"Saya diminta Tuan Abizar untuk menjemput Tuan dan membawa ke hadapannya," jawab Lelaki itu dan memberikan kode kepada temannya.Tidak berapa lama, dua orang datang dan meminta Langit masuk ke salah satu mobil mereka. Sementara lelaki yang tadi mencegat Langit langsung masuk ke mobil milik Langit diikuti oleh salah satu yang lainnya dengan membawa kardus besar. Entah apa isinya.Langit berusaha melawan, tapi tidak bisa. Mereka bersikeras tetap memaksa."Jangan melawan, kami tidak akan menyakiti Tuan Muda," ujar salah satunya."Anak saya di mobil itu," jawab Langit."Tenang aja, kami sudah membeli banyak mainan. Dia tidak akan rewel, teman yang disana paling ahli main sama anak kecil," jawabnya.Mobil mulai bergerak, di depannya mobil milik Langit berjalan lebih dulu dan mereka melalui jalan yang ramai. Langit tetap tenang, karena dia melihat mobil yang membawa Biru tetap berjalan santai. Di dalam pikiran Langit sangat yakin kalau itu adalah orang-orangnya Dion.Namun, sangat Langit ter
"Sudah saya katakan kalau saya tidak punya ayah," jawab Langit."Maafkan papa," ujar Abizar sambil berlutut.Langit sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Abizar. Selama hidupnya belum pernah orang memperlakukan dia seperti ini. Yang ada dialah yang selalu di hina dan di rendahkan. Dan tiba-tiba seseorang yang jauh lebih tua darinya seperti Abizar malah berlutut."Apa yang bapak lakukan?" tanya Langit yang segera mengangkat tubuh Abizar untuk duduk. Dia tidak bisa membiarkan seseorang sujud kepadanya karena dia bukanlah orang yang baik."Mohon maafkan papa, Langit. Ada banyak hal yang terjadi. Papa melihat pernikahan kalian di internet dan papa sangat yakin kalau kamu adalah anakku," jawab Abizar.Langit menyugar kasar rambutnya. "Kalau memang bapak adalah papaku, kemana selama ini?"Suara Langit bergetar hebat saat menanyakan hal itu. Rasanya begitu sakit kalau mengingat bagaimana perjuangannya untuk hidup. Sedangkan saat dia sudah sebesar ini ada seseorang yang datang mengak
"Maaf, tadi Biru mau main di taman. Dan Jingga sudah mengizinkan," jawab Langit sungkan."Ck!" Nyonya Leni berdecak dan melengos masuk ke dalam rumah.Langit tidak ambil hati, dia tetap mengeluarkan semua belanjaan dan juga mainan milik Biru. Dan tidak ada yang peduli dengan kedatangan mereka, kecuali pembantu yang membantu membawakan semua belanjaan.Melihat kondisi seperti ini, Langit merasa tidak heran kalau Biru menjadi seperti itu. Sebab, tidak ada perhatian dari semua orang untuknya. Termasuk Jingga. Yang Jingga pedulikan hanyalah memenuhi kebutuhan materi Biru, tidak peduli dengan perhatian yang dibutuhkan oleh Biru."Pa, besok kita main lagi ya," ujar Biru setelah semua mainan dibawa masuk ke kamar."Iya, Biru."Suasana rumah keluarga Fargo itu sangat sepi, meskipun Nyonya Leni dan Jingga ada dirumah. Dan hari ini sepertinya Tuan Fargo sibuk di kantor, sehingga sudah pukul sembilan malam belum pulang.Bahkan di rumah yang sebesar itu tidak ada makan malam bersama, mereka seper
“Astaga! Mati aku!” gumam Langit yang membalikkan badannya dengan perlahan takut melihat orang yang di depannya. Yang dia takutkan adalah kalau itu Nyonya Leni.Tamatlah riwayatnya, baru dua malam menjadi menantu di keluarga out dan nasibnya sepertinya sudah tidak lagi tertolong. Bahkan uang yang diberikan Jingga tadi belum sempat dipindahkan ke rekeningnya atau rekening ibunya.Dan tangan itu menarik Langit segera meninggalkan tempat itu.“Apa yang Tuan lakukan?” tanya suara itu lagi.Langit memberanikan membuka matanya saat mendengar suara itu memanggilnya dengan sebutan ‘tuan’ dan itu artinya bukanlah ibu mertuanya atau Jingga, melainkan pembantu yang tinggal di rumah utama. Dan itu ada tiga orang, berarti salah satu dari mereka.“Bi Inah?” tanya Langit setengah berbisik sata melihat orang yang ada di depannya itu adalah Bi Inah, pembantu yang sudah mulai sepuh.Bi Inah menempelkan jarinya di bibir, itu menandakan meminta Langit untuk diam saja. Entah diam untuk apa yang Langit den
