"Apa Jeng Widia tidak tertarik dengan apa yang aku ketahui tentang menantumu itu?" tambah Ratih lagi.Widia hanya mengernyitkan kening dengan apa yang ingin disampaikan oleh Ratih. Widia sangat hafal betul bagaimana sifat orang seperti Ratih ini. Di mata Widia, Ratih adalah wanita yang tamak dan gila harta. Hingga tidak perlu Widia hiraukan.Widia selalu enggan untuk sekedar berbincang dengan Ratih karena sudah mengetahui sifat Ratih yang sesungguhnya. Tapi Widia juga penasaran dengan menantunya itu, Widia belum terlalu mengenal Melisa, dia hanya mendengar cerita tentang Melisa dari Ardan.Sejauh yang Widia dengar dari Ardan, Melisa adalah wanita yang tepat untuk dijadikan pendamping putranya itu. Tapi Widia merasa kalau pernikahan yang diminta oleh anaknya itu terkesan buru-buru.Ada sesuatu yang mengganjal di hati Widia tentang Melisa, tapi Widia tidak mau membuat kebahagiaan putranya hancur. Widia sudah berjanji akan memberikan kebahagiaan untuk anak semata wayangnya itu.Semenjak
Sudah satu minggu sejak pernikahan anaknya, Widia menjadi semakin pendiam. Dia selalu mengawasi setiap gerak-gerik Melisa. Widia belum sempat menanyakan kebenaran tentang Melisa pada Ardan.Sejujurnya Widia ingin sekali menanyakannya pada Ardan, tapi melihat raut bahagia di wajah anaknya membuat Widia mengurungkan niatnya untuk bertanya pada anaknya itu.Widia ragu, apakah anaknya itu akan tetap mengembangkan senyumnya jika dia menanyakan sesuatu yang mengganggu pikirannya. Widia takut jika Ardan terluka nanti.Selama hidupnya Ardan selalu menjadi anak yang baik bagi Widia, dia sekalipun tidak pernah mengeluhkan tentang ayahnya yang tidak lagi bersama dengan ibunya.Hati Widia kembali terasa nyeri mengingat bagaimana kehidupan rumah tangganya yang hancur karena sahabatnya sendiri yang menjadi duri dalam rumah tangganya.Rudi suami Widia bermain api dengan Mirna, sahabat yang sudah seperti saudara sendiri bagi Widia. Diam-diam Rudi dan Mirna menikah tanpa sepengetahuan Widia.Widia me
Melisa hanya diam saja saat sang mertua bertanya padanya, dia tidak tahu harus menjawab apa pada mertuanya itu. Dalam hati Melisa bertanya-tanya apa Ratih sudah menceritakan semua pada sang mertua."Jadi kamu masih tetap ingin bungkam, Mel?" tanya Widia memperjelas."Ma-af, Ma," cicit Melisa takut."Aku tidak perlu ucapan maafmu, aku hanya ingin kamu jujur padaku saja, Mel," ucap Widia.Melisa bimbang antara ingin jujur atau tetap bungkam saja. Tapi dia yakin sekali kalau sang mertua tidak akan menyerah begitu saja jika dia tetap bungkam."Se-jujurnya, Ibu Ratih adalah mantan mertuaku, Ma," jawab Melisa terbata.Widia nampak terkejut dengan apa yang Melisa ungkapkan tentang Ratih. Mau tak mau Melisa pun harus jujur pada Widia, dia tidak mau jika nanti Ratih menghasut Widia lebih parah lagi tentangnya.Biarlah kini Melisa mengungkapkan semuanya kepada Widia, biar sang mertua nilai sendiri bagaimana Melisa di masa lalu. Karena memang kenyataannya begitu, mau disembunyikan seperti apapun
"Bu, kenapa diam?" Melisa tersadar ketika mendengar suara Alisa.Dia seketika memaksakan senyum menanggapi pertanyaannya, sejak Widia memberinya pilihan, Melisa terus saja kepikiran tentang bagaimana harusnya dia mengambil keputusan."Diam lagi, Bu? Ibu Melisa tidak kangen Alisa ya?" tanya Alisa lagi."Maaf, ibu kangen kok dengan Alisa. Ibu sedang banyak pikiran saja," jawab Melisa sembari mengusap pipi Alisa.Hari ini Melisa meminta Alina untuk mengijinkannya bertemu dengan Alisa dan mengajaknya bermain. Dan kebetulan Alina menyetujuinya. Melisa bersyukur sekali, paling tidak Alisa bisa membuatnya sedikit merasakan ketenangan.Melisa bisa sedikit melupakan kegundahan hatinya jika bersama Alisa. Entah apa yang dimiliki Alisa hingga bisa membuat Melisa seperti itu.Melisa sendiri juga heran bisa setertarik itu dengan Alisa. Jika saja Melisa menjadi Alina tentu dia akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia, tapi dia tidak seberuntung Alina. Melisa hanyalah wanita yang berdosa kar
