Aku melaju dengan kecepatan yang tinggi, sehingga membuat tudung yang menutup kepalaku terhempaskan ke belakang.Dari arah yang berlawanan, aku melihat seseorang yang menunggangi kuda melaju dengan kecepatan yang sama denganku. Jika aku tidak fokus, bisa saja aku menabraknya. Mata kami berpapasan. Cedric?Aku menghentikan kudaku. Akan tetapi, dia tetap melaju ke arah yang berlawanan. Sedang apa dia di sini? Apakah dia akan membantu Tom dan Williams? Rasanya tidak mungkin, mengingat bahwa Williams tidak mengenalinya bahkan membencinya. Apa sebaiknya aku menunggu di suatu tempat dan menelusurinya? Akan tetapi, jika aku tidak pulang saat ini, aku akan sangat yakin mereka akan mencariku dan mencurigaiku bahwa aku ikut secara diam-diam. Itu memang benar. Mungkin saja setelah itu, mereka akan berpikir bahwa aku dalam bahaya dan telah di culik oleh Kastil Chivalry. Itu akan sangat merepotkan! Aku tidak ingin membuat mereka khawatir, aku sangat malas merangkai kalimat mencari alasan apa yang
Philip adalah seseorang yang pertama aku lihat setelah kejadian memalukan pada tempo hari. Apakah hanya dia yang bisa mengobati orang-orang di sini? Tidak adakah seseorang yang lain untuk menggantikannya? Aku benar-benar malu!Dia menusukkan jarum ke tangannku, kemudian dia mendorong isi dari tabung jarum itu. Aku merasakan sensasi dingin masuk ke bawah kulitku. Entah apa yang dia masukkan, aku tampak jauh lebih baik daripada kemarin. Entah sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri."Um, terima kasih," ucapku ragu, karena aku masih mengingat kejadian yang memalukan itu."Tenang saja, aku tidak berniat membunuhmu."Dia benar-benar menyebalkan! Mengapa dia mengungkit hal yang benar-benar membuatku merasa bersalah? Memang aku merasa bersalah, dan belum sempat meminta maaf kepadanya.
Aku mengenakan gaun sederhana untuk menunggangi kuda sejauh ini. Tidak ada pilihan lain. Sejujurnya aku benar-benar menyesal telah berkata seperti itu kepada Tom. Aku memang orang yang tidak tahu diri, sudah diberikan sarana dan pelayanan. Akan tetapi, aku malah membangkang. Setelah aku menemukan Cedric, aku tidak akan berlama-lama dan segera kembali ke kastil. Aku memperlambat laju sesampai di perkotaan, dan berharap segera menemukan Cedric. Pagi ini benar-benar pagi yang sibuk di sini. Aku semakin kurang yakin bisa menemukan Cedric segera. Mungkin saja dia sedang sibuk dengan kegiatannya atau bahkan dia masih berada di tempat tidur. Aku menelusuri perkotaan dan tidak mendapati dirinya. Aku tetap berusaha mencari hingga berhasil menemukannya, kini aku berada di pinggiran perkotaan. Rumah penduduk sudah semakin jarang, di sekelilingku hanya ada beberapa perkebunan, perternakan, dan beberapa gubuk. Inilah sisi dari pinggiran kota yang tidak banyak orang ketahui. Jauh
"Tom?" Tom mendapatiku, ketika aku baru melaju beberapa meter saja. Dia berdiri mematung dengan kuda yang di sampingnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa? Apa aku harus mengabaikannya atau aku harus menuruni kudaku dan menghampirinya? "Sebaiknya kau segera kembali. Sebelum flu menyerang badanmu," ucapnya ketus tanpa menatap wajahku. Aku menuruni kudaku dan hendak menjelaskannya. Meskipun aku tidak tahu apa yang akan aku jelaskan, sebaiknya aku menenangkannya terlebih dahulu. "A-anu—" Aku belum menyelesaikan kalimatku, dia sudah bertindak dengan menunggangi kuda dan melaju cepat meninggalkanku. Apakah dia telah melihat kejadian itu, sehingga membuatnya marah? Atau memang dia sedang menguntitku? Entahlah. "Jane! Tunggu!" teriak Cedric. Aku mengurungkan niatku untuk menaiki kuda. Cedric sedang berlari ke arahku, saat aku membalikkan badanku. Apa dia benar-benar tidak melihat Tom? Ataukah dia sedang menunggu Tom pergi meninggalkanku? Cedric menarik tanganku dan menggenggamnya.
