Bab 8 Berita Yang Tersebar Di Media
"Iya, Mbak. Saya mengerti."
Setelah meraih flashdisk tersebut, Arga pun segera menyimpannya dan menyelesaikan pekerjaannya. Barulah beberapa saat kemudian Arga pamit dan pergi meninggalkanku.
"Saya permisi, Mbak," pamit Arga.
Aku mengangguk kecil tanda mengiyakan kepergian Arga. Dan di saat Arga mulai melangkahkan kakinya, di momen itu lah aku tersenyum menyerigai dengan tatapan tajam ke depan. Membayangkan keberhasilanku dalam membalaskan rasa sakitku terhadap Bu Mirna.
***
Arga memang luar biasa. Wartawan kenalan Mas Bima itu sangatlah membuatku puas dengan pekerjaannya yang padahal baru kemarin aku memintanya. Dan hari ini aku sudah menuai hasilnya.
"Mas! Mas Alvin?!"
Aku berjalan terburu-buru mendekati Mas Alvin yang masih sibuk dengan ponselnya. Entah, entahlah siapa yang menghubunginya di waktu sepagi ini. Tapi, memang begitulah suamiku. Kesibukannya yang entah berkaitan dengan pekerjaannya atau tidak sering kali tak mengenal waktu.
Meski demikian, Mas Alvin tak pernah mengabaikanku sedetik pun. Setiap kali aku membutuhkannya ia selalu sedia untukku. Bahkan di waktu sibuknya sekalipun ia tetap berusaha memperhatikanku walaupun hanya sekedar mengabariku kalau ia tengah dalam urusan tertentu.
Tak hanya itu, laki-laki yang menikahiku beberapa hari yang lalu itu juga tak pernah meninggalkan lima kewajibannya kepada Sang Pencipta. Justru, aku lah yang malah seringkali terkena teguran darinya jika terlambat melaksanakan kewajiban yang mana seharusnya dilakukan oleh seorang muslim.
Sempurna, bukan?
"Ada apa sayang? kenapa kamu kelihatan panik?" tanya Mas Alvin padaku.
Ku ulurkan ponselku di depan Mas ALvin. Aku memperlihatkan sebuah berita yang diduga ada keterkaitannya dengan kantor di mana saat ini memjadi tempat kerjanya.
"Ini kantor kamu, kan, Mas?" tanyaku.
Mas Alvin meraih ponselku dan melihat berita datwitter tersebut dengan lebik seksama.
"Sebuah kecelakan tunggal yang dialami seorang karyawan perusahaan Arshaka di Boyolali dua tahun yang lalu menuai banyak kejanggalan. Dari pimpinan yang diduga terlibat hingga kasus asmara." Mas Alvin tampak kebingungan usai membaca berita barusan. Dan secara perlahan ia mengembalikan ponsel milikku.
"Aku tadi nggak sengaja nemu berita ini fyp di beranda tiktok ku. Terus aku coba cari di i*******m dan twitter ternyata nggak kalah ramai. Apa menurutmu pimpinan perusahaan itu maksudnya mama?" tanyaku pura-pura tak mengerti.
Mas Alvin menatapku dengan tatapan sedikit dingin. Dimana tatapan yang cukup membuatku gugup hingga menyebabkan sedikit ketakutan ada pada diriku.
"Kita ke rumah mama sekarang. Ayo!" tanpa menunggu persetujuanku, Mas Alvin menarik tanganku begitu saja.
***
"Ma?! Mama?!" Mas Alvin terus berlari mencari keberadaan Bu Mirna.
Hingga akhirnya suamiku itu menemukan ibunya yang sedang sarapan bersama dengan Dewi di meja makan. Dari kejauhan tampak jelas ekspersi ibu mertuaku itu seperti sedang menahan amarah. Mungkin ia sudah tahu tentang berita yang saat ini tengah ramai di bicarakan di media sosial.
Dengan langkah terburu-buru Mas Alvin menghampiri ibu nya. Sedangkan aku tetap berjalan dengan santai mengikutinya dari belakang.
Mas Alvin menarik kursi yang berseberangan dengan ibu nya itu. Lalu tanpa basa-basi Ia pun menodong ibu kandungnya dengan pertanyaaan yang mengenai berita yang ada di media sosial saat ini.
"Mama udah tau berita hari ini?" tanya Mas Alvin serius.
Bu Mirna mengangguk ke arah anak lelakinya itu. Aku yang melihat wajahnya yang tampak geram hanya bisa tersenyum puas di dalam hati.
"Permaian dimulai," batinku.
Tepat setelah itu tiba-tiba ibu mertuaku itu menerima sebuah panggilan telepon. Bu Mirna tampak terkejut ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Bu Mirna menghela napasnya lalu dengan tenang ia pun mengangkat panggilan tersebut.
