Di dalam kamar, Rizal dan Nana tengah saling berpagut mesra. Sejauh ini dari sekian banyak wanita yang dekat dengannya, hanya Nana yang mampu membuat pria itu klepek-klepek.
"Sayang, apa kamu menyukai kamar ini?" tanya Rizal setelah dia puas dengan service ciuman panas dari wanita yang ingin dinikahinya itu.Kedua mata Nana mengerling genit, "hmm… tapi ini kan kamar kamu sama istri kamu." Balasnya."Kamu harus tahu, nanti dia akan pindah dari kamar utama ini. Dengan begitu orang rumah akan tahu siapa nyonya di rumah ini." Jawab Rizal, dia kembali akan mencium bibir Nana namun perempuan itu segera mencegah bibir nyosor pria itu dengan jari telunjuknya."Bentar-bentar, orang rumah? Memangnya ada siapa saja disini selain istri kamu dan anaknya?""Ekhem, ayo sini duduk dulu. Akan aku jelaskan." Pinta Rizal sambil menepuk-nepuk kasur disampingnya.Nana duduk di samping Rizal, bagaimanapun juga dia harus tahu apa yang mau disampaikan oleh pria itu."Hem… aku suka wanita cantik penurut ini." Puji Rizal sambil menyentuh hidung mancung Nana dengan gemas."Jadi disini ada ibuku, tapi dia sedang sakit struk dan selalu ada di dalam kamar. Jadi kamu jangan khawatir dia tidak akan mengganggumu."Nana mengangguk, "terus ada siapa lagi?" tanyanya."Terus ada kakak perempuanku juga. Namanya Raya, aku yakin kalian akan berteman baik nantinya. Kakak aku itu pasti menyukai wanita cantik kayak kamu, terus ada wanita tadi sama anaknya. Segitu aja, ayahku sudah meninggal dua tahun lalu." Lanjutya menjelaskan.Nana mengangguk-anggukan kepalanya, "tapi… aku gak mau loh ngurusin ibu kamu yang sakit itu, apa ada perawat yang mengurusinya?" tanya wanita itu lagi.Rizal menggeleng, "sementara ini Revi lah yang mengurus ibu. Kamu jangan khawatir, kamu ini nyonya di rumah ini Sayang. Hiduplah bahagia bersamaku, kamu tidak perlu bekerja karas. Lagian gajiku cukup untuk memanjakanmu."Nana tersenyum, kata-kata Rizal memang mampu menghipnotisnya. Dia tidak peduli jika pria itu memiliki istri, dia akan rebut Rizal dan menjadikan dirinya wanita satu-satunya di rumah itu."Jika aku hanya berdiam diri, lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Nana."Kamu hanya perlu berdandan cantik, mendampingiku pergi ke pesta dan melayaniku di tempat tidur. Apa itu setimpal?" Jawab Rizal, lalu dia bertanya genit.Nana memukul manja dada Rizal, dan mereka saling berpandangan lalu tertawa bersama. Terdengar begitu bahagia hingga tawa itu terdengar keluar hingga Revi pun mendengarnya. Lalu entah apa yang terjadi di dalam, suasana rumah kembali hening.Revi masih duduk bersimpuh di lantai ruang tengah, perasaannya semakin sakit dan rasanya dia ingin dobrak saja pintu kamar itu. Kali ini Rizal sudah benar-benar keterlauan, jika diingat-ingat lagi Rizal memang suka berselingkuh dan bersenang-senang dengan wanita lain diluaran sana. Namun, hari ini untuk pertama kalinya dia terang-terangan membawa madu ke dalam rumah."Seharusnya aku tidak menikah dengan pria bejat sepertimu."Tiba-tiba saja kalimat itu keluar dari mulut Revi. Wanita itu teringat masa lalu, masa dimana beberapa tahun kebelakang. Masa-masa saat dirinya memiliki pekerjaan tetap, karir yang gemilang dan teman yang selalu ada untuknya.Namun akibat dari kebodohannya juga kebucinannya terhadap Rizal, masa lalu gemilang itu harus hilang begitu saja dan tergantikan dengan hari-hari