Share

Bab 09. Jangan Membuatku Semakin Gila

"Nekat gimana maksudnya? Jangan macam-macam, ya? Jangan buat orang tuaku kecewa, Varo! Orang tuaku lagi sakit, kondisinya tidak baik, jadi tolong jangan membuat ulah."

Calista dilanda kecemasan, takut Alvaro akan menceritakan tentang apa yang sudah dilakukannya malam itu. Jika sampai hal itu terjadi, ia yakin, keluarga Alka maupun orang tuanya akan sangat kecewa, dan bisnis kerjasama mereka bisa hancur.

"Siapa yang membuat ulah, aku tidak berulah, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa itu salah, Calista?"

Alvaro nampak tenang, ia bahkan tidak peduli kalaupun Alka akan melihat kedekatannya dengan Calista.

"Ya jelas salah. Kau itu seperti anak kecil. Kau masih muda, Varo! Kau bisa mencari penggantiku. Lagian malam itu kita melakukannya karena sama-sama tidak sadar, kan? Jadi anggap saja malam itu kita tidak melakukan apa-apa. Kau bisa melupakanku dan bebas memilih perempuan lain sebagai penggantinya."

Keberadaan Alvaro hanya menambah pening di kepalanya. Kini hidupnya disuguhkan oleh dua pria yang memiliki keinginan yang sama, menikahinya.

"Mendingan kamu pergi aja dari sini. Sebelum Papaku melihatmu di sini."

Kembali Calista berusaha untuk mengusir Alvaro, karena ia merasa tidak nyaman berdua saja dengan calon iparnya.

"Enggak, yang! Aku nggak akan pergi. Terlalu pagi aku berangkat ke kantor. Jadi nggak masalah kalau kita ngobrol dulu. Aku temenin kamu sarapan. Ayo lekas di makan itu sarapannya, nanti keburu dingin, nggak enak loh."

Alvaro sangat keras kepala. Apapun yang sudah dikehendakinya, dia tidak mau berubah, akan tetap pada pendiriannya.

"Ya ampun ..., aku harus bicara apa lagi agar bisa membuatmu mengerti. Kau benar-benar tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini. Aku takut, Varo! Kalau sampai orang tuaku tahu aku bersama laki-laki lain yang bukan tunanganku, yang ada aku akan marahi. Tolonglah."

Calista menunjukkan wajah memelasnya agar mendapatkan simpati darinya.

Bukannya simpati, tapi Alvaro malah dibuat gemas dengan sikap Calista. Ia tahu sebenarnya Calista tipe gadis yang manja.

"Oke, aku akan pergi dari sini. Tapi setelah aku memastikan kamu benar-benar makan makanan yang aku bawakan ini. Kalau kamu nggak mau makan, aku juga tidak akan pergi. Atau ..., perlu aku suapi?"

Pria itu mengerlingkan bola mata menggodanya. Wanita manapun akan baper jika diperhatikan seperti itu.

Dengan helaan napas kasar, akhirnya Calista memutuskan untuk segera sarapan, berharap Alvan lekas pergi dari tokonya.

"Baiklah. Aku akan sarapan sekarang. Tapi kamu harus janji padaku, setelah aku selesai sarapan, kamu harus pergi dari sini. Aku nggak mau Papaku tahu keberadaanmu di sini. Beliau bahkan belum mengenalimu sebagai saudaranya Alka. Aku takut beliau salah paham, dan menganggap aku sudah selingkuh dengan laki-laki lain."

Alvaro mengulas senyum liciknya, memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan orang tuanya Calista. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan selalu mengganggu hubungan Calista dengan Alka, selama Calista masih keukeh untuk tetap bertahan dengan Alka.

"Oh, jadi Papa kamu ada di sini. Kebetulan sekali, aku juga ingin mengenalinya sebagai mertuaku. Sangatlah tidak sopan kalau menantu datang belum bertemu dengan mertuanya. Masa iya, aku langsung pergi begitu saja." Senyuman bak iblis terlukis di wajah tampannya, dan itu membuat Calista mengumpat.

"Shit!!"

Berkali-kali Calista menoleh ke dalam toko, berharap Ayahnya tidak keluar dan mendapatinya sedang berduaan dengan Alvaro.

"Selesaikan dulu sarapanmu. Setelah itu, kau bisa mengantarku untuk bertemu dengan calon mertuaku, biar kami saling mengenal."

Refleks Calista melotot dan melayangkan tangannya memukul bahu Alvaro. Dia benar-benar dibuat gila dengan ulahnya.