“Ada apa?” tanya Langit yang masih belum mengerti apa maksud dari mertuanya itu. karena mereka baru saja bertemu pagi ini. Dan di dalam hati Langit curiga kalau mertuanya tahu jika dia menguping ruang kerja beliau semalam.“Masih bertanya! Kau menikah dengan Jingga untuk menguras habis uang Jingga. Kau pasti telah mengancam Jingga, makanya Jingga memberikan separuh sahamnya untukmu! Dasar sampah tidak tahu malu, pergi!” teriak Tuan Fargo marah.“Hah!” tanggap Nyonya Leni yang baru saja keluar kamarnya karena mendengar keributan itu.Sontak saja istri Tuan Fargo terkejut kala mendengar hal itu, sejak awal mereka sudah menduga kalau lelaki muda seperti Langit pasti memiliki tujuan tertentu. Dan baru saja dua hari, semua sudah terbuka dengan jelas.Ternyata keributan itu juga memancing Jingga keluar dari kamarnya, dengan masih mengucek matanya Jingga turun. Dia sangat terkejut saat melihat Langit sedang berhadapan dengan papanya. Dia belum tahu apa yang terjadi.“Ada apa sih pagi-pagi su
"Biru!" Jingga juga berteriak dari lantai dua dan kemudian terdiam mematung saat melihat anaknya yang tergeletak di bawah dan Langit dengan segera memeluk Biru.Kaki Biru tergelincir, sehingga membuatnya jatuh terguling di tangga. Dari lima anak tangga hingga jatuh ke lantai. Tampak ada darah dilantai, entah bagian mana yang terluka. Karena saat ino Biru tidak sadarkan diri."Jingga! Bawa kunci mobil!" teriak Langit menyadarkan Jingga yang kemudian berlari turun ke bawah dengan kunci mobil di tangannya.Sementara itu, Tuan Fargo dan istrinya hanya diam mematung. Mungkin karena terlalu syok dengan kejadian hari ini. Mereka pastinya tidak menyangka kalau Biru akan mengejar Langit.Dan juga pastinya mereka tidak tahu kalau hubungan Langit dan Biru itu sudah begitu dekat. Sehingga Biru akan ikut saat Langit pergi dari rumah itu.Brrruuum!Langit mengemudikan mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi. Baginya saat ini adalah keselamatan Biru. Sedangkan Jingga duduk di sebelahnya dan Biru
"Siapa kamu?" tanya Langit yang sedikit khawatir, karena Langit tidak mengenal suara tersebut.Dan kalau dia tahu apa yang terjadi pada Biru, itu artinya ada yang terus memata-matainya."Ini papa," jawab suara di ujung sana.Langit menghela nafas lega, setidaknya itu bukanlah Dion yang selalu berusaha merebut Biru darinya. Walaupun dia juga begitu kesal saat tahu kalau itu adalah Abizar. Langit merasa hidupnya menjadi tidak tenang, Abizar sepertinya selalu mengawasinya."Baik, hanya butuh perawatan," jawab Langit dengan datar.Tut!Langit langsung mematikan sambungan telepon tersebut, dia merasa tidak tenang diganggu seperti itu.Langit melihat ke arah Jingga yang ternyata sedang memperhatikannya dengan intens. Dan sudah pasti membuat Langit merasa tidak nyaman."Siapa?" tanya Jingga penasaran. Karena pastinya Jingga tahu kalau orang itu bertanya keadaan Biru. "Seorang kenalan," jawab Langit mengalihkan pandangannya. Langit tidak bisa menjelaskan kepada Jingga kalau Jingga bertanya
"Aku serius. Tuan Abizar mengkhawatirkanmu," jawab Beni.Langit menggelengkan kepalanya, dia tidak percaya dengan penjelasan Beni. Langit yakin kalau Abizar pasti ada tujuan lain."Sampaikan sama Tuan Abizar, aku bukanlah menantu yang diharapkan oleh Tuan Fargo. Bahkan saat ini aku sudah diusir dari rumahnya. Jika Tuan Abizar mau sesuatu dari Fargo dengan memanfaatkanku, itu semua percuma," ujar Langit kemudian.Sontak saja apa yang Langit katakan itu membuat Beni terkejut. Dia tidak menyangka kalau ternyata masalahnya sangat tidak sederhana. Bahkan saat ini Langit sudah di usir oleh tuan Fargo.Beni ingin segera melapor kepada Tuan Abizar, namun beberapa saat kemudian Langit kembali bersuara."Kamu antarkan sendiri ke ruangan Biru apa yang kamu bawa itu, dia pasti sangat senang bertemu denganmu," ujar Langit kepada Beni."Boleh saya masuk?" tanya Beni memastikan.Langit hanya menganggukkan kepalanya. Dia tidak mungkin melarang Beni masuk. Karena Biru pasti sangat senang kalau bertemu