13 JALAN-JALAN
“Enggak juga tuh. Kata siapa Gw sempurna. Gw besar di rumah yatim-piatu. Ibu Gw meninggal sejak Gw masih kecil, dan bokap Gw ... kabur! Gw sering keluar masuk panti asuhan yang berbeda. Jadi pengamen, sering dikejar-kejar satpol PP. Gw enggak ingat muka ayah Gw kaya gimana, enggak punya fotonya. Bahkan enggak pernah tau namanya. Gw sedikit ingat muka ibu Gw, waktu dia nangis di depan pintu rumah saat suaminya pergi. Gw enggak pernah punya barang mewah, walaupun cuma dalam mimpi. Jadi, pas Gw punya barang mewah, langsung dikira simpanan om-om. Itulah, resiko yang harus Gw jalani. Sering dipandang rendah orang, bertahun-tahun, mungkin seumur hidup. Ada saatnya dimana Gw mikir kalau Gw bakalan susah nikah. Karena Gw enggak mau ngalamin hal yang sama kaya ibu Gw. Kalau suatu saat nanti Gw nikah, mungkin harus yang punya nasib sama kaya Gw, biar Kami bisa saling mengerti.”
“Kok Lo ngomongnya gitu sih Ran?” tanya Reva ingin menangis.“T14 TERLUKA Reva pulang bersama Dito, sedangkan aku bersama Reno. HP ku dan Reno berbunyi. Reva dan Dito mengirim foto padaku (mungkin juga pada Reno). Aku melihat Reno yang senyum-senyum sendiri. Dasar sarap! Tanpa sadar aku juga tersenyum melihat foto yang dikirim Reva. “Lo kenapa sih senyum-senyum sendiri?” tanya Reno. “Lah, Lo aja senyum-senyum sendiri. Enggak nyadar apa Lo?” kataku. Dito juga mengirimiku pesan singkat. [Coba deh Lo lihat, difoto itu Lo kelihatan senang banget Ran, dan Lo kelihatan tambah manis. Sering-sering ya kita jalan-jalan, biar Lo tambah senang!] Senyumku semakin melebar membaca kata-katanya. Perhatianku yang terus tertuju pada ponsel membuat perjalanan yang jauh ini terasa singkat. Kami turun dari taksi. “Gw mau ke minimarket dulu,” kataku. “Sini Gw temani.” “Dah enggak usah.” “Eh ini tuh udah malam. Akhir-akhir ini di sini t
15 DI ANTARA DUA PILIHAN Dosen pembimbing memanggilku, katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Aku rasa sesuatu yang akan dibicarakan itu bukan hal yang menyenangkan. Aku mengatur nafas sebelum mengetok pintu, dan berharap semuanya akan tetap berjalan lancar. Pak Alex menatapku sebelum akhirnya memulai pembicaraan. Dia membolak-balik kertas-kertas yangvada di hadapannya, dan aku dapat melihat di situ tertera namaku. “Rana, kenapa akhir-akhir ini nilai-nilai Kamu tidak begitu memuaskan seperti biasanya? Absen kamu juga banyak yang kosong. Saya tahu, ini bukan hal yang gampang. Tapi Kamu harus hati-hati, kalau Kamu masih menganggap penting beasiswa ini, kamu harus berusaha lebih keras lagi, bahkan lebih baik dari yang sebelumnya. Oya, mengenai tawaran kuliah di luar negeri, jangan lupa untuk dipertimbangkan baik-baik. Yang bapak tahu, kamu dulu juga berencana untuk kuliah di luar negeri, kan? Mulai sekarang, saya tidak mau lagi melihat nilai dan
16 MIMPI BURUK“Ra, Gw mau minta tolong sama Lo,” kata Dito.Saat ini aku dan Reva sedang duduk di bawah pohon rindang tempat favorit kami.“Apa?”“Lo mau enggak ngajar private keponakan Gw. Dia masih SD kelas lima. Entar ngajarnya di apartemen Gw, karena kalau di rumahnya, kejauhan. Terus satu lagi, kakak Gw, yang anaknya nanti private sama Lo kan mau buka toko kue, enggak jauh dari tempat Gw, nah Gw udah cerita sama dia tentang Lo. Dia minta gimana kalau Lo nanti yang ngebantu masalah management. Lo kan juga suka bikin kue, jadi lebih ngerti lah masalah ini-itu nya. Masalah waktu kerja, disesuaikan aja sama jadwal Lo. Jadi Lo enggak usah kerja lagi di kafe sama di salon. Kalau di tempat kakak Gw bisa Lo anggap praktek kerja kan. Gimana, mau enggak Lo nolongin Gw?”“Lo serius Dit?”“Iyalah, masa Gw bohong.”“Ini sih bukannya Gw
