"Karena kamu telah melanggar peraturan yang telah kita sepakati bersama, berarti ada konsekuensi yang harus kamu terima." Vanilla menahan napas selama ayahnya berbicara. Kemarin saat ia pingsan di rumah Om Axel, kakaknya telah menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya. Saat itu juga kedua orang tua meyambangi kediaman Om Axel. Ia diinapkan selama tiga hari di rumah sakit. Dan di hari ke lima ini, saat kedua orang tuanya menganggapnya sudah pulih seperti sedia kala, ia mulai di sidang.
"Mulai hari ini ayah akan menarik semua fasilitasmu. Yang pertama, mobilmu akan ayah tarik sampai batas waktu yang belum ditentukan. Begitu juga dengan uang sakumu. Ayah akan menghentikannya sampai batas waktu yang belum ditentukan juga." Terang ayahnya tegas. Vanilla menahan napas. Ayahnya akan memutus uang saku? Jadi dengan apa ia bertahan hidup?
"Kalau ayah menyetop uang saku Illa, jadi Illa hidup pakai apa, Yah?" Protes Vanilla bingung. Masa iya, dia ha
Vanilla memalingkan wajah saat suara bariton Altan memasuki gendang telinganya. Ini manusia memang seperti setan. Munculnya selalu tidak terduga dan sekonyong-konyong saja ada. Tetapi ketika pandangannya tertumbuk pada Mang Pardi yang ada di belakang Altan, Vanilla menarik napas panjang. Pantas saja si setan ini bisa muncul tiba-tiba, ternyata Mang Pardi, sang Satpam yang membukakan gerbang untuknya. Air muka Altan sangat tidak enak dipandang. Ia seperti memendam sesuatu yang ingin ia muntahkan. Ini manusia sebiji, minumnya di mana mabuknya di mana juga. Aneh! Lihatlah, bahkan tanpa dipersilahkan pun ia main nyelonong saja masuk ke rumah orang. Langsung duduk lagi. Perasaan seperti berada dirumah sendiri saja.Altan membawa bungkusan styrfoam yang sepertinya berisi makanan. Ia meletakkan bungkusan-bungkusan itu di atas meja kaca. Selanjutnya ia duduk santai di sampingnya dengan tangan bersedekap. Memandangi dirinya dan Bumi secara bergantian. Tingkahnya se
Sudah tiga hari ini Vanilla berpacaran dengan Bumi. Dan dalam tiga hari itu ia seolah merasa hidup di awang-awang. Bumi adalah pacar impiannya sejak pubertas. Impian jadi kenyataan itu rasanya sangat luar biasa bukan? Lagi pula tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk merealisasikan semua impian-impian mereka di masa lalu. Oleh karena itu Vanilla bertekad untuk mempertahankan kebahagiannya dengan cara membuat Bumi jatuh cinta sungguhan padanya.Pagi yang sibuk di pantry. Sejak tiba di kantor pukul delapan pagi, Vanilla tidak bisa berhenti tersenyum. Bu Surti, Yati, Mirna bahkan Darma sampai terheran-heran melihat aura bahagia yang terus memancar di wajahnya. Melengkapi kebahagiannya, Vanilla juga berdendang-dendang kecil selama ia bekerja. Saat ini saja misalnya. Ia mencuci piring-piring kotor sembari berjoget ria. Ketika rekan-rekan OGnya mengetahui sumber kebahagiannya, mereka semua turut bahagia dan menyelamatinya.Ting! Notifikasi
"Ayo makan yang banyak, La. Kamu ini bukannya makan malah mandangin Abang terus-terusan. Emangnya di muka Abang ada apa sih?" Bumi menegur Vanilla yang sedari tadi bukannya makan tapi malah mesem-mesem tidak karuan sambil memandangi wajahnya.Bumi mengambilkan udang salad buah yang segar dan beberapa macam dimsum ke piring Vanilla karena bocah ini tidak makan-makan dan hanya memandanginya setibanya di restaurant.Sementara Vanilla sendiri masih tidak percaya bahwa akhirnya ia bisa ikut makan siang bersama dengan Bumi. Karena pada saat ia sedang bimbang akan meninggalkan boss setannya yang sedang sakit sendirian, atau ikut makan siang dengan Bumi, Tante Citra akhirnya tiba dengan Om Juna, dokter keluarga mereka. Semesta sepertinya berpihak padanya bukan? Makanya sekarang di sinilah mereka berada. Di restaurant favorit Vanilla sejak kecil yang memang Bumi tahu dengan baik. Keluarga Vanilla memang sangat sering mengunjungi restaurant ini.
