Enam pasang mata menatap satu titik. Seorang pria berjalan bak supermodel melewati puluhan orang yang sedang asyik bergerak meliukkan tubuh menikmati irama musik. Ekspresi masam tercetak jelas di wajah Victor saat menyapa ketiga sahabatnya yang terlihat begitu puas menertawainya.
"Welcome to the club, my brother!" teriak Joe yang sangat semringah menyambut kedatangan Victor.
"Selamat, Brother! Kau terlambat 28 menit." Jeff menyindir Victor tanpa belas kasih.
"Bersiaplah menerima hukumanmu," goda Louis membuat Victor mendengkus.
'Sial! Mereka pasti telah menyiapkan hukuman tidak jelas untukku. Baru kali ini, aku merasakan kalah taruhan.' Victor menggerutu di dalam batinnya.
Victor memasang ekspresi wajah masam. Penampilan Victor benar-benar menunjukkan jati diri sebagai seorang pimpinan sebuah perusahaan yang selalu berpakaian formal, kemeja, dasi, celana kain, jas dan sepatu hitam mengkilap.
Louis menuangkan champagne ke dalam sebuah gelas lalu menyodorkannya kepada Victor.
"Kau tidak perlu terlalu memikirkan hukumannya. Lebih baik kau nikmati minuman ini." Victor tersenyum kecil sambil menerima gelas pemberian Louis. Victor menyesapinya secara perlahan, membiarkan cairan berwarna kuning itu membasahi tenggorokannya.
Victor menatap satu per satu sahabatnya. Mereka semua memakai pakaian casual, tidak sepertinya, sangat formal. Salah satu fakta yang menunjukkan jika hanya dia seorang yang melupakan janji malam ini. Victor mendengkus, menyesali ketidaktelitiannya pada waktu.
"Tersenyumlah, Kak. Wajahmu akan penuh dengan kerutan jika terus diam, cemberut seperti itu." Victor mencibir ucapan Joe. Jika orang lain yang mengatakan perkataan yang sama seperti yang Joe sampaikan pada Victor, sudah pasti akan berakhir dengan pertengkaran besar. Victor sangat dihormati semua orang, dia juga termasuk orang yang dingin, sulit untuk dekat dengan orang lain.
"Berhentilah meledeknya! Apa kau tidak takut jika voucher ekslusifmu untuk masuk ke kelab dicabut?" Jeff menakut-nakuti Joe dan pria itu mendapat pukulan pada lengannya.
Keempat orang itu menikmati minuman dan juga makanan ringan di atas meja. Orang-orang berlalu lalang di depan meja mereka, tampak tak acuh dengan keberadaan dua pesohor dunia hiburan, Jeff dan Joe. Semua itu karena, Victor membuat larangan tertulis untuk setiap pengunjung dilarang memotret apa pun di dalam kelab, jika tertangkap melanggar, mereka akan didenda dan juga blacklist, tidak diperbolehkan masuk lagi selamanya. Larangan itu dibuat dan disahkan karena Victor ingin melindungi privasi orang-orang penting yang datang ke kelabnya.
"Lihat! Di sana sangat ramai. Sepertinya mereka sedang merayakan pesta. Aku jadi ingin ikut bergabung. Sepertinya seru sekali," kata Louis menunjuk tempat paling sudut di barisannya.
Ketiga sahabatnya yang lain mengikuti arah telunjuk Louis dan mengangguk. "Aku yakin, di sana banyak wanita yang sesuai dengan tipemu, Kak!" Joe memberi kode pada Louis untuk bergerak mencari mangsa.
Louis menggoyangkan gelas berisi champagne di tangannya ke kanan dan kiri. "Kali ini, aku akan memberikan kesempatan itu pada sahabat baikku." Louis menyikut lengan Victor yang sedari tadi hanya diam mendengarkan pembicaraan sahabatnya.
Victor menaikkan sebelah alis, menatap Louis. "Apa maksudmu?" tanya Victor.
Joe dan Jeff ikut serta menunggu jawaban Louis. Louis sendiri tersenyum miring menatap Victor. "Aku ingin kau mencium salah satu wanita di sana sebagai hukumanmu."
Kedua bola mata Victor terbelalak mendengar ucapan Louis. Seperti dugaannya, di antara mereka bertiga, sudah pasti akan memberikan hukuman yang cukup gila yang harus ia lakukan.
