang dulu kalian pinjam untuk biaya rumah sakit Rusli–suamimu!" Bentak lelaki yang berdiri di ambang ointu rumah Ningsih."Astagfirullah Mas, seenggaknya ucapkan salam dulu sebelum masuk,"Ningsih menjawab dengan nada sopan."Halahh.. Rumah kayak kandang ayam aja harus pake salam segala. Cepat kembalikan Uang itu!" Bentak Rusdi–suami Bude siti dengan tatapan nyalang. "Pakde Rusdi yang terhormat, anda orang terpandang di desa ini, tolong sisipkan sedikit etika untuk menjaga marwah anda," Adnan berucap dengan wajah tenang. "Heh Anak miski
"Kurang ajar si anak si*lan itu!" Lelaki dengan tampang sangar itu tampak ngedumel."Berani-beraninya dia mengancamku, belum tau aja siapa Rusdi! Awas kamu Zafira. Aku akan membalasmu!" racau lelaki itu dengan nada emosi. Braakk!! Pintu rumah dihempaskan kuat. Wanita tambun yang tengah duduk di sofa itu langsung terperanjat."Ada apa toh, Pah? Datang-datang kok, marah-marah. Papa dari mana?" Siti yang terkejut langsung berdiri menyambut suaminya."Dari rumah Ningsih," ucap lelaki itu dengan wajah masam."Kurang ajar menantu Ningsih itu! Berani-beraninya dia mengancamku," lanjut Rusdi dengan wajah geram."Ngancam gimana maksudnya Pah? Memang kurang ajar menantu ningsih itu! Zafira ngancam apa pak?" cerca Siti dengan mimik wajah penasaran. "Jangan banyak tanya dulu! Cepat buatkan minum, aku haus!" bentak Lelaki bertampang sangar itu. "Nggak usah ngebentak juga pak!" balas Siti dengan nada sengit. Wajah Rusdi semakin memerah menahan kesal."Neeem! Inem! Buatkan minum!" teriak Siti l
POV Zafira Aku sedang jalan sore bersama Amira, ketika di depan rumah Bude Siti aku terkejut. Ada mobil yang terparkir di halaman rumah dan sepertinya tidak asing. "Kok platnya kayak kenal?" Monolog Ku dengan dahi berkerut. Aku terfokus menatap mobil hitam metalik di hadapanku. "Kenapa? Kaget? Pengen? Hahaha… sampe melotot gitu liatin mobil mewah. Katanya orang kaya, kok udik banget! Liatin mobil mewah langsung melotot gitu." Suara Bude Siti yang menggelegar berhasil membuatku kaget. Para tetangga pun berdatangan. Suara Bude Siti yang menggelegar seakan menjadi undangan gratis untuk tetangga. Tampang kepo terpampang jelas dari wajah-wajah mereka. " Ada apa, Mbak? Ayo!" Amira menarik tanganku. Sepertinya adik iparku ini takut di cerca lagi dengan hinaan. Alisya berdiri disamping Ibunya sambil bersedekap di dada. Wajahnya tampak angkuh. Sedangkan Pakde Rusdi berkacak pinggang dengan tampang garang yang menghiasi wajahnya."Mobil siapa ini?" Aku bertanya kepada Bude. Mobil ini
"Ibu kenapa?" tanyaku khawatir. "Nggak kenapa-kenapa kok, Nduk," jawab Ibu sambil tersenyum. Ibu sepertinya ingin menyembunyikan penyebab tangisnya. Namun mata sembab itu tidak bisa berbohong. "Matanya sembab gitu, Ibu habis nangis, ya?" Amira bertanya kepada Ibu Mertua. "Nggak apa-apa kok, Nduk. Ibu hanya kangen sama Ayah," ucap Wanita itu sambil menunduk. Bulir bening melintasi pipinya yang sudah tampak keriput termakan usia. Amira langsung berjalan menghampiri Ibu mertua, kemudian memeluknya erat. Menyalurkan kekuatan kepada sang Ibu. Sedangkan Mas Adnan– Si beruang kutub memalingkan wajahnya dari pemandangan yang mengharukan itu. Mata elangnya juga tampak berkaca-kaca. Kerinduan yang paling menyiksa adalah merindukan orang yang tidak dapat lagi kita temui lagi di dunia. Tanpa sadar air mataku juga turut menganak sungai menyaksikan pemandangan haru di depan mata. Aku langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan air."Minum dulu Bu," ucapku seraya mengusap-usap punggun