"Selamat pagi, Pak Altan. Ini saya bawakan secangkir teh manis buatan OG yang paling manis. Oh iya, kalau masih kurang manis, pas mau minum tehnya panggil saja saya ke sini ya, Pak?" Sapa Vanilla ceria. Ia menyajikan secangkir teh manis hangat di meja boss besarnya. Boss besarnya ini baru saja kembali bekerja setelah tiga hari tepar karena sakit. Tadi Tante Citra sudah mewanti-wantinya agar mengganti kopi Altan dengan teh manis hangat saja. Lambungnya belum kuat terkena kafein katanya. Dan sebagai OG yang baik tentu saja Vanilla dengan senang hati mematuhi perintahlady bossnya."Untuk apa saya harus memanggil kamu lagi? Supaya kamu tambahi gula. Begitu maksud kamu?" Cibir Altan. Vanilla nyengir. Sepertinya boss besarnya ini sudah pulih 100%. Buktinya, ia sudah bisa mencela seperti biasanya. Tidak mengerang-erang mengibakan seperti beberapa hari lalu."Bukan Pak Boss. Supaya jadi tambah manis kalau pas Bapak minum sambil mem
"Maksud kamu apa Aliya? Jadi Illa ini?" Bumi tidak meneruskan kata-katanya. Ia hanya menunjuk linglung wajah Vanilla yang masih basah karena sisa air mata. Pantas saja, ia merasa ada sesuatu yang akrab dalam tatapan wanita penggagal pernikahannya itu. Tatapan mata penuh luka dan kesedihan yang dalam itu adalah tatapan mata Vanilla rupanya. Bumi sangat mengerti arti tatapan mata seperti itu. Karena itu adalah bias dari tatapan matanya sendiri. Hidupnya juga penuh dengan luka-luka yang tak kasat mata. Makanya ia akan langsung bersimpati dengan tatapan mata yangberdarah-darahseperti itu. Tatapan mata Bintang dulu seperti itu saat ia sering sekali dibully.Makanya ia maju menjadi pelindungnya yang nomor satu.Mata gadis penggagal pernikahannya dulu juga seperti itu, dan ternyata ia adalah Vanilla. Begitu juga dengan tatapan mata Ayu. Ia seolah-olah melihat tatapan si gadis penggagal pernikahannya di sana. Penuh luka dan sarat dengan kesedihan. Makan
Vanilla tahu, begitu ia menjejakkan kaki ke kantor pasti ia akan dibombandir kanan kiri. Mau bagaimana lagi, peristiwa semalam ternyata telah viral. Ada beberapa pengunjung restaurant yang menguploadnya ke media sosial. Nama belakang keluarganya dan juga keluarga Bumi tentu saja sangat dikenal di negeri ini. Bermacam komenan pro dan kontra atas aksi heroiknya, saling bertumpang-tindih dikolom komentar. Ia sama sekali tidak berniat membacanya. Ayahnya berpesan, kalau ia belum sanggup menerima kenyataan, maka jangan mencari tahu dari pada nanti akan sakit hati sendiri. Tidak perlu mendengar komentar orang lain karena yang tahu benar tidaknya masalah itu ya diri kita sendiri. Yang menjalani hari-hari ke depannya ya kita sendiri juga. Jadi buat apa memusingkan pendapat orang lain? Vanilla menarik napas panjang dua kali sebelum memasuki kantor dan berjalan lurus ke pantry.Pantry masih sepi. Wajar saja hari ini ia datang lebih cepat tiga puluh menit dari biasan
"Urusan gue dan Vanilla belum selesai. Lo jangan ikut campur. Gue mau clearin masalah ini sampai tuntas. Sanaan lo!" Bumi mendorong dada Altan kasar. Ia kini mengekori Vanilla yang sudah lebih dulu berjalan kepantry dengan langkah-langkah lebar."Eh, lo nggak ngerti bahasa manusia rupanya? Lo denger sendiri Vanilla bilang kalo sia nggak mau ngomongin masalah yang udah lewat. Jangan suka maksa jadi orang. Lo laki apa bukan sih?" Altan menarik lengan kanan jas Bumi dan mendorongnya kasar."Lo bilang lo mau clearin masalah? Tapi yang gue liat lo malah meluk-meluk dia. Lo pikir dia itu cewek apaan yang bisa lo peluk-peluk sembarangan, hah?" Suara Altan sudah mulai menggeram. Rahangnya bergemeretak. Beberapa staff laki-laki berupaya memisahkan perseteruan dua atasannya. Mereka sama-sama terkesima saat melihat atasan lama dan atasan baru mereka saling adu mulut sekaligus adu otot untuk yang pertama kalinya. Pagi yang seru!Ter
Perjalanan belum sampai sepuluh menit, namun si bayi yang tadinya tertidur mulai bergerak-gerak gelisah. Bibirnya menjebi-jebi,seakan- akan ingin menangis. Mungkin si bayi bermimpi buruk. Detik berikutnya si bayi mulai aktif. Kakinya terus menendang-nendang, sementara kedua tangan mungilnya meninju-ninju udara.Jangan bangun dulu ya, Sayang? Gue nggak tau mesti ngapain lo, adik kecil. Bobo cantik aja dulu ya, Dek? Batin Vanilla.Hiks... hiks... hiks...Mata bulat bening si bayi terbuka. Mulut mungilnya mengoceh-ngoceh. Lebih tepatnya menggerutu kalau menurut Vanilla. Saat tatapan mereka bertemu, wajah si bayi semakin gelisah dan akhirnya menangis sekencang-kencangnya. Mungkin ia ketakutan melihat wajah asing yang tidak dikenalnya."Pak, ini bayinya nangis gimana dong? Mesti diapain ini, Pak?" Seru Vanilla panik sambil terus memandang ke belakang. Si bayi menjerit kian kencang di baby care