Joe dan Jeff bertepuk tangan kegirangan mendengar hukuman yang diberikan Louis. Hukuman itu sudah pasti sangat berat untuk dilakukan oleh Victor, mengingat pria itu sangat jarang berinteraksi dengan wanita. Hampir sebagian besar wanita yang mencoba mendekatinya ditolak mentah-mentah dan diabaikan begitu saja. Bagi Victor, pekerjaan adalah hal yang terpenting dibanding wanita yang hanya bisa menghabiskan waktunya sia-sia.
"Hukuman yang sangat pantas untuk 28 menit keterlambatan," timpal Jeff sambil cekikikan.
"Aku sangat tidak sabar untuk melihat kau melakukan hukuman itu, Kak." Joe sangat bersemangat.
Joe dan Jeff sering kali memanggil Louis dan Victor dengan tambahan 'Kak', itu karena mereka berdua usianya lebih tua daripada aktor dan penyanyi itu. Namun, Victor tidak melakukan hal yang sama pada Louis meskipun usia mereka selisih satu tahun.
Victor menatap keramaian di meja paling pojok dari tempat duduknya. Pria itu harus bersikap fair, memenuhi perjanjian yang telah disetujui apa pun bentuk hukumannya.
"Bagaimana dengan hukuman kalian berdua?" Victor menatap lurus Jeff dan Joe.
Jeff meletakkan minumannya lalu menyodorkan satu botol champagne yang masih tersegel pada Victor. "Simpan botol ini dan habiskan saat kita bertemu lagi nanti." Victor menaikkan sebelah alis. "Hah?! Apa kau yakin? Hanya ini seperti ini saja hukumanmu?" tanya Victor sedikit tidak percaya.
Jeff mengangguk. "Melihatmu kalah taruhan saja sudah cukup membuatku puas, Kak. Aku tidak akan menyiksamu secara keterlaluan." Jeff melirik menyindir Louis yang segera memberi sepakan pada kaki Jeff. Keduanya terkekeh geli.
Victor menerima botol itu dan meletakkan di depannya. "Aku akan habiskan isi botol ini, saat kita bertemu lagi nanti!" kata Victor tegas dan Jeff mengangguk.
Tatapan Victor beralih pada Joe yang tersenyum semringah menunggu Victor bertanya apa hukuman untuknya. "Bagaimana denganmu?"
"Berikan aku akses VVIP untuk semua kelabmu selama satu tahun penuh." Victor dan kedua sahabatnya yang lain mendengkus.
Louis melempar kulit kacang ke arah Joe. "Itu sama sekali bukan hukuman untuknya. Dia sama sekali tidak merasa terhukum jika kau mengatakan omong kosong seperti itu. Tanpa kekalahannya, kau bisa mendapatkannya, idiiot!" Louis mencela Joe secara terang-terangan.
Joe menggaruk kepalanya sambil terkekeh geli sendiri. Apa yang diucapkan Louis benar adanya.
"Baiklah, aku mengubah hukumanku. Aku ingin, kau mengatakan pada wanita yang kau cium, jika kau menyukainya." Louis menyemburkan minumannya, Jeff sendiri menggigit bibir agar tidak tertawa terbahak.
Joe merasa tidak ada yang salah dengan hukumannya. Berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan Victor. Pembisnis tampan itu terlihat sangat frustasi dengan hukuman Louis dan Joe. Namun, tidak ada alasan baginya untuk menolak dan menentang permintaan itu, selain melakukannya.
Louis segera memberi kode pada Victor untuk segera bangkit dari tempat duduknya dan pergi merealisasikan hukumannya. Dengan langkah setengah hati, Victor menggerakkan kakinya menuju tempat yang dimaksud. Saat Victor melewati keramaian, para wanita yang sedang berkumpul berteriak histeris dan terpesona dengan ketampanan Victor yang memasang ekspresi dingin. Tidak sedikit pula, yang secara tersng-terangan menggoda Victor, tetapi sama sekali tidak mendapat hirauan dari pria itu.
Sementara, di tempat duduk 3 anggota Ch4rmer yang lain membicarakan Victor.
"Lihat! Dia hanya berjalan layaknya orang biasa, sama sekali tidak terlihat sedang menebar pesona, tetapi wanita yang melihatnya selalu histeris. Aku harus mengakui, pesona Victor Zhang sangat mematikan," ungkap Jeff.
"Aku hanya penasaran, bagaimana reaksi histeris wanita yang diciumnya. Aku pikir, wanita itu wanita paling beruntung saat ini karena bisa merasakan ciuman seorang Victor Zhang." Joe tersipu sendiri membayangkannya.
"Hanya kalah taruhan, bisa membuat seorang Victor Zhang menjadi penurut. Jika tidak ... dia pasti akan mencekik kita bertiga," ledek Louis dan mereka tertawa bersama.
