Hari demi hari sudah berlalu begitu cepat. Tidak terasa umur pernikahan Rama dan Ayana sudah dua minggu lamanya.
Kian hari bukannya kebahagiaan yang Aya dapatkan, namun siksaan demi siksaan di berikan oleh Rama kepadanya. Pria itu semakin menyiksa Aya tiada henti, tidak ada hari selain meyakiti gadis itu. Hingga saat ini pun Rama tidak pernah mengagap Aya sebagai istrinya, melainkan sebagai pelayan di apartemennya.
Aya selalu menuruti keinginan suaminya, tapi entah kenapa apapun yang di lakukannya selalu salah. Sampai-sampai ia bingung harus bagaimana.
Hubungan dengan tetangganya itu pun juga sangat baik, saat ini hanya Dafa yang bisa menghiburnya, tadinya pria yang masih berusia 24 tahun itu tidak curiga. Namun lama-kelamaan saat melihat wajah pucat dan lebam di pipi Aya. Ia mulai curiga.
Dafa sudah menyuruh Aya untuk melaporkan suaminya yang sudah melakukan KDRT pada pihak yang berwajib, namun Aya memohon untuk tidak memberitahu kepada siapapun ataupun melaporkan Rama pada polisi.
"Oh.. Ternyata kerjaan lo tiap hari. Berduaan sama tuh cowok!" Aya mendelik tidak menyangka jika di belakangnya ada suaminya.
Sepertinya tadi Rama sudah pergi ke kantor, namun kenapa sekarang suaminya bisa ada di belakangnya. Aya mengambil ponsel di saku lalu menulis sesuatu. "Nggak begitu Mas, aku tidak ada hubungan apa-apa. Kita cuma berteman, dia tetangga kita, tapi dia baik Mas," tulisan Aya berhasil membuat Rama terbahak.
"Ngapain lo jelasin ke gue! Mau lo punya hubungan juga silahkan. Itu bukan urusan gue!"
"Lo pikir gue cemburu! Aya-aya.. Jangan kepedean lo. Cewek bisu kayak lo nggak akan bisa buat gue cemburu!" ujarnya yang sukses membuat Aya terdiam karena kebodohannya. Selesai memaki Aya Rama pergi meninggalkan istrinya yang masih diam terpaku.
Benar kenapa juga, tadi ia menulis kalimat itu. Dirinya terlalu berpikir ketinggian, mana mungkin seorang Rama cemburu kepadanya.
"Suami kamu ini sudah benar-benar keterlaluan! Sampai kapan kamu bisa bertahan dengan pria sombong seperti itu Aya!" gadis itu menoleh, menatap sendu pada Dafa.
"Atau jangan-jangan kamu sudah cinta sama suami kamu?" Aya sedikit membulatkan matanya, benarkah ia cinta pada suaminya.
Dia belum pernah yang namanya jatuh cinta, apa jika cinta pada seseorang seperti ini rasanya, Aya selalu merasa degdegan ketika bersama suaminya, namun ia tidak tahu apakah itu bisa di katakan jatuh cinta.
Aya memegang dadanya, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta Daf," tulis Aya malu.
Dafa tengah menahan tawanya, jadi gadis di depannya ini masih polos, belum mengerti rasanya mencintai seseorang bagaimana.
Pria itu semakin gemas dengan gadis istimewa itu. Andai dia yang lebih dulu bertemu. Maka dirinya yang menikahi gadis lugu nan baik hati ini. Tidak peduli dengan kondisinya yang memiliki kekurangan. Hatinya sudah jatuh di pertama kali mereka bertemu beberapa hari yang lalu.
"Rasanya, kamu akan berdebar ketika sedang bersamanya. Senang ketika kamu melihatnya senang, dan sedih ketika kamu melihatnya bersedih. Ya.. Walaupun itu juga belum tentu bisa di katakan jika sudah cinta, bisa saja kan itu karena kasihan atau simpati," jelas Dafa membuat Aya sedikit mengerti.
***
Kegiatan di sore hari Aya biasanya menyiapkan makan untuk suaminya. Namun karena beberapa hari Rama tidak pernah pulang, maka Aya tidak pernah masak, kini gadis itu sedang duduk menonton televisi.
"Bagus! Santai aja terus!" Aya tersentak, ia tidak tahu jika suaminya akan pulang.
"Mas kapan pulang?" tanyanya menggunakan bahasa isyarat.
Rama tidak menjawab karena memang dia tidak mengerti, pria itu justru maju menatap tajam istrinya. "Kenapa setiap hari gue semakin benci sama lo!"
"Apa yang harus aku lakukan Mas, supaya Mas nggak benci dan menerimaku sebagai istri." tulis Aya di ponselnya.