"Kamu datang ke kantor saya, sekarang!" teriak seseorang dari seberang telepon. Saking kencangnya teriakan itu hingga membuat ibu mertuaku itu reflek menjauhkan benda pipihnya itu dari telinganya.
"Siapa, Ma?" tanya Mas Alvin.
"Pak Chandra," jawab Bu Mirna. Lalu menoleh ke arah Dewi yang berada di depannya. "Dewi tolong kamu siapkan semuanya. Kita ke kantor Pak Candra sekarang juga," perintahnya pada orang kepercayaannya itu.
Dewi mengangguk dan mengiyakan ucapan dari atasannya yang barusan. "Baik, Bu."
Dewi pun pergi dengan meninggalakan tatapan tak suka nya padaku. Tatapan yang hampir tak pernah absen ketika berhadapan denganku.
"Aku yakin kamu pasti juga terlibat dalam kecelakan bapak ku. Lihat saja nanti, pembalasan ini pasti akan sampai ke kamu," batinku. Membalas tatapan tajam ke arah Dewi yang sudah mulai melangkahkan kakinya.
***
"Mas, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mama tiba-tiba panik gitu?" tanyaku sesaat setelah Bu Mirna pergi.
Mas Alvin mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu menoleh ke arahku yang duduk di sebelahnya. Suamiku itu terdiam sejenak dan menatapku dengan amat serius. Barulah kemudian ia mulai bercerita bahwa kepanikan yang dirasakan ibu nya sekarang ini akibat dari berita yang baru saja ia dapatkan. Sebab, dua tahun yang lalu dan sampai detik ini pun mama nya lah yang memimpin perusahaan Arshaka di cabang Boyolali.
Mas ALvin juga menjelaskan kalau Pak Chandra selaku pimpinan pusat meminta ibu nya menghadap dirinya pasti berkaitan dengan berita tersebut. Dan tentu saja hal ini pasti akan mengancam karir ibu nya. Sebab, ia tahu betul bagaimana sikap dari Pak Candra yang juga menjadi atasannya sekarang ini.
"Terus menurutmu apa berita itu benar, Mas?" tanyaku.
Mas Alvin reflek memalingkan wajahnya sejenak ke arahku tepat usai mendengar pertanyaanku baruan. Ia pun kembali mengalihkan pandangannya ke depan seraya berkata kalau dirinya tidak bisa memberikan opininya terkait benar atau tidaknya dari berita tersebut. Hal itu lantaran di waktu kejadian, dua tahun yang lalu suamiku itu masih berada di luar kota dan masih sibuk menjalani masa awal bisnis restorannya.
"Kalau gitu ... bisa jadi mama ikut terlibat di kasus kecelakaan itu, ya?" tanyaku hati-hati. Ku perlihatkan juga raut wajah yang seolah tengah memikirkan sesuatu.
Mendengar ucapanku barusan Mas Alvin tak langsung meresponnya. Ia malah terdiam dalam pikirannya yang entah apa yang membuatnya sampai tidak fokus dengan apa yang barusan aku ucapkan. Padahal aku sendiri sudah sangat penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan suamiku itu.
Sebab dengan jawaban yang akan dikeluarkan Mas Alvin, aku bisa menilai sejauh apa laki-laki berstatus suamiku itu terlibat dalam kasus yang berkaitan dengan ibu kandungnya itu.
"Mas?" panggilku. Mas Alvin tersentak dan reflek kembali menoleh sebentar ke arahku.
Mas Alvin menggelengkan pelan kepalanya dan berkata," aku gak tau sayang."
Mendengar jawaban dari suamiku barusan tentu aku tak mempercayainya begitu saja. Aku yakin karena Mas ALvin adalah anak kandungnya Bu Mirna pasti ia akan ikut terlibat dalam kasus ini. Atau setidaknya dia tahu dan memilih merahasiakannya dari siapapun. Termasuk aku.