***
Victor berdiri sambil menatap sekeliling. Semua orang di depannya sedang menari, berteriak serta sibuk mencari sesuatu yang sepertinya sedang disembunyikan. Victor mengambil salah satu topeng yang jatuh di dekat kakinya, dan melihat kembali ke sekitarnya. Semua orang di sana memakai topeng.
"Apa ini pesta topeng?" tanya Victor pada salah satu pria yang berdiri dengan satu botol bir di tangannya.
"Ya. Mereka sedang mengadakan games. Pasangan pengantin itu berbaik hati untuk memberikan hadiah pada tamu yang beruntung. Cepat pakai topengmu dan berbaurlah!" Pria dengan rambut setengah botak itu mendorong tubuh Victor agar bergerak maju, masuk ke dalam kerumunan orang yang sedang asyik menari.
Victor menatap topeng di tangannya dan tersenyum miring. "Topeng ini menyelamatkanku. Dengan begini, aku tidak perlu repot untuk meladeni kegilaan wanita yang aku cium nanti." Victor bermonolog, lalu memasang topeng, menutupi sebagian wajah tampannya.
Pria itu berjalan menyusuri keramaian mencari target wanita asing yang akan ia cium. Saat ingin melangkah lebih jauh, tiba-tiba seseorang wanita di depannya terhuyung secara tidak sengaja akibat desakan orang-orang yang berjalan. Secara spontan, Victor menahan tubuh wanita bertopeng merah itu dengan sebelah lengannya.
Adegan pelukan di pinggang yang dilakukan oleh Victor persis seperti yang diperankan di dalam drama romansa. Keduanya saling bertatapan. Entah dorongan dari mana, Victor memilih untuk mencium bibir mungil wanita dalam pelukannya. Wanita itu bukanlah target pencariannya.
'Rasa Tequila yang manis. Menyegarkan sekali.' Victor membatin setelah ia mencium bibir wanita bertopeng merah itu.
Keduanya masih sempat bertatapan satu sama lain. Victor yakin, wanita itu berusaha keras untuk memperhatikan wajah tampannya, tetapi saat wanita itu hendak membuka mulut, seseorang datang menyoroti mereka berdua dan mengatakan jika mereka berhak mendapatkan uang 20.000 yuan.
Victor memperhatikan ekspresi ceria wanita bertopeng merah itu. Wanita itu bahkan menyodorkan uang hadiah padanya.
'10.000 yuan? Uang itu bahkan tidak cukup untuk membeli satu botol champagne kesukaanku,' batin Victor.
Tentu saja Victor menolaknya. Victor lalu melangkah mundur meninggalkan wanita itu sendirian. Namun, setengah perjalannya kembali ke meja, ia teringat akan hukuman dari Joe belum ia lakukan. Victor berbalik dan ternyata mereka kembali bertemu, tetapi kali ini mereka yang bertabrakan.
Victor dan wanita itu saling memandang satu sama lain. Jantungnya berdetak tidak beraturan saat melihat kedua bola mata besar dengan bulu mata lentik wanita itu berkedip. Mulut Victor secara spontan mengucapkan kalimat suruhan Joe.
"Aku menyukaimu," ucap Victor dengan suara cukup keras agar terdengar jelas karena suara bising musik.
Victor secepat mungkin memasang kembali wajah angkuh, karena setiap kali wanita yang ia pernah coba rayu seperti itu akan berubah menjadi agresif padanya. Victor melirik ke arah wanita itu dan ternyata kedua bola mata wanita itu sedang memicing tajam padanya.
"Aku tidak akan termakan omong kosongmu. Lebih baik, kau menyingkir. Aku ingin mencari temanku. Dasar pria hidung belang!" Wanita bertopeng merah itu melewatinya begitu saja. Sikap wanita itu benar-benar bertolak belakang dari ekspetasinya. Victor memandang punggung wanita dengan dress putih yang menghilang di tengah keramaian kelab.
"Sial! Apa yang baru saja dia lakukan? Dia memakiku!" umpat Victor kesal.