Terdengar suara Tom merespon, ketika pelayan tua yang bersamaku mengetuk pintu kamar milik Tom.Ketika pintu terbuka, dia sedang berdiri menatap ke arah luar."Yang Mulia—" ucap pelayan sambil membungkukkan badannya.Belum selesai dia berbicara, Tom memotongnya, "Tinggalkan dia.""Baik, Yang Mulia."Pelayan tua itu mempersilakanku masuk, kemudian menutup pintu.Tom masih berdiam mematung membelakangiku. Aku benar-benar membencinya ketika dia bersikap seperti ini. Terlalu kekanak-kanakan!"Malam ini benar-benar dingin, setelah cuaca siang hari sangat terik. Perubahan cuaca yang terlalu drastis."Aku berdiri di sebelahnya, dan mulai memahami apa perkataannya."Sebaiknya kau mengenakan pakaian tebal malam ini." Pada akhirnya dia menoleh ke arahku."Maafkan aku, Tom." Aku menunduk."Aku tidak mengerti mengapa kau harus meminta maaf?""Mungkin aku telah membuatmu kecewa.""Begitukah?""Entahlah."Keheningan mulai menyelimuti di antara kami berdua. Sikapnya masih dingin sesuai dengan cuaca
Tubuhku mengeliat, ketika cahaya matahari berhasil menyilaukan mataku. Hari sudah berganti, aku telah tertidur di ranjang Tom dan gagal pergi dari kamar ini sebelum hari berganti. "Selamat pagi, sunshine." Aku tersenyum dan mengusap kedua bola mataku. Dia memberikan secangkir teh hangat untukku. "Terima kasih." "Badanmu sudah membaik?" "Aku tidak bilang jika aku tidak baik-baik saja." Tom tersenyum lebar dan memperlihatkan semua deretan giginya yang rapih. Aku suka sekali dengan sikapnya yang seperti ini. Aku mulai meminum teh yang sedang aku pegang. Rasa teh manis masuk ke dalam tenggorokanku dan membuatnya terasa begitu hangat. Setelah menghabiskan teh di dalam cangkir, aku beranjak dan hendak pergi dari kamar ini sebelum semua orang melihatku. "Sudah mau pergi?" "Aku tidak ingin hal yang tidak aku harapkan terjadi." Tiba-tiba Tom memelukku dari belakang, ketika aku hampir membuka pintu kamar. "Aku tidak akan membuatnya terjadi." Kemudian dia mengecup leherku. Perutku ter
Matanya mulai terbuka, aku bisa melihat matanya yang cekung. Dia tampak sangat kelelahan. Ketika dia akan beranjak bangun dan duduk. Aku hendak menghentikannya.Aku menggenggam tangannya. “Yang Mulia, maafkan aku jika aku tidak sopan atas sikapku saat ini—dan aku minta maaf, aku sangat egois!” Aku menundukkan kepala.”Tidak apa, Jane.” Dia mengelus rambutku."Tidak perlu canggung terhadapku, aku menganggapmu sebagai anakku. Panggil saja aku ayah."Aku menatapnya, aku bisa merasakan kebahagiaan di sini. Tidak bisa dibayangkan, kini aku mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Sepertinya aku memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Entahlah, aku tidak ingat sama sekali. Aku sangat beruntung saat ini.Aku tersenyum dan menangis terharu. "Terima kasih, Yang Mulia."Raja Aaron memberi sebuah tanda kepada Tom. Aku bisa mengerti tanda apa itu. Karena pada saat itu, Tom bergegas pergi keluar dari kamar."Sama-sama, Jane. Aku minta maaf atas perlakuan Darren terhadapm
Semua orang menatapku jijik. Entah apa yang mereka pikirkan? Akan tetapi, aku bisa menebaknya. Setelah kejadian Darren, aku tidur bersama Tom semalaman. Mungkin itulah sebabnya semua orang di sini melirikku dengan tatapan benci. Tidak semua orang, hanya beberapa. Aku memang tidak peduli. Toh, aku memang berniat pergi dari kastil ini secepatnya. Setelah aku pikir-pikir memang rasanya tidak sopan jika pergi begitu saja. Namun, jika aku berpamitan, aku tidak akan bisa keluar dari tempat ini.Setelah aku berhasil menemukan selembar kertas dan tinta di perpustakaan. Aku berniat menulis surat dan meninggalkannya di kamar ini. Aku berniat pergi tanpa mengambil apapun, dan aku akan pergi dengan berjalan kaki.Malam ini akan ada beberapa bangsawan datang menjenguk Raja Aaron. Memang bukan pesta. Namun, semua orang sibuk menyiapkan acara penyambutan seolah-olah mereka akan mengadakan pesta. Aku rasa tidak perlu semerepotkan itu.Aku menghabiskan waktu di kamar menulis sebuah surat. Tulisan tang