Bab 9 Percakapan Yang Didengar"Mas?" panggilku. Mas Alvin tersentak dan reflek kembali menoleh sebentar ke arahku. Mas Alvin menggelengkan pelan kepalanya dan berkata," aku gak tau sayang."Mendengar jawaban dari suamiku barusan tentu aku tak mempercayainya begitu saja. Aku yakin karena Mas ALvin adalah anak kandungnya Bu Mirna pasti ia akan ikut terlibat dalam kasus ini. Atau setidaknya dia tahu dan memilih merahasiakannya dari siapapun. Termasuk aku. Setelah menyelesaikan sarapannya, Mas Alvin lantas pamit untuk pergi ke kantor. Ia berniat berangkat lebih awal lantaran ingin memastikan keadaan tempat kerjanya baik-baik saja. Mengingat saat ini ibu nya masih menjadi pimpinan dari kantornya tersebut. Tentu saja sebelum meninggalkan rumah ibu nya, suamiku itu lebih dulu memulangkanku ke rumah kami. Tak lupa memberikan kecupan hangat di keningku dan memintaku mencium takzim tangan kanannya. Aktivitas pagi yang biasa kami lakukan sebelum
Bab 10 Menuduhku?"Ma–maaf, Bu," ucap Bi Inah terbata-bata seraya menundukkan wajahnya seolah tak berani menatapku."Bi Inah dengar semua yang saya obrolkan dengan Mas Bima tadi?" selidik ku.Mendengar pertanyaan ku barusan, saat itu Bi Inah tak langsung menjawabnya. Ia terdiam beberapa saat yang mana membuatku semakin penasaran. Ah, Bi Inah!"Bi!" tegur ku yang merasa tak sabaran."Wait, wait, wait!" Mas Bima berlari kecil mendekatiku dan Bu Inah."Ada apa, Mas?" tanyaku heran."Jangan terlalu kasar sama Bi Inah. Kasihan. Mungkin dia emang gak denger apa-apa," kata Mas Bima mencoba menengahi."Mas! Gak mungkin gak denger apa-apa. Bi Inah di sini, kita di sana," balasku seraya mengayunkan tangan menunjukkan jarak antara posisiku dan Mas Bima tadi dan Bi Inah yang hanya berjarak kurang dari sepuluh meter."Tapi Bibi emang gak denger apa-apa, Bu," sahut Bi Inah. Aku menoleh ke arahnya yang tampak masih ketakutan."Kalaupun emang Bibi denger apa-apa, tolong jaga rahasia ini, ya, Bi. Say
Bab 11 Ketika Perasaan Itu Muncul Kembali"Ma ...," ucap Mas Alvin seraya hendak menenangkan ibu nya kembali."Benar, Bu, tolong kendalikan emosi Ibu," ujar Dewi tenang. Membuatku dan lainnya menoleh ke arahnya sekaligus membuat Mas Alvin mengurungkan niatnya. Dewi pun sedikit melangkah lebih dekat dengan Bu Mirna. "Lebih baik sekarang kita fokus mencari siapa yang menyebarkan fitnah ini," ucap Dewi lagi seraya melirik sinis ke arahku seakan-akan ia menuduhku.Tak mau kalah. Aku pun menatap tajam ke arah Dewi sebagai tanda aku tidak takut dengan tuduhan yang secara tidak langsung ia layangkan padaku. Dan di momen ini lah aku mulai menyadari bahwa dari ucapan dan gerak gerik Dewi barusan menunjukkan kalau sekertaris ibu mertuaku itu amatlah berbahaya.Bu Mirna mengatur napasnya usai mendengar ucapan dari Dewi. Wanita paruh baya itu lantas mendudukkan tubuhnya ke sofa yang terletak tak jauh darinya. Melihat sikap Bu Mirna yang demikian sejujurnya membuatku sedikit merasa heran. Bu Mirna
Bab 12 Peristiwa Yang Tak Bisa Dihindari"Terima kasih, ya, sayang." Mas Alvin kembali mencium tanganku.Dan aku hanya bergeming mendapati perlakuan yang diberikan Mas Alvin seraya menatapnya dengan perasaan agak bersalah. Kebahagian yang ia tunjukkan malam ini sungguh membuat hatiku terasa perih. Perasaan tak tega lantaran telah membohonginya pun mulai muncul kembali. Apalagi ia menganggapku melakukan hal yang sama sekali aku tak menganggapnya serius. ***"Sayang?"Aku tercekat mendengar panggilan dari Mas Alvin yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar. Saking terkejutnya aku bahkan mendadak bingung dan tak tahu harus bersikap bagaimana. Sedangkan itu Mas Alvin kini telah melangkahkan kakinya guna mendatangiku yang masih berada di tempat aku melaksanakan sholat subuh belum lama ini."Sudah sholatnya?" tanya Mas Alvin yang saat ini berada di hadapanku."Sudah, Mas," jawabku sambil memalingkan tubuhku dan membelakangi suamiku. Lalu melepas mukena yang sejak tadi masih ku kenakan d