Ji Mei pamit untuk pergi ke toilet. "Aku akan ke toilet sebentar." teriak Ji Mei di samping telinga Lilian. Wanita itu menoleh dan menatap Ji Mei. "Kau mau aku temani?" Ji Mei menggeleng. Menolak tawaran Lilian. "Tidak perlu. Kau bersenang-senang saja di sini. Lagipula, di sini sangat aman. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera kembali." Lilian mengangguk. Ji Mei pergi meninggalkan Lilian dengan membawa serta tasnya. Wanita itu sudah tidak tahan untuk membuang air kecil. Suhu ruangan yang rendah serta pakaiannya cukup terbuka membuat keinginan buang air semakin besar. Ji Mei melewati beberapa meja. Tidak jarang ia mendapatkan godaan dari pria hidung beelang, tetapi tidak ada yang ditanggapi olehnya. Wanita itu terus berjalan menuju toilet. Ji Mei sudah beberapa kali ke kelab malam ini, ia juga memiliki akses VVIP sehingga bisa memakai fasilitas toilet yang hanya bisa dipakai pemilik akses VVIP saja, tidak perlu mengantre bersama tamu lainnya seperti toilet umum yang ada di luar
Joe memicingkan mata, memastikan jika ia tidak salah melihat orang. Meskipun ditutupi oleh topeng putih, Joe masih bisa mengenalnya dengan baik. Aktor tampan itu meminta izin kepada dua sahabatnya untuk pergi sebentar. Tidak mengatakan tujuan spesifiknya kepada Louis dan Jeff. Kedua sahabatnya pun tidak ambil pusing dengan kepergian Joe. Mereka pikir, Joe hanya ingin buang air kecil yang sangat manusiawi. Joe rela melewatkan momen hukuman Victor demi memastikan sesuatu. Langkah kakinya menyusuri tempat sepi. Beberapa penjaga yang sudah mengenal baik dirinya mempermudah seluruh akses untuk Joe dalam kelab itu. Berjalan mengendap-endap mengikuti perjalanan seseorang yang berada di depannya. Joe sudah sangat yakin jika dirinya tidak akan salah orang. Wajah Joe berseri. Senyumannya merekah cerah. Waktu larut malam, tidak mengendorkan semangatnya. Joe sengaja menarik dan membekap mulut wanita yang baru saja keluar dari toilet untuk kembali masuk ke sana. Tidak disangka jika wanita itu k
Ada dua alasan mengapa Louis masih duduk manis menyesapi champagne di kelab. Alasan pertama, karena masih ingin bersenang-senang, mencari mangsa untuk menemaninya tidur malam ini. Alasan kedua, Louis menunggu Joe yang tak kunjung kembali sudah lebih dari 20 menit. Dompet Joe masih berada di atas meja. Kebiasan buruk aktor tampan itu ketika berkumpul bersama para sahabat dan juga kru drama atau film, jika ingin pergi ke toilet ia akan meninggalkan dompetnya di atas meja tempat mereka berkumpul. Mata Louis berkeliling menelisik satu per satu penampilan wanita yang berjalan menggoda di depannya. Meskipun Louis sering berganti wanita untuk kencan, tetapi ia juga sangat selektif untuk memilihnya. Bentuk tubuh, ukuran dada dan juga bokong harus seimbang di matanya. Ketika Louis ingin beranjak dari tempat duduknya untuk turun ke lantai dansa, Joe muncul. Jika orang awam yang menilai penampilan Joe saat itu, tentu tidak merasa ada yang aneh atau janggal, tetapi Louis dengan seribu pengalam
Lilian sudah membersihkan diri. Penampilannya kini sudah sangat segar. Ji Mei telah membalas pesannya semalam dan mengatakan jika semalam ia harus pergi menginap ke rumah saudaranya secara mendadak. Tidak ada alasan untuk Lilian tidak mempercayainya. Dengan ditemani satu mangkok mie tomat dan segelas jus jeruk, Lilian duduk manis di meja makan. Komikus cantik itu setiap hari memiliki rutinitas untuk mengecek peringkat komiknya. Kedua ujung bibir Lilian tertarik ke atas. Komiknya masih masuk dalam 3 judul terpopuler. Lilian lalu beralih untuk melihat e-mail. Manajernya mengirimkan draft surat perjanjian pembelian hak adaptasi untuk komiknya. Lilian bisa hidup berkecukupan karena tiga judul komiknya telah diadaptasi ke sebuah series atau drama animasi. Rating untuk drama animasi itu pun memuaskan sehingga pundi-pundi uang terus berdatangan padanya. Hanya saja, sampai saat ini, Lilian belum ingin menunjukkan wajahnya secara langsung kepada para pembaca setia komiknya. Lilian telah dides
