Lari.
Sekarang atau tidak selamanya.
Kata itu terus terngiang dalam kepalaku. Aku berhasil kabur melalui jendela dari sambungan beberapa helai kain belacu lama yang tidak terpakai. Aldrich pasti sadar sekarang. Kamarnya yang luas kosong tanpa aku. Aku tidak ingin membayangkan reaksi pria itu—tidak sanggup, lebih tepatnya.
Aku tersesat setelah kembali berlari memasuki jantung hutan—hutan rawa yang berkembang di kawasan yang tergenang air tawar secara periodik, bukan jenis hutan belantara seperti tempat pertama kali aku menemukan portal. Daerah itu ditumbuhi oleh vegetasi yang bervariasi, tetapi tetap didominasi warna hijau sejauh mana pun mata memandang—mengembalikan perasaan yang akrab di dalam dada.
Mereka serigala—bukan hanya seekor, melainkan para kawanan. Sepasang mata kecilku yang polos kembali menangkap bayangan lain di antara rerumputan. Serigala hitam dengan sepasang mata birunya yang indah itu balas memandangku. Tunggu, apa serigala memang mempunyai warna mata seperti itu?Aku mengerjap-ngerjap, lantas beralih memungut boneka beruang yang warnanya tidak lagi cokelat di atas tanah—memeluk dan menggendongnya seperti seorang bayi. Hewan buas tiruan itu merupakan satu-satunya peninggalan terakhir dari mendiang orang tuaku. Kami tidak terpisahkan.Aku bertengkar dengan Bibi Hailey—istri Paman Scott, yang selalu mempunyai masalah dengan berat badannya itu tadi. Dia mengata-ngataiku sebagai ‘si pembawa sial’ hanya karena aku tidak menghabiskan sup krim jagung buatannya yang payah.
Suara gerombolan burung bulbul kembali memecah suasana hening sementara di antara kami. Aku tidak mengerti. Mengapa mereka harus bersiul di waktu yang tidak lazim seperti sekarang? Apa itu merupakan sebuah tanda untuk sesuatu?Keadaan malam di hutan rawa tidak sama seperti hutan lain yang pernah kukunjungi—atau tidak sengaja kukunjungi, lebih tepatnya. Kawasannya jauh lebih gelap—kelam yang mencekam, tidak ada sesuatu yang indah di sini, kecuali unicorn dan tupai yang tadi kujumpai. Aku bahkan masih sangsi dengan keberadaan mereka yang benar-benar ada atau hanya halusinasi yang tercipta oleh sang mermaid agar aku teperdaya.“Aldrich?”
It’s too personal. Aku memindai kalung itu dengan tatapan bingung—bukan berarti aku tidak menyukainya, tetapi aku punya beberapa alasan lain. Xaferius bahkan belum sempat memberiku sesuatu yang mengikat, kecuali sebuah tanda di pergelangan kakiku sebagai klaim bahwa dia adalah pasangan abadiku.Aku menelan ludah sebelum kembali berujar, “Kupikir ini aga—”“Pakailah, kumohon. Aku tidak akan meminta yang lain padamu.”“Aku tidak... yakin.”“Kau boleh melepasnya, jika kita sudah keluar dari sini.”Ucapan Aldrich selalu menyiratkan makna lain
Aku kembali bermimpi sebagai Anna di usia sepuluh yang pernah mengalami beberapa perundungan dari dua orang teman sekelas yang menganggapku si kutu buku karena aku selalu menenteng tas yang penuh berisi buku-buku pelajaran. Diejek atau diganggu adalah ‘makanan’ sehari-hari bagiku.Mimpi itu kembali terputus sebentar, lantas berlanjut—aku merupakan Anna yang sekarang; berjalan melintasi hutan Nightingale sendiri. Aku didera perasaan bingung dan takut yang tidak berkesudahan, kemudian melangkah ke balik semak-semak yang rimbun. Aku melihat diriku terus bergerak dengan tersaruk-saruk menuju ke sebuah sumur yang tidak ada di sana sebelumnya—atau apa aku memang tidak menemukannya?Indra penglihatanku menangkap sebuah pendaran cahaya yang muncul dari bibir sumur. Aku mengernyit, memandang ke warna kuning emas yang b
Itu priaku. Aku tidak lagi mengingat sejumlah peralatan infus yang masih terpasang di tubuhku. Kedua kakiku refleks bergerak menuruni ranjang dan seketika menghambur ke dalam pelukannya. Xaferius menghujaniku kecupan yang panjang. Dia menciumku seperti seorang pengembara yang ingin memuaskan dahaganya karena telah berhasil menemukan sumber air yang dia cari selama berhari-hari. Setiap sentuhan darinya melukiskan seluruh kerinduan dan keputusasaan. Dadaku bergetar dipenuhi euforia berlebih yang juga mengisi sepasang netranya. Sengatan rasa nyeri yang tiba-tiba hadir membawaku kembali berpikir secara rasional setelah melepas pertemuan mengharukan kami. Pandanganku beralih dengan enggan ke pergelangan tangan kiriku—warna selangnya berubah menjadi merah sekarang, sebagian darahku naik dan menimbulkan efek ngilu yang membuat keningku
“Aku mengingatnya sekarang. Apa dia adalah serigala berbulu krim itu?”Xaferius mengangguk menanggapi pertanyaanku, “Kau benar. Sarah bergabung dengan Aldrich setelah konflik berdarah antara Rusia dan Jepang terjadi di tahun 1905. Dia lari dari Manchuria setahun setelah perang itu berakhir. Mereka telah terikat dalam sebuah hubungan yang begitu lama. Kau tidak perlu meragukan loyalitas wanita itu pada Aldrich. Aku yakin dia bahkan rela melompat ke dalam api jika Aldrich yang memintanya.”Itu bukan usia yang singkat—Sarah bahkan telah melewati beberapa peristiwa bersejarah di sepanjang eksistensinya, menyaksikan sederet kejadian luar biasa sebagai saksi hidup yang tidak orang-orang tahu. Aku mengalihkan pandanganku padanya. Wanita itu masih tetap diam di posisi yang sama—tanpa berganti pose. Kedua t
“Tutup mulut kalian!” hardik Sarah dengan nada yang seketika membuatku terlonjak dan menoleh padanya.“Apa yang salah denganmu?” balas Shaunn dengan intonasi yang tidak kalah tinggi.“Tenanglah, Shaunn,” tegur Xaferius, dia langsung berdiri dan bergerak mendekati Sarah.“Serigala betina itu sudah gila!”“Zip your mouth,” tambah Simon yang berusaha untuk membungkam Shaunn.Adaire merangkul kedua pundak werewolf muda itu agar tet
“Ada beberapa rahasia di dalam sana, Anna. Rahasia yang hanya segelintir orang tahu dan kau bahkan belum menyentuh dasarnya.”Rahasia.Aku juga benci itu—selain kejutan, tentu saja. Terakhir kali aku mendapat sebuah kejutan, terakhir kali pula aku melihat Xaferius. Kita tidak pernah tahu sesuatu seperti apa yang sedang menunggu di balik itu, bukan?“Aku tidak ingin mendengarnya.”Xaferius mengangkat satu alisnya, “Mengapa? Kupikir kau selalu penasaran.”“Hanya kadang-kadang. Tidak selalu. Kupikir aku harus belajar menahan diri untuk mengetahui sesuatu yang memang seharusnya tidak kuketahui.”