Bab 13 Daftar Nama Para Polisi Yang Terlibat"Tapi aku antar, ya," kata Mas Alvin lagi. Membuatku yang tadinya bernapas lega kini malah merasa panik. Sebab, tak mungkin Mas Alvin hanya akan mengantarku begitu saja. Karena bagaimana pun suamiku itu juga termasuk teman dari Mas Bima. Apalagi hari ini adalah hari libur. Yang mana pastilah mereka akan melakukan obrolan yang nantinya akan merusak tujuan pertemuanku dengan kakak sepupu ku itu.Namun di sisi lain, aku juga tak bisa menolaknya karena aku tidak memiliki alasan untuk mencegah suamiku itu guna tetap berada di rumahnya ini. Akan tetapi, jika aku mengiyakan perkataan Mas Alvin, itu sama saja aku hanya membuang-buang waktu ku. Sedangkan berita yang di angkat oleh Arga, sekarang ini masih ramai dibicarakan di media sosial. Terlebih, pihak Bu Mirna sendiri pun juga sudah mulai bergerak yang artinya aku pun juga harus bertindak lebih cepat.Ah, sial! "Sayang?" panggil Mas Alvin yang membuyarkan lamunanku. "Iya, Mas?" "Itu ditanya B
Bab 14 Kasus Yang Sudah Tertutup Lama Itu ..."Karena itu, Mas, aku butuh bantuan mu," kataku.Mas Bima menunjukkan ekspresi kebingungan mendengar perkataan ku barusan. Lalu tanpa diminta aku pun melanjutkan ucapan ku yang mana aku memilliki sebuah rencana supaya Dewi bisa lebih dikendalikan. Tentu saja dengan bantuan kakak sepupu ku yang pintar itu."Terus apa yang bisa aku bantu?" tanya Mas Bima serius.Aku tersenyum lebar menanggapi keseriusan yang diperlihatkan laki-laki berusia empat tahun di atasku itu. Lalu barulah kemudian aku menjawab pertanyaan dari Mas Bima."Deketin Dewi, dong," kataku sambil tersenyum nyengir. Berharap Mas Bima akan mengiyakannya tanpa banyak bertanya alasannya.Sayangnya, harapanku ternyata tak sesuai kenyataan. Mas Bima malah menunjukkan ekspresi terkejut setelah mendengarkan perkataan ku barusan."Yang bener aja kamu, Lay? Mas mu ini suruh deketin cewek yang senyum aja gak pernah," ujar Mas Bima tak terima.Mendapati respon yang tak sesuai ekspektasi t
Bab 15 Siapa Yang Memb*n*h Bapak ku?Mendapati kenyataan yang seperti ini malah menjadikanku semakin bersemangat untuk lebih bisa membalaskan rasa sakit ku yang kini berlipat ganda. Tentu saja dengan caraku sendiri."Aku sudah sejauh ini melangkah dan mengorbankan segala yang aku punya. Kalaupun polisi tidak bisa bergerak karena aturan, biarkan aku yang bergerak. Tentunya dengan caraku sendiri."***"Sayang .... "Aku menoleh ke arah Mas Alvin yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar kami. Rupanya suamiku itu baru saja sampai rumah setelah sibuk dengan pekerjaannya sehari ini.Mas Alvin berjalan mendekat dimana aku berada. Dengan wajah sumringah suamiku itu lantas mengecup keningku. Sesuatu hal yang menjadi kebiasaannya setelah kami menikah."Ada apa, Mas? Kok, kamu kelihatan seneng banget hari ini," tanyaku. Mas Alvin mendudukkan tubuhnya di bangku sebelahku."Melihat istriku yang cantik, ya pasti seneng lah," rayu Mas Alvin sambil tersenyum."Jangan bercanda lah," balasku. Lalu m
Bab 16 Benarkah Dia Dalangnya?"Atau kamu yang membun*hnya!!" tuduh Mas Alvin yang kini menatap marah pada Dewi. Dan membuatku semakin tercengang dengan apa yang barusan aku dengar.Mungkinkah suamiku itu betul-betul tidak pernah tahu menahu tentang kecelakaan bapak ku itu?"Alvin, cukup!" tampik Dewi."Apa kamu lupa siapa yang memulai masalah ini?! Hah!" Kali ini Dewi pun terlihat begitu emosi. Wajahnya betul-betul berubah dari sebelumnya.Sedangkan aku? Aku hanya bisa terdiam menatap situasi menegangkan di hadapanku saat ini. Ditambah setelah mendengar ucapan Dewi barusan yang menjadikanku mulai berpikir, jangan-jangan Mas Alvin memang terlibat pada kecelakaan yang dialami bapak ku."Kematian Darmawan bukan karena aku. Tapi kamu!" sergah Mas Alvin seraya menunjuk ke arah wajah sekretaris ibu nya itu."Cukup!!" pekik Bu Mirna yang tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Dan seketika itu secara bersamaan Mas Alvin dan Dewi pun saling terdiam.Meski tampak lemas wanita paruh baya itu