Ibunya memang tergolong orang yang sangat menjaga kesehatan. Secara rutin, Cecil Arsjad mengunjungi dokter langganannya yang berpraktik di sebuah rumah sakit top, tidak terlalu jauh dari gedung perkantoran tempat Buana Bayi berada. Dan biasanya, Maxim berusaha menemani ibunya meski mendapat protes dari berbagai pihak. Termasuk dari Cecil sendiri. Akan tetapi, tidak ada yang mampu membuat Maxim berhenti melakukan itu.
“Max, Mama bisa ke dokter sendiri. Toh ada Rita yang menemani ke mana-mana. Mending kamu fokus bekerja,” ucap Cecil berulang kali.
“Tidak apa-apa, Ma. Aku tetap bisa fokus bekerja, kok! Aku kan cuma mengantar Mama ke dokter sesekali, bukan setiap hari,” Maxim beralasan. “Tolong, jangan larang aku.”
Maxim memasuki ruangan yang menjadi tempatnya bekerja selama beberapa tahun terakhir ini. Dia sama sekali tidak pernah menduga jika bisa begitu menyukai pekerjaannya saat ini.
Sebenarnya, keluarga besar ayahnya s
Kendra memandangi teleponnya dengan bibir terbuka. Seakan ada makhluk ajaib yang siap melompat dari dalam benda itu. Gadis itu masih sulit percaya jika teleponnya baru saja ditutup dengan tidak sopan oleh Maxim. Lagi. Apakah lelaki itu memang terbiasa mengakhiri perbincangan via telepon dengan kasar?Sepanjang ingatannya, Kendra belum pernah bersua dengan makluk angkuh seperti Maxim. Lelaki itu sepertinya cuma bisa marah dan melontarkan kata-kata yang sama sekali tak enak didengar. Bagaimana bisa ada orang segalak itu?Jika menuruti kata hati dan harga dirinya yang terluka, Kendra sangat ingin merontokkan gigi Maxim. Supaya lelaki itu tidak bisa lagi memamerkan gigi rapinya. Atau sekalian saja memotong lidahnya agar takkan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang lain. Akan tetapi, risikonya terlalu besar. Kendra tak mau mempertaruhkan masa depannya karena lelaki itu. Dia tak sudi jika harus menghabiskan hidupnya yang berharga itu di dalam hotel prodeo.
“Oh ya? Kenapa?” Neala tampak lebih dari sekadar tertarik untuk membicarakan masalah itu.“Laki-laki bernama Maxim itu marah karena Mbak Rossa memundurkan janji. Apalagi karena dia baru dihubungi hanya beberapa menit sebelum jam dua belas, janji makan siang mereka berdua. Lalu, masih ditambah karena Mbak Rossa malah memintaku yang menggantikannya untuk bertemu Maxim. Alhasil, Maxim menolak untuk terlibat dalam acara Dating with Celebrity. Sementara di lain pihak, aku menjadi orang yang tersudutkan. Aku dianggap sebagai orang yang tidak bisa melakukan tugas sederhana seperti itu,” keluhnya.“Dan aku sudah bisa menebak kelanjutannya.” Neala bersimpati. “Kamu harus membujuk Maxim supaya dia berubah pikiran, kan?”Kendra mengangguk sambil kembali membaca kertas-kertas di depannya. “Aku sudah beralasan kalau pekerjaanku bertumpuk. Tapi....” gadis itu mengedikkan bahu tanpa daya. “Kamu lebih me
Minimnya waktu luang itulah yang membuat Kendra terpaksa meminta bantuan seseorang untuk membersihkan rumah dan mengurus pakaiannya. Beruntung dia mengenal banyak tetangga yang selalu siap memberi pertolongan.Kendra pun akhirnya menyerahkan salah satu kunci rumahnya kepada Suci, tetangga di sebelah rumahnya. Dia sudah mengenal Suci sejak kecil. Dan perempuan itu tidak keberatan meminjamkan pembantunya untuk memastikan rumah Kendra tetap bersih. Suci juga yang memastikan semua pakaian Kendra dicuci dan disetrika.Sebelum tidur, seperti biasa Kendra ke dapur dan memeriksa kompor. Meski dia tahu tidak akan menemukan api yang menyala di sana. Namun itu sudah menjadi kebiasaan yang melekat seperti kulit kedua. Kemungkinan besar, takkan bisa hilang.Malam itu, Kendra bermimpi dia membuat Maxim meminta maaf sambil berlutut. Saat membuka mata paginya dan teringat mimpinya, Kendra tergelak sendiri. Bahkan Tuhan pun berusaha menghiburnya dengan memberikan mimpi yang mele