kelam bak hidup di Neraka. Selain dia harus menjadi pembantu di rumah itu, Rizal juga tidak pernah berubah dan kini bahkan rumah itu didatangi seorang madu. "Maafkan aku Aryan, sebagai teman baik. Dulu aku tidak pernah mempercayai ucapanmu. Aku terlalu naif." Bibir Revi terus bergumam, dia kembali mengingat temannya itu dan masa lalunya."Kita sudah lima tahun pacaran Rev, apa salah jika aku ingin menikahimu?" tanya Rizal sambil berkacak pinggang.Perempuan cantik berhijab yang dipanggil dengan nama Revi itu hanya bisa terdiam, bukannya dia tidak bahagia kekasihnya itu melamar dan mengajaknya menikah. Revi hanya merasa jika waktunya belum tepat, usianya baru 25 tahun dan dia sedang menikmati masa-masa indah dalam hidupnya. Setidaknya dia berharap satu atau dua tahun lagi targetnya untuk menikah.Saat ini Revi bahkan baru diangkat menjadi kepala bagian di sebuah perusahaan besar di ibukota dengan gaji perbulannya gak kaleng-kaleng, wanita itu bahkan bisa menabung paling sedikit 10 juta perbulannya. Dari hasil kerjanya selama 5 tahun, Revi bahkan sudah bisa membeli rumah dan kendaraan mobil."Kenapa diam saja Rev? Apa selama ini kamu hanya main-main denganku?" tanya Rizal lagi, kini pria itu malah seolah menjadi orang yang paling tersakiti."Piuh! Sia-sia saja aku menghabiskan waktu lima tahunku jika begini akhirnya." L
Untuk beberapa saat Aryan terdiam, dia tidak menyangka jika akhirnya sahabatnya itu tetap akan memilih Rizal sebagai pelabuhan terakhirnya."Kamu kok diam aja sih Ar, terus aku harus jawab apa ya ke dia? Tolong dong kasih aku jalan keluar kayak biasanya…." Tanya Revi, wanita itu merajuk sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya karena Aryan hanya terdiam saja.Aryan segera tersadar meskipun perasaannya tidak enak atau lebih tepatnya tidak menentu namun dia tidak mau memperlihatkan rasa gundah gulananya itu."Kamu ingin aku jujur atau gimana?" Aryan malah balik bertanya."Ya jujur dong… gimana sih masalah sepele aja nanya." Jawab Revi mendengus.Aryan menghela napas, "aku berharap kamu lanjutin karir kamu dulu aja Rev. Kamu kan tahu perjuangan kamu untuk sampai di titik ini sangatlah tidak mudah." Ucapnya serius."Tapi… dia ngancem aku putus kalau aku gak mau nikah ama dia Ar." Balas Revi.Aryan tidak terkejut sama sekali saat sahabatnya itu berkata demikian, dari awal Aryan bahkan
Nan jauh disana, tapi masih bisa dilihat oleh mata Aryan. Terlihat Rizal yang akhirnya pergi berboncengan dengan wanita lain, sayangnya Aryan tidak membawa kendaraannya karena sedang dipinjam adiknya. Jadi dia tidak bisa mengikuti kemana Rizal akan pergi.Bus yang sedang Aryan naiki akhirnya tiba di tempat yang dituju, Aryan berhenti di halte perhentian lalu dia berjalan lagi beberapa menit dari sana. Hingga pria itu sampai di sebuah kedai kopi yang cukup estetik."Sore Pak." Salah satu pelayan menyapa Aryan.Aryan membalas dengan lambaian tangan, dia memasuki kedai kopi yang bernama "Kopi Persahabatan Dan Cinta" terlihat kedai sudah mulai penuh, dari dua lantai kedai itu hampir semua tempat duduknya terisi."Ar." Seorang pria seumuran Aryan memanggil sambil melambaikan tangan saat Aryan menoleh ke arahnya."Eh Fer udah lama? Ayo pindah tempat, ke kantorku aja." Tanya Aryan, lalu mengajak pria itu mengikuti di belakang.Sepanjang jalan yang Aryan lewati, banyak para pelayan menyapanya.