Para tetangga julid itu pun berlalu dengan wajah pias. Aku tersenyum puas menatap wajah mereka yang tampak pucat. Saat hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul manusia yang selalu membuat tensi naik. Siapa lagi kalau bukan Bude Siti Squad. Mau apa lagi mereka ke sini? Kurang satu orang, Mbak Aira. Akhir-akhir ini si nenek lampir itu tidak pernah ikutan dengan squadnya. Mungkin masih trauma dengan gambar di layar handpone ku. Wkwkwk Aku langsung mempersilahkan mereka masuk dengan sopan. Dari dalam ada tukang yang hendak pulang setelah memasang Ac di ruang tamu dan tiap-tiap kamar. Sofa-sofa dan printilannya juga sudah tersusun rapi. Kali ini pemandangan di rumah mungil ini sangat berbeda. Aku menangkap tatapan iri dari wanita bertubuh gembrot itu. "Silahkan masuk, Bude, Pakde, Alisya," ucapku sambil tersenyum. Sedan
Aku tersenyum mendengar obrolan Ibu dan putrinya. Setelah sholat magrib, kami lanjut bercengkrama di ruang tamu merangkap ruang Tv. "Assalamualaikum," ucapan salam dari pintu depan membuat mata kami sontak beralih ke pemilik suara bariton di ambang pintu."Waalikumussalam." Serempak kami menjawab salam lelaki satu-satunya di rumah ini. Wajah teduhnya sungguh membuat siapa saja yang menatap wajahnya merasa damai. Lelaki impian banyak wanita. Aku wanita beruntung yang mendapatkan lelaki sholeh dan penyayang sepertinya. Meskipun belum pernah merasakan indahnya malam pengantin bersamanya. Duhh kesitu lagi kan? "Mbak! Melamun mulu dari tadi," suara panggilan Amira membuatku langsung tersentak dari lamunanku. Tangan kekar itu sudah menjukur di depan wajahku. Lelaki bermata sayu itu tersenyum ke arahku. Jantungku berdetak cepat seperti akan lepas dari tempatnya.
Aku mengendap-endap keluar dari kamar mandi. Malu kalau sampai kepergok Ibu mertua mandi dan keramas sebelum subuh. Sedangkan Mas Adnan tampak santai saja. "Udah mandi, Dek? Katanya mau minum? Nggak bilang kalau mau mandi, biar Aku temenin," ujar si Beruang kutub yang sudah mulai mencair. Aku hanya cengengesan mendengar ocehannya. "Malu kalau mandi sebelum sholat subuh. Biasanya Ibu udah bangun, kalau ketahuan keramas gimana dong?" ucapku sambil mencari baju ganti."Ya nggak apa-apa tho Dek, Ibu juga pasti paham kok," sahut Mas Adnan sambil beranjak menuju pintu kamar. "Mau kemana, Mas?" tanyaku. "Mau mandi juga, malu kalau ketemu Ibu habis keramas," jawabnya sambil nyelonong keluar. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum simpul. Katanya nggak apa-apa, padahal malu juga. Setelah sholat subuh kami langsung melakukan rutinitas seperti biasanya. "Dek, mau jalan-jalan pagi nggak?" bisik Mas Adnan. Suaranya terdengar oleh Ibu yang berada di dekatku. "Sana jalan-jalan gih. Pagi beg
"Aku ingin jalan-jalan ke kebun teh di ujung Desa sana Mas, boleh?" pintaku kepada lelaki dengan rahang tegas itu. "Ayoo!" Lelaki bermata elang itu menjawab singkat. Aku tersenyum senang mendengar jawabannya."Terima kasih, Mas," ucapku dan hanya di tanggapi dengan senyumnya yang membuatku semakin klepek-klepek. Lelaki itu menggenggam tanganku erat. Kami sampai di kebun teh yang sangat luas dan pemandangannya sangat indah. Kebun teh ini menjadi perbatasan antara kampung ini dan kampung seberang. Banyak pemetik teh yang juga berasal dari desa seberang. Aku menghirup napas dalam-dalam guna mengisi rongga dada dengan udara segar pedesaan. Udara yang fresh dan masih belum terkontaminasi debu dan polusi seperti di perkotaan. "Seneng bener," ucap Lelaki di sampingku. "Udaranya seger Mas, bikin rileks, nggak kayak di kota. Sepertinya aku bakalan betah disini," ujarku sambil tersenyum memandang hijaunya daun teh yang menyegarkan mata. Aku menatap bangunan yang hampir selesai di se