Maxim terbelalak mendengar kalimat yang diucapkan Kendra dengan suara tenang itu. Belum lagi bantingan pintu yang menyusul kemudian. Gadis lancang itu baru saja menudingnya sebagai seorang pencinta sesama jenis. Meski kesal, tapi Maxim lega karena Kendra akhirnya meninggalkan ruangannya. Setelah lebih tenang, dia meminta Padma untuk masuk ke dalam ruangannya.“Kenapa kamu membiarkan gadis itu menunggu saya?” tanyanya tanpa basa-basi.“Dia yang bersikeras, Pak,” Padma membela diri. “Saya sudah berusaha memintanya pergi secara halus. Saya bilang, belum tahu kapan Bapak akan balik ke kantor. Tapi dia tak peduli dan tetap menunggu.”Maxim tahu dia sudah berlaku tidak adil jika menimpakan semua rasa frustrasinya kepada Padma. Nyatanya, utusan Rossa itu pun tergolong keras kepala. Dan mungkin tidak punya rasa malu juga. Makanya gadis itu tetap nekat untuk datang ke Buana Bayi meski Maxim jelas-jelas tak tertarik untuk menemui Kendra
Maureen mengangkat bahu. “Mana kutahu? Lagi pula, itu bukan urusanku. Dia tidak membuatku cemas untuk urusan pasangan. Kalaupun ada yang harus kukhawatirkan soal jodoh, Declan berada di urutan terakhir. Darien menjadi prioritas. Mengkhawatirkan melihat adikku yang keren dan populer itu tidak pernah memperkenalkan pacarnya selama beberapa tahun ini. Sementara gosip di luar sana begitu kencang, menghubungkan Darien dan entah siapa saja. Lalu masih ada kamu, yang tidak juga mau berkencan dengan serius. Acara perjodohan yang....”Maxim memotong dengan kesal, “Tolonglah Mbak, kita tadi sedang membicarakan Declan. Jangan malah melebar ke mana-mana.”Maureen terlihat menahan tawa. Seakan menikmati ketidaknyamanan Maxim. “Oh ya, Declan bilang kalau dia mengalami kecelakaan, terserempet motor. Tapi katanya tidak parah. Hanya saja dia tidak mau Mama sampai tahu,” lanjut Maureen.“Kalau dia tak mau Mama cemas karena ana
Maxim sangat ingin menyeret Kendra ke luar dan meminta gadis itu tidak lagi mengganggunya. Bila perlu, tak pernah lagi muncul di depan hidung Maxim selamanya. Jika memungkinkan, Maxim bahkan tidak akan keberatan melaporkan Kendra kepada pihak berwajib sebagai penguntit. Ya ampun, bagaimana bisa gadis itu bisa memiliki tekad yang mulai terlihat menakutkan?“Selamat malam, Maxim,” sapa Kendra sembari memamerkan senyum yang diyakini Maxim sangat palsu itu.oOoKendra bisa merasakan tulang-tulangnya mulai meleleh saking takutnya. Ekspresi Maxim terlihat kejam dan mengancam. Seakan lelaki itu siap untuk mencabik-cabik tubuhnya secara harfiah. Gadis itu mulai menyesali keputusan nekatnya untuk mendatangi rumah Maxim. Namun, dia tak bisa memutar waktu, kan?Putus asa karena ditolak –bahkan diusir- oleh Maxim, Kendra tidak punya banyak pilihan. Apalagi Rossa pun sama menyebalkannya, tidak mau mengerti posisi Kendra. R
“Jadi ini taktikmu untuk membuatku setuju?” Nada mengecam terdengar jelas di suara Maxim. Kini mereka hanya ditinggal berdua karena Cecil dan Maureen ingin makan malam.Sebenarnya Kendra juga diajak serta, setengah dipaksa malahan. Akan tetapi, tentu saja dia menolak mati-matian. Mana bisa dia menelan makanan dengan risiko dipelototi oleh Maxim. Apalagi dia yakin, lelaki itu pasti menyumpahinya dalam hati. Bisa-bisa semua makanan yang ditelannya akan berubah menjadi racun dalam hitungan jam.“Aku tidak punya pilihan. Kalau kamu terganggu, aku benar-benar minta maaf,” kata Kendra. “Posisiku benar-benar terjepit. Mbak Rossa tidak....”“Oke, aku setuju.”Kendra melongo. “Kamu barusan bilang apa?” tanyanya mirip orang linglung. Dipandangnya Maxim lekat-lekat. “Kamu benar-benar setuju?” ulangnya.“Aku tidak mau kamu bertingkah mirip penguntit begini. Apalagi sampai da
Kendra terlalu lega dan senang untuk bisa merasa jengkel lagi. Kesediaan Maxim untuk bergabung di Dating with Celebrity membuat semua bebannya lenyap. Dan Kendra sedang menikmati saat-saat itu. Enggan diamuk emosi negatif yang pasti akan mengganggu.Meninggalkan rumah Maxim, Kendra seakan diingatkan bahwa sudah dua hari ini dia tidak bisa bernapas dengan normal. Seakan ada yang mengganggu saluran pernapasannya. Namun kini situasinya sudah berbeda. Semua kesulitan yang dihadapinya seakan tidak punya arti sama sekali.“Andai saja sejak awal tidak ada masalah sama sekali, alangkah bagusnya!” kata Kendra saat dia menyetir. “Aku tak perlu buang-biang energi begitu banyak. Lelah lahir dan batin. Berkali-kali harus bersabar karena Maxim dan bosku sama mengerikannya.”Malam itu, dia terlelap tanpa mimpi atau interupsi lain yang mengganggu. Demi pekerjaan yang sedang dibutuhkannya, Kendra tidak keberatan harus menghabiskan akhir pekannya