"Lo mau tahu?" Aya mengangguk yakin.
"MATI!"
"Lo harus mati supaya gue bisa bebas!" bentak Rama lalu pergi ke kamarnya meninggalkan Aya yang diam mematung dengan tubuh bergetar.
Kenapa harus mati pria itu baru tidak membencinya, Sebegitu bencikah suaminya kepadanya hingga menginginkan kematiannya.
"Bisu!" bentak Rama muncul kembali mengagetkan Aya yang masih melamun dengan ucapannya beberapa waktu lalu.
"Selain bisu. Lo budek! Dari tadi gue panggilin. Nggak nyaut!" Aya menunduk meminta maaf.
"Sebentar lagi pacar gue datang. Lo harus masak yang enak. Gue mau keluar. Awas kalau gue balik jemput pacar gue lo belum selesai. Siap-siap apa yang akan gue lakuin!" ancamnya.
Tanpa di suruh dua kali Aya bergegas menuju dapur guna memasak seperti apa yang suaminya minta, meskipun sakit hati karena memasak untuk pacar suaminya. Namun Aya masih mau melakukannya.
Hatinya merasa tidak di hargai, padahal istri sahnya di sini. Tapi Rama membawa perempuan yang sebenarnya tidak ada hak apapun tentang Rama.
Tepat pukul tujuh malam Aya selesai memasak, Rama juga baru saja kembali menjemput pacarnya Melinda.
"Bagus! Gue pikir lo nggak mau nurut."
"Sayang ini semua yang masak cewek bisu ini?"
"Iya, dia jago masak kok. Kan lumayan makan nggak usah beli." ucap Rama tertawa pelan. Rama berkata seperti itu seolah dirinya pernah makan masakan Aya, padahal selama ini sekalipun dirinya belum pernah mencoba masakan istrinya itu.
"Tapi kamu yakin sama rasanya? Kalau kita di racunin gimana?" ujarnya manja bergelayut di lengan pria berkaos merah itu.
"Aku yang akan bunuh dia kalau sampai racunin kamu," ucap Rama tajam.
Melinda tertawa senang lalu duduk di meja makan. Mereka berdua sudah mengisi piring masing-masing.
Rama yang lebih dulu menyuapkan makanan itu terdiam ketika masakan Aya sudah masuk kedalam mulutnya. Ia tercengang dengan rasanya. Dia tidak percaya jika gadis bisu itu bisa memasak. Rama mencuri pandang pada Aya yang tengah berdiri sambil menunduk.
"Enak juga masakannya, bermanfaat sekali dia, bisa masak. Bisa beres-beres. Tanpa kamu bayar," tawa mereka berdua memenuhi ruangan tersebut, Aya mengepalkan tangannya menahan sakit hati dan amarahnya.
Ingin melawan namun ia bisa apa.
Selesai makan malam Rama dan Melinda bersantai di ruang tamu, mereka sangat mesra padahal Aya yang masih berada di dapur untuk mencuci piring bisa melihat bahkan mendengar obrolan intim dari keduanya.
"Eh! Bisu. Habis ini belikan gue martabak manis, rasa coklat sama red velvet." perintah Melinda.
"Kamu mau apa sayang, kita kan butuh cemilan malam ini?" tanya Melinda bernada manja.
"Ehm.. Apa ya? Nggak usah deh, itu aja." putus Rama.
"Lo dengar nggak!" hardik Melinda.
Aya mengangguk kuat lalu menghampiri Melinda yang menyodorkan uang.
Aya keluar dari apartemen dan mencari penjual martabak yang tidak terlalu jauh. Sudah sedikit berjalan mencari penjual tersebut. Namun tidak terlihat ada tanda-tanda penjual martabak di dekat apartemen itu.
Senyumnya mengembang ketika melihat ada penjual yang sedang ia cari. Aya segera menghampiri pedagang tersebut, Aya terdiam ketika ia lupa membawa ponsel. Bagaimana dirinya memesan jika ponselnya saja tidak ada.
"Aya," sapa seseorang di belakangnya.
Gadis itu berbalik, di hadapannya ada Dafa yang menatapnya bingung. "Kamu mau beli martabak?" Aya mengangguk dengan senyum lebarnya.
"Tapi aku lupa bawa ponsel aku," Aya berbicara dengan bahasa isyaratnya.
Dafa mencerna sejenak, meskipun baru mengenal Aya beberapa minggu, Dafa diam-diam mencari tau tentang bahasa isyarat yang di gunakan oleh gadis di depannya ini.
"Oh kamu mau pesan tapi lupa bawa hp?" lagi Aya mengangguk tersenyum lega, ada Dafa yang mengerti tentang kesulitannya.