17 VIVIAN“Ra, besok Lo ada waktu ga? Gw mau ngajak Lo makan siang,” kata Dito di telpon.“Besok Gw ada kerjaan tambahan di Dufan.”“Ya udah enggak apa-apa, kita makan di sana aja gimana?”“Ya udah.”“Sampai besok ya.”KeesokannyaAku menjaga stand es krim. Karena sekarang hari libur, pengunjung jadi lebih banyak.“Strawberry dan lemonnya satu ya. Ren, Kamu mau apa?” kata seorang wanita.“Terserah,” katanya singkat.Perempuan itu memesankan rasa yang sama. Reno terkejut melihatku, begitu juga aku.Ya ampun, sesempit ini kah dunia? Perempuan itu merangkul lengan Reno dan mengajaknya pergi.Perempuan mana lagi yang jadi korbannya dia? Dito sudah datang menjemputku, tapi aku memintanya menunggu sepuluh menit lagi karena belum waktunya istirahat.Sepuluh menit k
18 DI TEMPAT PESTAKami pergi ke tempat pesta ulang tahunnya. Sebagai tuan rumah, tentunya Reva tiba lebih dulu sebelum tamu-tamu berdatangan. Dekorasinya dibuat sangat bagus.Satu persatu para tamu datang. Saat Reva sudah mulai sibuk dengan tamu-tamu yang datang, aku mencari tempat duduk yang dekat dengan lampu hias. Malam ini langit terlihat cerah.Aku melihat Dito mengobrol dengan Reva. Mereka melambaikan tangan kepada seseorang. Ya ampun, dia juga datang. Aku langsung berdiri, mencari tempat yang lebih tersembunyi. Aku menunduk dan berusaha menutupi mukaku dengan tas.“Lo kenapa?” Aku menoleh, Reno berdiri di hadapanku. Dia kaget melihat penampilanku, ingin mengatakan sesuatu tapi dibatalkannya. Mungkin tidak ingin mengacaukan acara Reva karena pertengkaran kami.“Ra, kemana aja sih Lo Gw cari-cari. Ayo sini Gw kenalin sama cowok, ganteng banget Ra,” kata Reva berbisik.Aku menurut hanya karena i
19 JADIANCuaca yang buruk membuat kondisi kesehatan pun memburuk. Reva juga dirawat di rumah sakit. Aku juga sering menginap di rumah sakit untuk menemani Reva. Reva itu lebih kaya saudara daripada teman. Akhir-akhir ini aku kurang tidur, dan sejujurnya aku takut untuk tertidur, takut untuk bermimpi. Aku juga sering bermimpi tentang foto yang kulihat di ruang baca dulu. Aku melihat Reno dan Vivian di halaman depan. Aku duduk di depan kamar dengan memejamkan mata.“Lo sakit?” tanya Reno.Aku kembali memejamkan mataku.“Kenapa sih Lo singit banget. Apalagi kalau lihat Gw sama Vivian. Lo enggak suka sama Vivian?”“Gw kasihan sama Reva.”“Mang kenapa Reva?”“Lo enggak tahu atau pura-pura enggak tahu sih?”“Iya, Gw tahu Reva sakit. Kemarin Gw habis nengokin di rumah sakit.”Aku hanya diam saja. Bodoh banget
20 BERKUNJUNG KE MAKAM DAN PANTISemua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Sekarang Reva jadi lebih sering bersama Dito. Mungkin setelah Reva lulus, mereka akan menikah.Aku jadi merindukannya. Kusibukkan diriku dengan bekerja dan mengerjakan skripsi. Sudah tiga bulan aku enggak pernah ke rumah Reno.Setiap kali kesana selalu ada Vivian, dan Reno selalu melihat kearahku dengan pandangan penuh rasa iba. Itu sangat menyebalkan.Beberapa formulir beasiswa ke luar negeri berhamburan di meja. Sudah sejak SMA aku mendapat tawaran beasiswa ke luar negeri. Tapi akhirnya kutolak karena akan sulit berziarah ke makam ibu. Kalau aku kuliah di Jakarta, setidaknya aku masih bisa berziarah. Namun akhir-akhir ini, entah kenapa aku sangat ingin pergi.Bel berbunyi, saat kubuka pintu Reno langsung masuk sebelum sempat kuusir.“Lo kemana aja, enggak pernah pulang? Tiap kali Gw kesini enggak pernah ada. Telpon enggak pernah diangkat
21 Lagi-lagi aku diam di sepanjang perjalanan. Ini seperti mimpi. Aku memejamkan mataku, berpikir siapa orang itu. Tapi aku tetap tidak bisa menebaknya. Aku tidak mengenal satu pun teman ibuku. Atau mungkin teman ayah, entahlah. “Ran, lo mikirin siapa orang itu? Coba entar gue tanya ke bokap, mungkin bokap tahu,” kata Reno. “Jangan! Lo jangan pernah nanya sama bokap lo!” Reno mengangguk, karena mungkin dia merasa ini bukan urusannya. Kereta api berjalan dengan pelan. Aku menyandarkan kepalaku ke jendela, karena perjalanan masih jauh. Aku merasa lelah, lebih dari sekedar lelah fisik. Bisakah aku berdamai dengan keadaan ini? Walau bagaimana pun aku memberontak, masa laluku tetap tidak dapat berubah. Bisakah aku bersandar pada seseorang dan menggenggam tangan seseorang? Aku merasa kesepian, bu. Bu, kenapa pria itu datang dengan seorang istri dan tiga o