Share

Bab 9

 

Sebuah undangan berwarna merah hati, cukup membuat Alya tercekat. Rasa bahagia yang tengah menyelimuti diri, perlahan sirna. Terlebih, yang memberikan undangan adalah si calon pengantin pria langsung.

 

Rei menghela napas, masih tak percaya jika dirinya akan segera menikah dengan orang yang tak pernah ia cinta.

 

"Selamat Pak, In Syaa Allah. Saya dan teman-teman, akan menyempatkan diri untuk datang."

 

Tenggorokan Alya, terasa kering. Berusaha tetap tegar, walau badai tengah menerjang hatinya.

 

Rei menatap Alya dengan tatapan sendu, tak mau mendengar kata selamat atau apa pun. Yang berkenaan dengan pernikahannya.

 

"Ada yang perlu saya bicarakan, tolong nanti menghadap ke ruangan!" titah sang Direktur, lantas melenggang pergi. 

 

Santi, yang berada tidak jauh dari tempat Alya. Menemukan satu keganjilan, dari tatapan mereka. Seperti sudah saling mengenal satu sama lain.

 

"Ada urusan apa kamu sama si Boss?" tanya Santi, niat untuk mengorek hubungan mereka semakin membuncah.

 

Alya mengangkat bahu, "Hanya urusan kerjaan, kamu pikir apa lagi?" 

 

Tak peduli dengan tatapan membunuh dari Santi, Alya tetap melangkah gontai. Masuk ke ruangan sang mantan, sama saja membawa hatinya ke masa kelam.

 

Rei memijat kening, rencana pernikahan ini tak boleh terjadi. Namun, jika ia menolak. Habislah keluarga mereka!

 

"Langsung aja, Bapak mau apa lagi manggil saya?" tanya Alya, begitu sampai di ruangan.

 

Rei meneguk saliva, ingin mengucap satu kata perpisahan pada wanita pujaannya.

 

"Maaf," sahutnya, sambil merutuki diri. Sebab, begitu pengecut.

 

"Untuk?" Alya masih berdiri, rasa benci membuatnya enggan untuk bersitatap langsung.

 

"Ap-apa boleh, aku meluk kamu?" Rei bertanya, jantungnya semakin berdebar kencang. Menunggu jawaban dari Alya.

 

Alya menatap heran, seminggu lagi sang mantan akan melepas masa lajang. Bersama wanita lain, tapi, kenapa ia malah meminta pelukan kepadanya?

 

Gelengan tegas Alya lemparkan, "Maaf Pak, saya tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak. Kalau sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, saya mohon undur diri."

 

"Untuk yang terakhir kali, Al. Sebagai tanda perpisahan, juga permintaan maaf dariku."

 

"Dua tahun kamu menghilang, dan sekarang. Kamu minta peluk? Kamu sadar nggak sih? Akan ada banyak orang yang terluka, atas keinginan kamu yang nggak masuk akal ini!"

 

Rei menghempaskan diri, jika meminta dengan baik tak diberi. Apa salahnya, ia memaksa?

 

Alya tetap berdiam di tempat, menunggu sang mantan membuka mulut.

 

Pria bertubuh tegap, memutuskan untuk bangkit dari kursi. Menahan napas, sebab apa yang akan dia lakukan. Mungkin saja membuat Alya murka.

 

Selangkah dua langkah, dan kini seolah tak ada jarak di antara mereka. Alya sendiri dapat menghirup dengan jelas, aroma parfum dari orang yang masih ia cinta.

 

Tiba-tiba saja, Rei memeluk Alya. Cukup erat, hingga membuat wanitanya sedikit susah untuk mengatur napas.

 

Tanpa perlawanan, Alya diam dan membiarkan Rei memeluknya. Buliran bening, jatuh berhamburan dari pelupuk mata keduanya.

 

"Maaf ... Akulah orang yang telah menorehkan luka di hatimu, Al.  Pergi tanpa memberi kabar, dan saat kita dipertemukan. Aku pura-pura nggak kenal, hanya untuk membunuh semua rasa. Tapi, aku kalah. Aku jelas belum bisa mengganti kamu dengan yang lain," tukas Rei, masih dengan posisi memeluk.

