Share

4. Greetings From Me

Happy Reading . . .

~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~

***

Dengan segala trik yang dilakukan Nalla pada saat ia memasuki bangunan kantor perusahaan Hollie's Shiner yang memang begitu ketat penjagaannya sehingga yang tidak memiliki kepentingan pada perusahaan tersebut tidak diperbolehkan untuk masuk, hingga pada akhirnya wanita itu bisa berada di sebuah ruangan dimana sang target berada. Untung saja Nalla sudah bukan lagi seseorang yang lemah dan tidak memiliki siapa-siapa. Karena berkat Benjamin, ia bisa memiliki banyak anak buah yang memang dilatih dan begitu berani untuk bertarung di dalam kondisi apapun. Sehingga sedikit halangan pun yang berada di hadapan Nalla, dengan mudahnya disingkirkan.

Dan kini, setelah berada di sebuah ruangan yang sangat luas di lantai tiga puluh lima. Dengan wajah yang memandang rendah sosok di hadapannya itu, tatapan tajam serta seringaian pun Nalla perlihatkan kepada sosok bernama Megan. Sosok yang sudah sejak lama Nalla nanti bisa berjumpa kembali, sekaligus membalaskan dendam yang selama ini dimilikinya.

"Hello, Megan. Bagaimana kabar anda hari ini, hah?" Sapa Nalla sambil melangkahkan kaki menghampiri wanita itu yang masih duduk di kursi kebesarannya.

"Siapa anda? Jangan dengan sesuka hati masuk ke ruangan seseorang tanpa izin seperti diri anda ini. Dasar! Seperti manusia rendahan yang tidak memiliki tata krama saja," cibir Megan yang justru membuat Nalla semakin tersenyum dengan lebar akannya.

"Lalu, apa yang harus saya lakukan jika anda bisa memberitahukannya, Nyonya yang sangat mengerti akan tata krama?"

"Anda bisa berbicara dengan sekretaris saya terlebih dahulu di luar sana."

"Wanita berambut pendek dan banyak tanya itu? Saya sudah membunuhnya. Saya sungguh tidak tahan dengan suaranya yang begitu mengganggu telinga," ucap Nalla dengan enteng.

Dan tidak lama setelah Nalla mengakhiri kalimat ucapannya, bersamaan dengan itu ia pun melihat pergerakan tangan Megan yang begitu cepat mengambil gagang telepon di atas meja. Dan menekan tombol angka-angka di sana, sehingga membuat Nalla yang tidak ingin kalah cepat juga langsung mengambil sebuah pistol yang ia simpan di balik rok yang dikenakannya, lalu Nalla pun menembakkannya tepat mengenai tangan Megan hingga teriakan kesakitan pun langsung terdengar memenuhi ruangan tersebut.

"Jangan berani-beraninya anda meminta pertolongan! Untuk apa anda melakukannya, jika anda saja sudah pernah menghilangkan nyawa seseorang, hah?!" Seru Nalla dengan suara yang tidak kalah kencang dari teriakan kesakitan yang masih Megan keluarkan juga.

"Ap-apa yang anda inginkan?" Tanya Megan sambil menahan rasa sakit yang teramat sangat karena timah panas itu tepat mengenai tulangnya.

"Jim, Felix. Kalian tahu apa yang harus dilakukan."

Perintah Nalla terhadap kedua anak buah Benjamin yang ikut dalam misi tersebut. Dan kedua pria yang sudah menerima perintah itu pun juga langsung menghampiri Megan. Dengan paksa, mereka menyeret tubuh wanita itu hingga berlutut di bawah Nalla.

Setelah tubuhnya ditundukkan dan kedua tangan yang juga dipegangi kuat oleh Jim dan Felix, Nalla menaikkan dagu Megan dengan ujung sepatu high heels-nya sehingga ia bisa menatap wajah yang sudah terlihat begitu ketakutan di bawah sana. Nalla yang melihat lawannya sudah lumpuh, semakin mengeluarkan senyuman kejamnya hingga membuat Megan dengan seketika menjadi tidak berani menatap wajah wanita itu.