"Kau ini bener-bener ya! Disuruh pergi malah mau ketemu sama Papaku. Jangan bicara apapun kalau sampai kalian bertemu. Aku nggak suka kalau kamu ketemu sama Papaku terus memanggilnya dengan sebutan 'mertua' Jangan bikin rusuh kamu! Jangan buat aku semakin gila!"

Alvaro melepas tawanya dengan menyentil hidung Calista. "Aku bahkan akan membuatmu semakin tergila-gila padaku, sayang!"

"Ah! Entahlah. Pusing ngomong sama kamu!"

Calista memutuskan untuk segera mengunboxing makanan yang dibawakan oleh Alvaro, agar pria itu tak berlama-lama berada di tokonya.

Calista menyuapkan nasi padang ke mulutnya, saat mengunyah pelan, ia merasakan kenikmatan nasi padang pemberian dari calon iparnya.

"Ini aku udah sarapan sesuai keinginanmu, bisakah kau pergi sekarang," pinta Calista.

Alvaro mengamati Calista yang sedang makan, ia malas untuk pergi dari tempat itu, lebih menyenangkan bila bersama orang yang disukainya.

"Kan baru dimulai, habiskan dulu, baru aku akan pergi. Kalau kau tidak menghabiskannya, aku juga tidak akan pergi dari sini."

Ekhem

Di saat Calista menyuapkan nasi ke mulutnya, tiba-tiba saja dikejutkan oleh keberadaan Geraldi yang sudah berdiri tak jauh dari mereka berada.

"Papa."

Calista melebarkan bola matanya saat ditatap datar oleh Ayahnya. Ia yakin, Ayahnya akan marah mengetahui keberadaan Alvaro di tempatnya mengais rezeki.

"Calista! Sedang apa kau ada di situ. Siapa dia?"

Geraldi memberikan tatapan dingin pada Alvaro. Ia mengira kalau pemuda itu pacar putrinya, atau laki-laki lain yang sengaja ingin mengganggu anaknya. Walaupun pada dasarnya memang benar, kalau keberadaan laki-laki itu hanya mengganggu Calista.

"Apa dia calon mertuaku, Calista?" Alvaro menatap Geraldi dengan berbisik di sebelah Calista.

Seketika itu Calista langsung membentaknya. "Diam kau!"

Geraldi mendekati Alvaro dengan tatapan melotot. Ia tidak suka melihat pria itu dekat-dekat dengan putrinya. "Ngapain kamu ada di sini dengan anak saya. Kamu mau cari masalah, mengganggu anak saya di sini? Anak saya sudah saya jodohkan dengan laki-laki lain. Jadi saya minta Anda pergi dari sini secepatnya."

"Tapi Pa, dia ini saudaranya Alka. Dia sengaja datang kemari karena diminta oleh Tante Riana untuk mengantarkan sarapan buat aku."

Walaupun hatinya dongkol Calista tetap melindungi Alvaro agar tidak mendapatkan makian dari orang tuanya.

"Oh, ya Pa, perkenalkan dulu nama saya Alvaro."

Calista menoleh pada Alvaro dengan melototinya. Alvaro terang-terangan memanggil orang tuanya dengan sebutan 'Papa'

Alvaro mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Geraldi. Geraldi pun memutuskan untuk menjabat tangan Alvaro, karena ia merasa sudah salah paham, mengira Alvaro orang lain yang sengaja mengganggu putrinya.

"Saya diminta sama Mama saya untuk mengantarkan makanan ini pada Calista. Kebetulan saya melewati tempat kerjanya. Jadi saya mampir sekalian," jawab Alvaro dengan tersenyum sopan pada Geraldi.

Geraldi terbengong. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu ternyata saudaranya Alka, calon menantunya. Bahkan saat pertemuan keluarga, Alvaro tidak ikut datang ke rumahnya.

"Oh! Jadi kamu ini saudaranya Alka? Maafkan Om, ya nak. Om sudah salah menuduhmu. Om pikir kamu laki-laki lain yang sengaja datang ke sini untuk mengganggu Calista, nggak taunya kamu saudaranya Alka."

Calista membuang napasnya. Ia berharap Alvaro tidak bercerita yang aneh-aneh tentang kejadian malam itu.

"Ternyata Alka itu memiliki saudara laki-laki yang sudah dewasa. Kalau boleh tahu kamu ini kakaknya atau ...,"

Dengan cepat Alvaro menjawabnya. "Saya adiknya Pa. Saya sama dia berjarak tiga tahun. Saya juga baru datang dari Eropa, saya jauh lebih berpengalaman dibandingkan Alka. Andai saja saya tidak terlambat,"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status