Share

Bab 06

"Kenapa kamu terlihat gugup?" tanya Andra pada perempuan di depannya.

Kiara berdehem untuk memenangkan diri. "A-aku tidak gugup. Hanya saja ... aku tidak terbiasa dekat dengan laki-laki seperti ini."

Selama ini Kiara hanya fokus pada sekolah dan ingin membahagiakan kakaknya. Tidak ada waktu untuk dekat, bahkan dia tidak pernah memikirkan sama sekali. Walaupun Kiara yang cantik, pintar, dan humble pada siapapun banyak disukai oleh teman laki-lakinya, tetapi Kiara selalu menolak untuk menjalin hubungan agar pikirannya tetap fokus pada tujuan.

"Oh ya?" seru Andra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Baguslah kalau begitu."

Dahu Kiara mengerut. "Apanya yang bagus?"

Andra tidak menjawab pertanyaan istri keduanya. Dia membuka laci yang ada di samping ranjang, lalu mengeluarkan sebuah map berwarna hijau yang segera diberikan pada Kiara.

"Itu surat perjanjian selama kita menikah!"

"Su-surat perjanjian?"

Andra mengangguk. "Hm, aku tidak mau memberikan harapan atau janji palsu padamu, jadi aku harap kamu bisa mengerti kalau aku-- ."

"Aku mengerti kok, Mas," timpal Kiara sambil tersenyum. Dia kembali melanjutkan membaca semua isi dalam surat perjanjian di tangannya. "Aku setuju dan aku tau kok kalau Mas membut surat ini demi kebaikan kita bersama."

Tidak ada isi dalam surat yang memberatkan Kiara. Semua point-nya tidak merugikan, hanya pada bagian segera memiliki anak saja yang membuat Kiara sedikit sangsi. Pasalnya, mau subur seperti apapun sepasang suami istri kalau Tuhan belum berkehendak memberikan keturunan, maka mereka akan lama punya keturunan.

"Bagaimana kalau aku lama ngasih Mas dan Tere keturunan? Kita tidak pernah tau kapan Tuhan akan memberikan kita keturunan, bisa cepat ataupun ... lama," tanya Kiara tidak mau Andra menyesal atau menyalahkannya di kemudian hari.

Helaan napas dilakukan oleh Andra. "Kalau kita tidak segera punya keturunan, artinya aku yang bermasalah."

"Hah? Maksudnya?"

Andra tidak berniat menjawab, malah berdiri dari duduknya. "Sebaiknya kamu segera tanda tangani, lalu letakkan kembali ke dalam laci. Dan jangan pernah bahas soal suray itu di depan Tere. Aku tunggu di bawah."

Tanpa menunggu jawaban dari Kiara, Andra berlalu begitu saja. Tentu saja Kiara tidak protes dengan sikap yang lelaki itu tunjukkan, toh sudah biasa Andra bersikap begitu padanya. Dengan segera dia tanda tangan surat perjanjian dan meletakkannya ke dalam laci. Kiara tidak mau berlama di kamar yang bukan miliknya, nanti khawatir ada yang hilang dan dia yang dituduh. Meskipun Tere tidak mungkin menuduhnya begitu saja.

Perempuan cantik itu turun ke lantai satu. Di sana nampak Tere yang sedang duduk sambil makan buah potong bersama Andra. Pasangan itu tampak romantis dengan Andra yang terlihat menggoda Tere sampai tersipu. Rasanya Kiara mau pergi saja dari sana. Bukan karena cemburu, melainkan tidak mau menjadi Penggangu di antara mereka.

"Ra," panggil Tere yang menyadari keberadaan Kiara. "Sini, aku sudah siapkan minuman dan ada beberapa cemilan juga."

Kiara mendekat hendak duduk di samping Tere, namun temannya itu menyuruh duduk di seberangnya tepat di samping Andra. Dengan pasrah Kiara menurut dengan canggung berada di antara Tere dan Andra. Apalagi sikap Andra kembali diam. Tidak seperti tadi saat hanya ada Tere dan lelaki itu.

"Makan saja semuanya, rumah ini sekarang juga rumahmu," ucap Tere masih dengan senyum senangnya.

"Iya, makasih dan ... maaf karena aku udah ganggu kalian," ucap Kiara dengan raut sungkan.

"Ish, ganggu apaan sih! 'Kan aku sudah bilang kalau rumah ini juga rumahmu," timpal Tere dengan cepat. "Kamu jangan sungkan-sungkan, kita ini saudara dan suami kita juga sama."

Mungkin Tere bisa bersikap biasa, tetapi tidak dengan Kiara yang masih harus beradaptasi dengan kebiasaan barunya. Menjadi istri kedua yang harus melihat kemesraan suami dan istri keduanya. Kiara merasa kalau dirinya menjadi obat nyamuk di antara mereka.

Selesai makan dan minum, Kiara hendak kembali ke rumah sakit. Namun, Tere tidak mengizinkan karena sudah larut malam. Tere tidak mau ada apa-apa dengan Kiara.

"Kamu menginap di sini saja, Ra," pinta Tere dengan wajah memohon. "Lagian ini malam pertamamu dan Bang Andra. Kalian harusnya menghabiskan waktu bersama."

"Eh?!" Kiara mengedip-ngedipkan matanya. "Ma-malam pertama?"

Tere mengangguk. "Iya, makanya aku mau kamu menginap di sini." Lalu dia melihat pada sang suami. "Mas mau 'kan malam ini menghabiskan malam dengan Kiara?"

Entah terbuat dari apa perasaan Tere yang begitu santai meminta suaminya menghabiskan malam dengan wanita lain, walaupun istri keduanya sendiri. Tidak ada raut keberatan dari Tere, bahkan dia meminjamkan 'pakaian dinas' pada Kiara.

Pakaian berwarna merah menyala yang menunjukkan tiap lekut tubuhnya, membuat Kiara jadi malu sendiri mengenakan pakaian itu. Saat ini dia sudah berada di dalam kamar dengan menyelimuti seluruh tubuhnya, hanya tersisa bagian kepala saja. Sedangkan Andra masih berada di luar, tetapi Kiara berharap agar suaminya tidak jadi tidur bersamanya.

Ceklek!!

Pintu kamar terbuka, Kiara melihat Andra yang masuk ke dalam kamar dengan pakaian tidur kaos hitam pas badan dan celana trining berwarna senada. Lelaki itu duduk di samping Kiara yang masih dengan posisi yang sama.

Glek!!

"Kenapa menutupi tubuhmu seperti itu?" tanya Andra melihat aneh pada istri keduanya.

"I-itu karena aku ... ."

Andra menaikkan sebelah alisnya. "Kamu ... sudah siap melakukannya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status