"Apakah kau merindukanku, Megan? Dua puluh tahun yang lalu, apakah kau masih mengingat dengan jelas bagaimana dengan kejinya kau melakukan hal itu? Dengan teganya kau menghabisi nyawa seseorang hanya untuk ambisi omong kosongmu itu saja. Apakah kau pernah berpikir akibat yang akan kau dapatkan setelah semua hal yang kau lakukan itu?"

"Kau terlalu banyak berbicara, Sayang." Ucap Benjamin yang baru saja menyusul Nalla masuk ke dalam ruangan tersebut, karena pria itu yang baru saja melumpuhkan penjaga-penjaga bangunan yang hendak melumpuhkan kedatangan kelompok mereka.

"Maafkan aku, aku sedikit terbawa suasana hingga-"

"Hei, tidak ada lagi kesedihan. Kau ingat itu, bukan?" Sela Sebastian sambil menggenggam kedua tangan Ravena dan menenangkannya.

"Ben-benjamin..."

Panggilan Megan yang terbata itu membuat Nalla langsung menengokkan kepala ke asal suara dan pria yang di panggilnya itu secara bergantian.

"Kau mengenal Megan?" Tanya Nalla dengan menyelidik.

"Tidak," balas Benjamin dengan cepat.

"Tetapi dia mengenalmu."

"Itu hanya omong kosong saja."

Dengan perasaan yang mulai marah, Nalla pun mulai melepaskan tangannya secara paksa dari genggaman Benjamin, karena ia ingin menghampiri Megan untuk meminta penjelasan akan hal yang membuatnya menjadi tidak mengerti dan merasa bingung di saat yang bersamaan.

"Kau mengenal dia?"

Namun pertanyaan Nalla itu hanya diabaikan oleh Megan, yang kini justru sedang menatap Benjamin di belakang sana dengan pandangan penuh arti.

"Jawab pertanyaanku bodoh!" Seru Nalla sambil mencekik leher Megan dengan begitu kuat.

Namun bukannya jawaban yang Nalla dapatkan, wanita itu justru diludahi oleh Megan hingga mengenai wajahnya. Hal itu pun tentu saja langsung membuat amarah Nalla menjadi tersulut. Dan dengan rasa emosi, ia pun menendang tubuh Megan hingga membuat wanita itu sampai terpental dari kedua tangannya yang sedang digenggam.

"Kau membuatku marah, Jalang!" Murka Nalla yang kini sudah menginjak leher Megan di lantai dengan ujung sepatunya hingga membuat wanita itu kesulitan bernafas.

Sedangkan Megan yang sedang kesulitan bernafas itu berusaha mencakar kaki Nalla yang terus berusaha untuk menjauhkan dari lehernya menggunakan sebelah tangan yang tidak terluka akibat tembakan.

"Jawab pertanyaanku, Jalang!" Teriak Nalla kembali dengan suara kencang yang memenuhi ruangan itu.

"Ja-jangan pernah..., ka-kau..., berurusan dengannya. Ben-benjamin..., ti-tidak sebaik yang... ya-yang kau pikirkan," balas Megan dengan terputus-putus di saat dirinya yang sulit berbicara dan bernafas akibat kaki Nalla.

"Kenapa?"

"Di-dia pria..., ya-yang manipulatif."

"Jangan dengarkan omong kosongnya itu, Sayang." Sela Benjamin yang sedang berusaha untuk membela dirinya sendiri.

Namun di saat Nalla merasakan sebuah sentuhan di bahunya, ia pun langsung menempelkan ujung pistol yang ia pegang tepat di kening Benjamin setelah wanita itu mendengar suara sang suami yang tepat berada di belakangnya.

"Diam! Aku tidak butuh saran darimu."

"Hei, kita bisa bicarakan semuanya, okay?"

"Tidak ada yang perlu dibicarakan."

