Happy Reading . . .
~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~***Dengan segala trik yang dilakukan Nalla pada saat ia memasuki bangunan kantor perusahaan Hollie's Shiner yang memang begitu ketat penjagaannya sehingga yang tidak memiliki kepentingan pada perusahaan tersebut tidak diperbolehkan untuk masuk, hingga pada akhirnya wanita itu bisa berada di sebuah ruangan dimana sang target berada. Untung saja Nalla sudah bukan lagi seseorang yang lemah dan tidak memiliki siapa-siapa. Karena berkat Benjamin, ia bisa memiliki banyak anak buah yang memang dilatih dan begitu berani untuk bertarung di dalam kondisi apapun. Sehingga sedikit halangan pun yang berada di hadapan Nalla, dengan mudahnya disingkirkan.Dan kini, setelah berada di sebuah ruangan yang sangat luas di lantai tiga puluh lima. Dengan wajah yang memandang rendah sosok di hadapannya itu, tatapan tajam serta seringaian pun Nalla perlihatkan kepada sosok bernama Megan. Sosok yang sudah sejak lama Nalla nanti bisa berjumpa kembali, sekaligus membalaskan dendam yang selama ini dimilikinya."Hello, Megan. Bagaimana kabar anda hari ini, hah?" Sapa Nalla sambil melangkahkan kaki menghampiri wanita itu yang masih duduk di kursi kebesarannya."Siapa anda? Jangan dengan sesuka hati masuk ke ruangan seseorang tanpa izin seperti diri anda ini. Dasar! Seperti manusia rendahan yang tidak memiliki tata krama saja," cibir Megan yang justru membuat Nalla semakin tersenyum dengan lebar akannya."Lalu, apa yang harus saya lakukan jika anda bisa memberitahukannya, Nyonya yang sangat mengerti akan tata krama?""Anda bisa berbicara dengan sekretaris saya terlebih dahulu di luar sana.""Wanita berambut pendek dan banyak tanya itu? Saya sudah membunuhnya. Saya sungguh tidak tahan dengan suaranya yang begitu mengganggu telinga," ucap Nalla dengan enteng.Dan tidak lama setelah Nalla mengakhiri kalimat ucapannya, bersamaan dengan itu ia pun melihat pergerakan tangan Megan yang begitu cepat mengambil gagang telepon di atas meja. Dan menekan tombol angka-angka di sana, sehingga membuat Nalla yang tidak ingin kalah cepat juga langsung mengambil sebuah pistol yang ia simpan di balik rok yang dikenakannya, lalu Nalla pun menembakkannya tepat mengenai tangan Megan hingga teriakan kesakitan pun langsung terdengar memenuhi ruangan tersebut."Jangan berani-beraninya anda meminta pertolongan! Untuk apa anda melakukannya, jika anda saja sudah pernah menghilangkan nyawa seseorang, hah?!" Seru Nalla dengan suara yang tidak kalah kencang dari teriakan kesakitan yang masih Megan keluarkan juga."Ap-apa yang anda inginkan?" Tanya Megan sambil menahan rasa sakit yang teramat sangat karena timah panas itu tepat mengenai tulangnya."Jim, Felix. Kalian tahu apa yang harus dilakukan."Perintah Nalla terhadap kedua anak buah Benjamin yang ikut dalam misi tersebut. Dan kedua pria yang sudah menerima perintah itu pun juga langsung menghampiri Megan. Dengan paksa, mereka menyeret tubuh wanita itu hingga berlutut di bawah Nalla.Setelah tubuhnya ditundukkan dan kedua tangan yang juga dipegangi kuat oleh Jim dan Felix, Nalla menaikkan dagu Megan dengan ujung sepatu high heels-nya sehingga ia bisa menatap wajah yang sudah terlihat begitu ketakutan di bawah sana. Nalla yang melihat lawannya sudah lumpuh, semakin mengeluarkan senyuman kejamnya hingga membuat Megan dengan seketika menjadi tidak berani menatap wajah wanita itu."Apakah kau merindukanku, Megan? Dua puluh tahun yang lalu, apakah kau masih mengingat dengan jelas bagaimana dengan kejinya kau melakukan hal itu? Dengan teganya kau menghabisi nyawa seseorang hanya untuk ambisi omong kosongmu itu saja. Apakah kau pernah berpikir akibat yang