Ji Mei berdiri gugup di samping Joe. Ketiga pria di depannya terasa seperti bukan manusia karena kadar ketampanan yang cukup tinggi. Mulutnya seakan kaku untuk terbuka dan memberi sapaan. Ji Mei sudah terbiasa hidup dengan pria tampan seperti kekasihnya, Joe. Akan tetapi, dirinya tetap saja lemah ketika terserang tiga visual sekaligus. Ji Mei menatap satu per satu sahabat Joe. Salah satu, di antara ketiga orang itu Ji Mei mengenalnya karena pria itu adalah seorang penyanyi terkenal. "Ketiga pria ini adalah sahabatku." Joe menoleh ke arah Ji Mei melihat ekspresi kekasihnya yang gugup, tersipu serta salah tingkah. Joe sedikit kesal melihat respon Ji Mei. "Pria dengan kemeja putih itu adalah pria tertua di antara kami berempat. Louis Yu, seorang dokter spesialis anak, pewaris Shanghai Hospital." Louis tersenyum manis sambil mengangkat telapak tangannya menyapa Ji Mei. "Pria dengan kemeja bermotif itu, kau pasti mengenalnya, bukan?" Joe melirik Ji Mei yang mengangguk kaku di sampingnya
"Kau sangat aneh? Ada apa sebenarnya? Apa ada yang terjadi semalam?" selidik Ji Mei pada Lilian. Wanita dengan penampilan modis dan seksi itu tampak menghela napas berat lalu menggeleng. "Semuanya baik-baik saja. Hanya saja, ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku." Lilian tidak ingin menceritakan kejadian ciuman semalam pada Ji Mei."Lalu ... apa maksud ucapanmu tadi?" desak Ji Mei penasaran.Lilian kembali menggeleng. "Aku hanya asal bicara. Lupakan saja." Ji Mei memicing ke arah Lilian yang menghindari tatapannya. "Lalu, sejak kapan kau menggambar seperti ini? Menggambar karakter manusia dengan sangat jelas? Apa kau akan mengubah genre cerita komikmu?" Ji Mei mencoba mengorek informasi lebih detail. "Aku hanya asal menggambar. Aku tetap mencintai nagaku. Tapi aku harus meluruskan informasi padamu bahwa aku sudah pernah membuat komik Xianxia seorang raja iblis tampan dan peri bunga yang cantik. Bahkan akan diangkat menjadi drama." Ji Mei menelan saliva mendengar penjelasan det
Victor tersenyum mendengar kabar jika Jeff bersedia menjadi bintang tamu untuk kelabnya di Shanghai. Victor baru saja kembali dari Beijing kemarin, dan malam ini ia akan datang ke kelab bersama para sahabatnya untuk melihat penampilan Jeff. Hanya memberi pengumuman lewat media sosial, suasana kelab menjadi sangat padat. Victor datang lebih awal dari para sahabatnya untuk memantau keadaan kelab, memastikan jika semuanya aman. Victor menambah bodyguard yang berjaga untuk keamanan. Pemeriksaan pun ikut diperketat, Victor berjaga-jaga agar tidak terjadi sesuatu yang bisa mengakibatkan kegaduhan. Pria dengan kemeja putih slim fit, mencetak jelas semua otot dada dan lengannya memilih berdiri di lantai teratas yang ada di kelab itu. Memantau orang-orang yang memadati lantai dansa.Kelab malam adalah investasi paling menjanjikan untuk menghasilkan pundi-pundi uang yang berlimpah meskipun begitu banyak risiko yang mungkin terjadi, seperti perkelahian dan tindak kriminal lainnya. Meskipun begi
Lilian memilih untuk masuk ke dalam toilet VVIP yang tidak begitu ramai didatangi. Wanita itu membasahi tisu dengan air lalu mencoba untuk menghilangkan noda yang lekat di dressnya. Setelah lumayan bersih, Lilian mematut wajahnya di depan cermin dengan penerangan yang tidak begitu terang. Wanita itu ingin memastikan jika penampilan dan juga riasan wajahnya sama sekali tidak membuatnya jelek. Suara ketukan sepatu high heels cukup jelas terdengar memasuki pintu masuk toilet. Lilian melirik lewat cermin di hadapannya dan mendesah, saat tahu siapa yang datang ke sana. Seseorang yang tidak ingin Lilian temui. Langkah kaki wanita berhigh heels putih itu mendekat ke arah Lilian berdiri. Dengan kedua tangan menyilang di depan dada, wanita itu menatap Lilian dengan senyum penuh ejekan. "Itu hanya tindakan kecil yang kuberikan. Semoga kau mengerti maksud baikku." Liu Tian berkata dengan sombong. Lilian berbalik, menatap Liu Tian dengan senyum sinis. "Kau pikir, aku takut dengan gertakanmu i