Ucapan sinis Nalla itu bersamaan dengannya, yang mengeluarkan pistol lain dari dalam kantung jaket yang ia kenakan, dan langsung mengarahkannya tepat ke kepala Megan.

"Sampaikan salamku untuk Gio dan Corrie, katakan bahwa anaknya ini begitu merindukan mereka."

"Na-nalla?"

"Sampai jumpa, Jalang."

Timah panas yang dilepaskan Nalla dengan beberapa kali tembakan pun menembus kepala Megan, yang tentu membuat wanita itu menjadi langsung tergeletak tidak berdaya, dengan nyawa yang tentu saja sudah melayang. Dan setelah melihat targetnya sudah berhasil ditaklukkan, Nalla pun meninggalkan ruangan tersebut dengan sedikit senyuman dibibirnya. Setelah memberikan dua buah pistol yang masih ia genggam kepada Ivy, Nalla pun mengambil beberapa tisu yang diberikan oleh sang asisten itu untuk membersihkan wajahnya yang sempat diludahi tadi.

"Panggil beberapa anak buah yang bersiap dan sedang tidak bertugas untuk membawa alat peledak. Hancurkan tempat ini sampai rata dengan tanah. Ini perintah langsung. Dan saya ingin sore hari nanti semuanya sudah selesai," ucap Nalla kepada Ivy yang selalu mengikuti kemanapun sang atasannya itu melangkah.

"Bagaimana dengan orang-orang yang masih berada di dalam gedung ini, Queen?"

Nalla pun memberikan tatapan tajam kepada Ivy atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan kepada dirinya, dan langsung membuat sang asisten langsung dibuat terdiam akannya.

"Baik, Queen. Perintah anda akan langsung dilaksanakan."

Setelah menyampaikan keinginannya itu, Nalla pun mempercepat langkahnya menuju lift untuk bisa secepatnya keluar dari bangunan itu. Namun ketika ia hampir sampai di pintu lift, sebuah suara terdeteksi indra pendengarannya. Benjamin memanggil-manggil Nalla agar wanita itu dapat menghentikan langkahnya, tetapi sayangnya hal itu justru tidak dihiraukan olehnya. Bahkan di saat Nalla sudah berada di dalam lift terlebih dahulu, ia tanpa ragu membiarkan pintunya tertutup dan meninggal Benjamin di luar sana.

Hingga di saat wanita itu yang juga sudah berada di dalam mobil yang sudah bersiap tepat di depan gedung tersebut, Nalla pun menutup tirai kaca tepat sampingnya disaat sang suami sedang berusaha membuka pintu mobil yang sudah ia suruh sang supir untuk langsung menguncinya terlebih dahulu. Dan setelah itu, mobil pun langsung melaju seusai perintah yang Nalla berikan kepada sang supir di depan sana.

Dan dengan melajunya mobil yang sedang ditumpangi itu, pada akhirnya Nalla bisa sedikit bernafas dengan lega karena rupanya ia sudah bisa membalaskan dendam yang ia rasakan di sepanjang hidupnya hingga saat ini. Dan dengan begitu, kini tinggal satu target lagi yang harus ia lumpuhkan. Tidak hanya akan dilumpuhkan, tetapi targetnya tersebut akan bernasib sama seperti orang-orang yang sebelumnya telah ia lubangi kepalanya.

Jangan mengadili Nalla karena ia telah menjadi wanita yang tidak berperasaan dan tidak memiliki hati seperti itu. Selain karena ia yang sudah kehilangan kedua orangtuanya, wanita itu pun sudah dibentuk dan dibuat menjadi seseorang yang tidak memiliki perasaan, sehingga tidak akan pandang bulu kepada setiap orang yang sudah mencari masalah dengannya. Pikiran dan isi kepalanya itu sudah diatur oleh seorang pria yang saat ini sudah memanipulasi seluruh kehidupannya yang tidak lain-tidak bukan adalah Benjamin, suaminya sendiri.

***

To be continued . . .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status