akan kau dapatkan setelah semua hal yang kau lakukan itu?""Kau terlalu banyak berbicara, Sayang." Ucap Benjamin yang baru saja menyusul Nalla masuk ke dalam ruangan tersebut, karena pria itu yang baru saja melumpuhkan penjaga-penjaga bangunan yang hendak melumpuhkan kedatangan kelompok mereka."Maafkan aku, aku sedikit terbawa suasana hingga-""Hei, tidak ada lagi kesedihan. Kau ingat itu, bukan?" Sela Sebastian sambil menggenggam kedua tangan Ravena dan menenangkannya."Ben-benjamin..."Panggilan Megan yang terbata itu membuat Nalla langsung menengokkan kepala ke asal suara dan pria yang di panggilnya itu secara bergantian."Kau mengenal Megan?" Tanya Nalla dengan menyelidik."Tidak," balas Benjamin dengan cepat."Tetapi dia mengenalmu.""Itu hanya omong kosong saja."Dengan perasaan yang mulai marah, Nalla pun mulai melepaskan tangannya secara paksa dari genggaman Benjamin, karena ia ingin menghampiri Megan untuk meminta penjelasan akan hal yang membuatnya menjadi tidak mengerti dan merasa bingung di saat yang bersamaan."Kau mengenal dia?"Namun pertanyaan Nalla itu hanya diabaikan oleh Megan, yang kini justru sedang menatap Benjamin di belakang sana dengan pandangan penuh arti."Jawab pertanyaanku bodoh!" Seru Nalla sambil mencekik leher Megan dengan begitu kuat.Namun bukannya jawaban yang Nalla dapatkan, wanita itu justru diludahi oleh Megan hingga mengenai wajahnya. Hal itu pun tentu saja langsung membuat amarah Nalla menjadi tersulut. Dan dengan rasa emosi, ia pun menendang tubuh Megan hingga membuat wanita itu sampai terpental dari kedua tangannya yang sedang digenggam."Kau membuatku marah, Jalang!" Murka Nalla yang kini sudah menginjak leher Megan di lantai dengan ujung sepatunya hingga membuat wanita itu kesulitan bernafas.Sedangkan Megan yang sedang kesulitan bernafas itu berusaha mencakar kaki Nalla yang terus berusaha untuk menjauhkan dari lehernya menggunakan sebelah tangan yang tidak terluka akibat tembakan."Jawab pertanyaanku, Jalang!" Teriak Nalla kembali dengan suara kencang yang memenuhi ruangan itu."Ja-jangan pernah..., ka-kau..., berurusan dengannya. Ben-benjamin..., ti-tidak sebaik yang... ya-yang kau pikirkan," balas Megan dengan terputus-putus di saat dirinya yang sulit berbicara dan bernafas akibat kaki Nalla."Kenapa?""Di-dia pria..., ya-yang manipulatif.""Jangan dengarkan omong kosongnya itu, Sayang." Sela Benjamin yang sedang berusaha untuk membela dirinya sendiri.Namun di saat Nalla merasakan sebuah sentuhan di bahunya, ia pun langsung menempelkan ujung pistol yang ia pegang tepat di kening Benjamin setelah wanita itu mendengar suara sang suami yang tepat berada di belakangnya."Diam! Aku tidak butuh saran darimu.""Hei, kita bisa bicarakan semuanya, okay?""Tidak ada yang perlu dibicarakan."Ucapan sinis Nalla itu bersamaan dengannya, yang mengeluarkan pistol lain dari dalam kantung jaket yang ia kenakan, dan langsung mengarahkannya tepat ke kepala Megan."Sampaikan salamku untuk Gio dan Corrie, katakan bahwa anaknya ini begitu merindukan mereka.""Na-nalla?""Sampai jumpa, Jalang."Timah panas yang dilepaskan Nalla dengan beberapa kali tembakan pun menembus kepala Megan, yang tentu membuat wanita itu menjadi langsung tergeletak tidak berdaya, dengan nyawa yang tentu saja sudah melayang. Dan setelah melihat targetnya sudah berhasil ditaklukkan, Nalla pun meninggalkan ruangan tersebut dengan sedikit senyuman dibibirnya. Setelah memberikan dua buah pistol yang masih ia genggam kepada Ivy, Nalla pun mengambil beberapa tisu yang diberikan oleh sang asisten itu untuk membersihkan wajahnya yang sempat diludahi tadi."Panggil beberapa anak buah yang bersiap dan sedang tidak bertugas untuk membawa