Aryan memilih menepiskan tangannya, dia tidak mau menjawab pertanyaan dari teman lamanya itu."Ayo pak Feri, sebaiknya kita keluar dan aku kenalkan Anda pada staf yang lain." Ajak Aryan, dia berdiri dan mulai berbicara formal.Feri mengangguk, dia juga tidak mau mengorek apalagi membahas yang sempat temannya itu katakan tadi, karena kini Aryan adalah bos dan bukan temannya jika di lingkungan kerja.Feri mengekor dari belakang, Aryan membawanya ke dapur, menjelaskan ini itu dan juga memperkenalkan Feri pada karyawannya yang lain."Jadi… ada tempat ibadah, kamar khusus karyawan beristirahat juga ya." Kata Feri."Terus, untuk ruangan para pelanggan ada dua lantai sama outdoor juga." Lanjutnya seakan sedang berbicara sendiri."Ya betul, Outdoor itu bagi perokok karena di indoor ada larangan merokok." Balas Aryan.Feri mengangguk-angguk, lalu langkahnya terhenti dan dia memandang seksama ke arah dua pelanggan yang berada di lantai bawah."Ada apa Fer? Jika tidak ada yang membuatmu kurang ny
"Sebaiknya kamu kirim saja foto-fotonya Ar, jangan ragu deh kasihan teman kamu jadi korban si buaya buntung itu." Desak Feri geregetan, apalagi jika dia mengingat yang sudah dibohongi pria paling dibencinya itu adalah teman Aryan.Aryan masih termangu, dia masih ragu.Sedangkan di bawah sana, Rizal dan Sinta sedang duduk sambil menunggu menu makan malam yang mereka pesan datang."Sayang… makasih ya, berkat kamu kini aku diangkat jadi manajer di perusahaan." Kata Rizal.Sinta memandang genit, "kamu ih kayak sama siapa saja bilang makasih segala. Kamu kan calon suami aku, tentu saja aku senang kalau suamiku naik pangkat." Jawabnya.Rizal tersenyum manis, tangannya dari tadi tidak bisa diam mengelus-elus rambut, pipi, hidung bahkan mulai nakal menelusuri paha mulus Sinta yang terhalangi oleh meja."Ih… geli…" ucap Sinta merajuk manja."Hehe, aku gak kuat Sayang… habis ini mau nggak check in?" Ajak Rizal genit.Sinta tidak menjawab tapi dia mengangguk sebagai isyarat mengiyakan."Ah, udah
"Antar aku dan ikuti mereka." Ajak Aryan, meskipun penasaran Feri akhirnya mengangguk tanpa banyak bertanya-tanya.Terlihat mobil yang ditumpangi Sinta dan Rizal keluar dari parkiran Kedai itu, mereka melaju ke arah jalan raya hingga beberapa menit kemudian mereka berbelok ke sebuah Hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedai milik Aryan tadi.Feri memarkirkan mobilnya, namun baik dia dan Aryan tidak keluar dari mobil. Mereka melihat dari dalam mobil saja, saat Rizal dan wanita bernama Sinta itu memasuki pintu Hotel di depan mata mereka."Sialan. Bener-bener berani ngamar!" seru Feri sambil memukul setir di depannya.Sedangkan Aryan terlihat tampak pasrah dan frustasi, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Hingga setelah dia menatap layar ponsel sekian lama, akhirnya Aryan mengirimkan foto-foto mesra Rizal saat di Kedai tadi.Kembali ke dalam Hotel, Rizal dan Sinta sudah masuk ke dalam kamar yang dipesannya. Tanpa menunda waktu lama keduanya begitu bernafsu saling berpagut
Aryan dan Feri akhirnya pergi dari hadapan Revina dengan penuh kekesalan. Revina benar-benar wanita yang bodoh, dia lebih percaya dengan kekasihnya ketimbang fakta dan ucapan dari sahabatnya yang sudah dia kenal belasan tahun lamanya. "Ar, kamu baik banget dari dulu. Sayang sekali sepertinya teman wanitamu itu tidak percaya dengan ucapan kita." Desah Feri memecah keheningan apalagi malam sudah larut dan kendaraan berlalu lalang mulai berkurang. Aryan terdiam, untuk sekian kalinya dia gagal melindungi Revina. Sebenarnya Aryan tidak ikhlas jika temannya itu jatuh ke dalam tipu muslihat Rizal, pria buaya darat yang sudah berkali-kali terciduk selingkuh dari temannya itu."Turunkan aku di Kedai, besok terserah kamu mau masuk jam berapa. Senyamannya saja." Pinta Aryan, pria itu tidak mau membalas perkataan Feri tadi dan memilih turun di Kedai yang sudah tutup daripada pulang ke rumahnya.Feri hanya bisa mengangguk, dia tidak mau mengganggu pikiran Aryan yang sedang terganggu. ***Di temp
"Rev… Sayang… apa kamu ada di dalam?" Terdengar juga teriakan seorang pria memanggil namanya, Revi yang masih setengah mengantuk itu masih belum sadar karena nyawanya belum terkumpul. Hingga beberapa saat kemudian dia akhirnya meraih ponsel, melihat waktu pukul berapa. Sontak dia terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidur. "Ah, rupanya dari tadi pintuku ada yang mengetuk bukanlah mimpi." Gumam Revi, dia melihat keluar dan ada Rizal diluar sana. "Ah syukurlah… kamu gak angkat telponku, gak balas chat dariku. Aku khawatir kamu kenapa-napa." Kata Rizal saat melihat Revi keluar dan membuka pintu. Setelah berhadap-hadapan Rizal langsung saja memeluk Revi. Dia juga sebisa mungkin mengeluarkan air mata agar gadis yang dicintainya itu luluh. "Sayang… maafkan aku, aku bisa jelasin kok foto-foto yang kamu kirim semalam. Semalam itu_" "Tolong lepaskan dulu," potong Revi sambil mendorong tubuh Rizal yang kini sedang memeluknya erat. "Aku mengizinkanmu masuk karena malu dilihat tetangg