"Mbak, boleh aku tanya sesuatu lagi padamu? Tapi jangan tersinggung, Mbak." Melisa mulai memberanikan diri bertanya pada Naya."Tanya saja, Mel," jawab Naya.Melisa merasa lega ternyata Naya mau merespon pertanyaannya, dia merasa Naya adalah wanita yang sangat baik sekali. Melisa menyesal dulu sudah menyakiti hati dan juga menghancurkan rumah tangga Naya.Memang pantas Naya sekarang hidup dengan bahagia, karena memang Naya layak mendapatkannya. Melisa selalu iri dengan kebahagiaan orang-orang, tapi dia merasa tidak pantas mendapatkannya karena dia telah tega menyakiti hati wanita sebaik Naya."Kenapa Mbak Naya tidak mau kembali pada Mas Hanan?" tanya Melisa takut membuat Naya tersinggung.Naya ternyata tersenyum mendengar pertanyaan Melisa, padahal Melisa sudah berpikir Naya akan tersinggung lalu pergi meninggalkan Melisa tanpa menjawab pertanyaannya.Nyatanya Naya begitu berhati lapang. Melisa semakin merasa ciut di hadapan Naya."Aku hanya tidak mau terbayang-bayang rasa sakitku, j
"Dari mana saja kamu, Mel?" tanya Widia dingin pada Melisa.Melisa yang baru saja membuka pintu langsung terkejut dibuatnya. Dia baru saja tiba di rumah setelah pertemuannya dengan Naya."Assalamu'alaikum, Ma," salam Melisa pada Widia."Wa'alaikumsalam. Jawab saja pertanyaanku, Mel!" tegas Widia setelah menjawab salam Melisa."Aku baru saja bertemu dengan teman, Ma," jawab Melisa.Widia sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya segera mendongak pada Melisa setelah mendengar jawaban darinya."Teman seperti apa yang bisa membuat wajahmu ceria, Mel? Jangan bilang kamu bertemu dengan mantan suamimu itu," tuduh Widia pada sang menantu.Widia sudah berburuk sangka pada Melisa, padahal mana mungkin Melisa bertemu dengan Hanan di saat dia sudah menikah dengan Ardan. Lagi pula Melisa sudah tidak ada urusan lagi dengan Hanan."Jangan berburuk sangka, Ma. Aku memang bertemu dengan temanku, jika tidak percaya aku bisa menelfonnya dan menjelaskan semuanya pada Mama," jelas Melisa
Pov Hanan.Aku masih terpaku setelah Melisa berani menjawabku, dan dari mana sebenarnya dia tahu tentang anakku. Aku saja yang ayahnya hanya melihatnya sekilas.Aku harus mencari informasi dari mana Melisa tahu tentang putraku. Sudah lama sekali aku mencarinya tapi tidak pernah bertemu kembali sejak dua tahun lalu. Padahal aku sudah mendatangi restoran Naya lagi tapi tidak menemukannya kembali.Harusnya dulu saat melihatnya, aku memberanikan diri untuk menemui putraku, bukan malah pergi seperti pengecut.Aku dulu belum siap bertemu dengan Naya dan suami barunya. Andai saja Naya tidak sedang bersama suaminya, aku pasti akan memberanikan diri mendekatinya. Kini aku hanya bisa menyesal dan memendam kerinduan mendalam.Jika aku diberi kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan Naya dan putraku, aku pasti tidak akan menyianyiakannya. Akan aku genggam kembali Naya beserta putraku.Aku sudah pernah kehilangan segalanya, maka aku tidak akan takut melakukan sesuatu untuk membuat Naya kembali
"Om ngapain? Masih nggak rela sepatunya buat bundaku?" tanya Aryan memecahkan keheningan.Hanan hanya bisa menatap Aryan sendu, dia tidak menyangka hari ini bisa bertemu dengan putra yang sangat dia rindukan."Apa kabar, Mas?" Naya akhirnya mampu tersadar dari keterkejutannya bertemu dengan Hanan."Ba-ik, Nay. A-pa dia putraku?" Tangan Hanan gemetar menunjuk pada Aryan yang sedang memandangnya dengan penuh tanya.Naya mengangguk dan segera menarik lengan Aryan untuk berdiri di sampingnya. Jujur ada rasa takut jika sampai Hanan merebut Aryan darinya, tapi Naya juga tidak boleh egois hingga Aryan tidak mengenal siapa ayah kandungnya.Netra Hanan berkaca-kaca melihat Aryan, putra semata wayangnya kini telah berada di hadapannya. Secara tak sadar Hanan melangkah mendekat hendak memeluk Aryan, tapi Naya buru-buru memundurkan langkahnya memegang erat lengan Aryan."Jangan terburu-buru, Mas. Aku butuh waktu menjelaskan pada Aryan siapa kamu sebenarnya," ucap Naya membuat hati Hanan sakit."A