 

Rei menghapus air mata dengan kasar, "Peluklah aku Al, dan makilah aku. Atas segala rasa sakit yang sudah kamu alami."

 

Alya masih diam, tak tau harus menjawab apa. Di satu sisi ia benci, tapi, di sisi lain ia juga merindukan akan sosok Rei yang sudah mengisi relung hatinya.

 

Cklek! Pintu ruangan terbuka, tampak satu orang wanita dengan seorang pria muda. Seketika berdiri mematung, melihat pemandangan di depan.

 

Rei dan Alya, belum sadar dengan kehadiran dua orang di belakang mereka. Hingga satu tepukan tangan, membuat keduanya bergegas melepas pelukan.

 

Davin tersenyum getir, sebuah fakta baru cukup menikam hati, "Tolong jelaskan, sebenarnya ada hubungan apa antara Kakak dan Alya?"

 

Mey menatap Alya dari bawah hingga ke atas, kebencian sedang menyelimuti hatinya.

 

"Bebb, dia siapa? Jangan-jangan, wanita ini mantan kamu itu ya?" Mey bertanya, membuat Davin semakin penasaran.

 

Rei dan Alya, tak berani untuk berbicara apa pun. Perihal hubungan mereka berdua, terlalu sakit bila harus diungkit kembali.

 

Davin mendengus kasar, kenapa pula Kakak dan pujaan hatinya seolah sepakat untuk tetap bungkam, "Tolong jelaskan, Al!" Davin memohon dengan lirih, berharap ada titik terang atas keganjalannya selama ini.

 

Alya menggeleng lemah, serta merta menghapus laju tangis yang ia rasa begitu menikam hati.

 

"Hanya Kakakmu, yang berhak menjelaskan semua ini!"

 

Alya melempar pandangan pada Rei, harapan besarnya kini tertuju pada sang mantan.

 

"Betul, kamu dan Rei pernah pacaran? Bahkan sempat mau nikah?" Mey bertanya, begitu gemas melihat ketegangan di antara mereka.

 

Alya berhitung dengan situasi, jika ia berkelit. Rasanya sudah tak mungkin, terlebih sekarang ada Davin di hadapannya.

 

Mey mengguncang tubuh Alya, menuntut penjelasan lebih darinya.

 

"I-iya, aku ... Dan Rei pernah pacaran, juga gagal menikah."

 

Davin menghembuskan napas dengan berat, sebuah pengakuan dari Alya. Membuat dirinya limbung, bagaimana mungkin. Ia mencintai wanita, yang jelas-jelas adalah mantan sang Kakak.

 

"Aku ... Aku kecewa sama kamu Al," ucap Davin, lantas berlalu pergi meninggalkan ruangan yang terasa pengap.

 

Alya menutup mata, sudah menebak bahwa pria muda itu akan marah. Biarlah! Toh ia sendiri sadar, bahwa diri tak pantas bersanding dengan Davin.

 

"Kamu .... Kelilipan lagi Al? tanya Santi, saat Alya telah keluar dengan mata sembab.

 

Alya menggeleng lemah, sama sekali tak berniat untuk menjawab pertanyaan apa pun dari Santi.

 

Hubungannya dengan Davin, hancur lebur bahkan sebelum cinta mereka dimulai.

 

Entah ke mana Davin sekarang? Akankah rasa kecewa membuat dirinya berpaling? 

 

"Mbak Alya, ada Pak Putra juga Bu Vita di Kantin. Katanya, mereka ingin bertemu dengan Mbak," ucap Security, menambah beban baru dalam dirinya.

 

Santi dan Alya bertukar pandang, masih tak menyangka jika staff biasa seperti Alya. Menjadi sorotan terkini.

 

Alya beranjak dari kursi, bergegas menemui mereka. Berharap, tak terjadi hal apa pun pada dirinya nanti.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status