alat peledak. Hancurkan tempat ini sampai rata dengan tanah. Ini perintah langsung. Dan saya ingin sore hari nanti semuanya sudah selesai," ucap Nalla kepada Ivy yang selalu mengikuti kemanapun sang atasannya itu melangkah."Bagaimana dengan orang-orang yang masih berada di dalam gedung ini, Queen?"Nalla pun memberikan tatapan tajam kepada Ivy atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan kepada dirinya, dan langsung membuat sang asisten langsung dibuat terdiam akannya."Baik, Queen. Perintah anda akan langsung dilaksanakan."Setelah menyampaikan keinginannya itu, Nalla pun mempercepat langkahnya menuju lift untuk bisa secepatnya keluar dari bangunan itu. Namun ketika ia hampir sampai di pintu lift, sebuah suara terdeteksi indra pendengarannya. Benjamin memanggil-manggil Nalla agar wanita itu dapat menghentikan langkahnya, tetapi sayangnya hal itu justru tidak dihiraukan olehnya. Bahkan di saat Nalla sudah berada di dalam lift terlebih dahulu, ia tanpa ragu membiarkan pintunya tertutup dan meninggal Benjamin di luar sana.Hingga di saat wanita itu yang juga sudah berada di dalam mobil yang sudah bersiap tepat di depan gedung tersebut, Nalla pun menutup tirai kaca tepat sampingnya disaat sang suami sedang berusaha membuka pintu mobil yang sudah ia suruh sang supir untuk langsung menguncinya terlebih dahulu. Dan setelah itu, mobil pun langsung melaju seusai perintah yang Nalla berikan kepada sang supir di depan sana.Dan dengan melajunya mobil yang sedang ditumpangi itu, pada akhirnya Nalla bisa sedikit bernafas dengan lega karena rupanya ia sudah bisa membalaskan dendam yang ia rasakan di sepanjang hidupnya hingga saat ini. Dan dengan begitu, kini tinggal satu target lagi yang harus ia lumpuhkan. Tidak hanya akan dilumpuhkan, tetapi targetnya tersebut akan bernasib sama seperti orang-orang yang sebelumnya telah ia lubangi kepalanya.Jangan mengadili Nalla karena ia telah menjadi wanita yang tidak berperasaan dan tidak memiliki hati seperti itu. Selain karena ia yang sudah kehilangan kedua orangtuanya, wanita itu pun sudah dibentuk dan dibuat menjadi seseorang yang tidak memiliki perasaan, sehingga tidak akan pandang bulu kepada setiap orang yang sudah mencari masalah dengannya. Pikiran dan isi kepalanya itu sudah diatur oleh seorang pria yang saat ini sudah memanipulasi seluruh kehidupannya yang tidak lain-tidak bukan adalah Benjamin, suaminya sendiri.***To be continued . . .Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Suapan terakhir Nalla masukkan ke dalam mulut dan makan malamnya pun telah selesai. Bersamaan dengan ia yang sedang meminum Wine-nya, Benjamin pun datang dan mendudukkan dirinya di kursi yang berada tepat di hadapan sang istri, dengan meja makan besar yang menjadi batas di antara keduanya. "Kau tidak mengajakku makan malam bersama, Sayang?" Bukannya menjawab pertanyaan Benjamin, wanita itu justru dengan cepat langsung beranjak dari kursi meja makan dan meninggalkan sang suami yang saat ini hanya bisa menatap punggungnya saja. Sedangkan Nalla yang tidak peduli dengan hal tersebut, ia pun melenggang menuju lift yang akan membawanya menuju basement mansion, dimana biasanya para anak buah berkumpul di sana. Dan suara riuh dari senda gurau yang berasal dari para anak buahnya itu langsung terhenti disaat suara pintu lift yang terbuka dan langkah kaki mendekat, memenuhi ruang tersebut. "Kenapa berhent
Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Ringisan dan rintihan yang sejak tadi sudah sebisa mungkin Nalla tahan akan rasa sakit pada luka lebam dan goresan dari kuku yang berada di punggungnya, pada akhirnya terdengar juga mengisi keheningan kamar tidur wanita itu. Saat ini dirinya itu sedang diberikan obat krim luka dan krim nyeri oleh Ivy sang asisten, karena Nalla merasa bahwa punggungnya itu tidak hanya memiliki sedikit luka goresan atapun lebam saja. Setelah ia yang semalam telah menerima hal yang sudah membuatnya harus kembali mendapati hal yang seperti siksaan, akibatnya keesokan hari tubuh wanita itu langsung memperlihatkan bukti betapa bajingannya sosok pria yang berstatus sebagai suaminya, pada saat menikmati tubuh Nalla tanpa sedikit pun rasa belas kasihan di setiap detiknya. "Apakah terlihat buruk?" Tanya Nalla yang menatap sang asisten dari kaca meja rias tepat di hadapannya. "Lebam di punggung anda sudah mulai sedikit mem
Happy Reading . . . ~Jangan lupa tinggalkan support kalian dengan komentar.. XoXo~*** Selain timah panas yang terus menerus meluncur di udara dan membuat kebisingan di gelapnya malam serta gang kecil yang menjadi medan pertempuran kedua kelompok itu, sang pemimpin yang kini sedang beradu kekuatan dengan saling menindih dan disusul dengan memberikan pukulan sekuat tenaga itu demi untuk mencapai tujuannya, yaitu ingin saling melumpuhkan satu sama lain. Dengan kedua wajah pria tersebut yang juga sudah terlihat begitu babak belur menandakan jika pertempuran keduanya memang begitu sengit. "Kau tidak pernah belajar, Bedebah! Kau harus membayar setiap nyawa anak buahku, yang sudah kau hilangkan!" Seru Jacob yang kini sedang menekan leher Benjamin dengan lututnya. Kondisi Benjamin yang kini sedang tergeletak dan juga tertindih oleh tubuh Jacob yang memiliki postur tidak kalah besar darinya, cukup membuat pria itu sedikit kewalahan hingga tidak bisa berkutik. Nafasnya pun tentu juga menja
Happy Reading . . . *** Dengan terus menatap sang suami yang sudah beberapa hari ini belum juga tersadar dari luka tembakan yang terakhir ia dapatkan dari pertempuran malam itu, membuat Nalla menjadi merasa tidak tahu harus berbuat apalagi. Rasa khawatir dan cemas setiap harinya sudah begitu ia rasakan. Peluru kecil yang mengenai bagian dada dan hampir saja mengenai jantung yang merupakan organ vital, membuat Benjamin menjadi tidak sadarkan diri selama satu Minggu lamanya. Bahkan pria itu sudah dinyatakan koma sejak pertama kali dibawa ke bagian ruangan pemulihan di Mansion-nya dan diperiksa oleh dokter pribadi yang sudah biasa menangani Benjamin yang selalu memiliki kondisi seperti itu di setiap pulang setelah berkelahi dengan rivalnya. "Sampai kapan kau akan seperti ini? Apa kau tidak lelah? Dimana sosok Benjamin yang kuat dan tidak pernah takut yang aku kenal ini? Aku akan marah kepadamu jika hari ini kau tidak memiliki niatan untuk tersadar juga!" Seru Ravena dengan sangat kesa
Happy Reading . . . *** Senyuman Nalla mengembang bersamaan setelah pintu lift yang ia naiki terbuka di saat wanita itu yang juga langsung mendengar suara sang suami di depan sana sedang meluapkan rasa amarah, dan yang pasti para anak buahnya itulah yang menjadi sasaran. Ia sudah tidak menggelengkan kepala dengan heran lagi, setelah melihat kondisi ruangan basement yang saat ini sudah seperti sehabis terkena bencana alam. Kursi dan meja yang berantakan, dan belum lagi pecahan-pecahan beling yang berasal dari bekas botol minuman beralkohol berserakan di lantai. "Seberapa besar kekuatan gempa yang baru saja terjadi di sini?" Ucap Nalla yang membuat semua orang yang berada di sana mengalihkan pandangan kepada asal suara. "Semua keluar!" Perintah Benjamin dengan berteriak hingga mengejutkan semua orang yang mendengarnya. Setelah semua anak buah Benjamin meninggalkan ruangan basement, Nalla pun menghampiri keberadaan sang suami dan langsung memeluk pinggang pria itu dari sampingnya.
Happy Reading . . . *** Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ruang kerja sang suami sambil membawa selembar gulungan kertas yang berukuran cukup besar di tangannya. Setelah memasuki ruangan tersebut, Nalla langsung menaruh gulungan kertas tersebut di atas meja dan membuat Benjamin yang sedang duduk di kursi kebesaran ruang kerjanya itu mulai mengalihkan pandangan dari layar ponsel di tangannya, menuju tangan yang tepat berada di depannya dan terdapat luka memar yang begitu membekas di pergelangannya. "Semua rencananya sudah berada di sini," ucap Nalla sambil membuka gulungan kertas tersebut hingga terlihatlah setiap langkah akan rencana yang hendak dilakukan oleh wanita itu di atas meja besar di hadapan keduanya. "Bagaimana jika masih tidak bisa?" Tanya pria itu sambil menaikkan pandangannya menuju wajah Nalla. "Aku baru melihat sikap pesimismu ini." "Aku hanya tidak ingin rencana ini akan semakin lama mencapai tujuannya, Sayang." "Tenang saja. Karena aku akan menyerang orang
Happy Reading . . . *** Tubuh pria itu terlihat menegang ketika merasakan sentuhan kecil di bahunya. Sambil mengerjapkan kedua mata, Jacob menengokkan kepala ke pemilik tangan yang kini sudah menggenggam tangannya kanannya. "Ada apa?" Tanya Norah yang kini sudah duduk di samping pria itu. "Apanya?" "Saat aku sedang mencuci piring tadi, katanya kau ingin mengajakku berbicara. Memangnya ada apa? Aku merasa ada sesuatu hal yang terdengar penting." "Hmm..." "Apa kau sudah menemukan yang sempurna di luar sana?" Balas wanita itu dengan asal yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang suami. "Lalu ada apa? Tidak biasanya kau seperti ini. Belakangan ini kau juga menjadi sosok yang lebih banyak diam. Apakah kau sadar akan hal itu?" "Aku sedang memikirkan klien baru yang memiliki banyak permintaan." "Keith mengatakan kau menghentikan menerima misi baru beberapa hari yang lalu. Jadi jangan berbohong, okay?" Jacob pun langsung terdiam seketika karena ia yang tidak tahu bagaimana c
Happy Reading . . . *** Jacob menekan kombinasi sandi angka pada sebuah layar kecil yang berada tepat pada salah satu pintu yang begitu besar, berwarna coklat, serta terlihat begitu ekslusif itu dengan cepat. Setelah pintu tersebut terbuka, ruangan yang begitu mewah nan megah langsung menyambut penglihatan Nalla. Sebuah Penthouse di lantai sembilan puluh ternyata Jacob membawa wanita itu, setelah cukup lama mereka berada di dalam perjalanan tanpa arah untuk kabur dari teror tembakan yang secara tiba-tiba saja menyerang keduanya. "Untuk sementara waktu, kau bisa memakai Penthouse ini untuk menjadi tempat tinggalmu sejenak sampai beberapa waktu ke depan, hingga keadaannya nanti sudah terasa lebih baik. Saya masih tidak tahu apa yang dimaksudkan dengan adanya penembakan tadi, jadi saya masih harus mencari tahu terlebih dahulu siapa pelakunya. Jadi, sementara waktu lebih baik kau berada di sini terlebih dulu untuk menghindari hal-hal yang tidak diingankan." Ucap Jacob sambil melangkah