"Memangnya kamu mau pesan apa? Biar aku pesankan?"
Aya pun memberitahu martabak rasa apa yang ingin dia beli pada Dafa.
"Pak saya pesan martabak manis rasa coklat sama red velvet satu ya," pesan Dafa pada pedagangnya.
"Wah maaf mas, tempat saya nggak ada rasa red velvet, adanya cuma keju susu, coklat, kacang aja mas." Aya sedikit kecewa ketika pesanan yang ia mau tidak ada.
Aya akhirnya membelikan Melinda rasa kacang dan keju susu saja. "Pesannya banyak banget? Ada tamu?" tanya Dafa sesaat Aya sudah selesai membayar, lalu mereka memutuskan untuk berbarengan balik ke apartemen.
"Bukan, ini untuk Mas Rama. dia lagi lembur kerja," tulis Aya di ponsel milik Dafa.
Aya terpaksa berbohong kepada Dafa agar teman sekaligus tetangganya ini tidak berpikir buruk kepada Rama.
Meski Dafa tidak percaya namun ia hanya mampu mengangguk.
Dafa diam-diam memperhatikan gadis di sampingnya ini, tidak ada wajah berseri ataupun senyum yang lepas darinya. Hanya murung dan kesedihan yang Dafa tangkap dari raut wajah Aya.
Namun ia salut, karena Aya bisa menutupi kesedihannya dengan sempurna. Siapa saja tidak ada yang tau jika dirinya tengah menderita.
"Tadi gue bilang beli martabak apa! Kenapa rasa ini!" bentak Melinda ketika martabak yang Aya bawa tidak seperti dia mau.Aya mengambil kertas dan pulpen di atas meja. "Maaf, martabak yang kamu minta tidak ada, jadi aku belikan itu aja. Maaf jika kamu tidak suka,""Alasan! Bilang aja lo nggak ikhlas kan!" Aya menggelengkan kepalanya kuat."Ini ada apa sih. Ribut-ribut?" saut Rama."Ini lho sayang, istri kamu. Aku minta martabak coklat sama Red velvet, malah di belikan ini." adu Melinda sambil memberi bungkusan itu pada Rama.Pria itu menatap horor kearah Aya yang memandangnya dengan tatapan sendu, berharap suaminya tidak menyalahkan dirinya."Lo tau nggak. Pacar gue alergi kacang! Lo mau bunuh pacar gue! Iya!!" bentak Rama murka.Aya menggeleng kuat, dia tidak tahu jika Melinda alergi kacang, Ia mundur ketika Rama maju dengan emosi penuh.Plak!Rama menampar pipi Aya kiri dan kanan terus-menerus secara kuat hingga sudut
"Dafa. Makasih ya, sudah mau belikan aku bubur sama bahan makanan lainnya. Nanti kalau aku sudah punya uang, aku kembalikan."ujarnya dengan tulisan di ponsel."Nggak usah di kembalikan, aku ikhlas untuk kamu." tulus Dafa Aya mengangguk tidak enak."Kalau gitu aku pamit dulu ya, aku ada perlu." pamit Dafa lalu segera pergi setelah mendapatkan anggukan dari Aya.Wanita itu memperhatikan Dafa hingga hilang di balik pintu lift, ia menatap bungkusan yang Dafa belikan untuknya. Berupa beras lima kilo, mie instan dan juga beberapa butir telur. Lagi-lagi Aya sangat merasa tidak enak, tapi karena ia memang butuh dan juga pria itu yang menawarkan membuatnya menerima bantuannya.Aya segera masuk. Dan langsung menuju dapur untuk menaruh barang bawaannya.Prang!Aya memekik sampai menutup telinganya, ketika suara benda pecah menghantam dinding di dekatnya. "Bagus ya lo! Suami nggak ada di rumah, lo keluyuran sama cowok lain!"
Dafa bernafas lega ketika melihat Aya membuka matanya, gadis itu tak sadarkan diri cukup lama. Pria itu hampir saja membawa Aya kerumah sakit jika tidak sadar-sadar juga."Alhamdulillah kamu sudah sadar," Dafa mengucap syukur memandang Aya senang.Aya memegangi kepalanya yang berdenyut, ia mencoba mengingat kembali apa yang sudah terjadi.Wanita itu bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Sigap Dafa membantu menaruh bantal di balik punggung Aya.Aya mengambil buku di sampingnya lalu menulis sesuatu, Dafa diam menunggu apa yang Aya tulis. "Terima kasih ya, kamu mau nolongin aku. Maaf aku pasti merepotkanmu.""Tidak perlu bilang makasih, sebagai teman. Kita harus saling tolong menolong," ada rasa nyeri ketika dirinya mengatakan jika dia teman pada Aya.Dafa berdeham tidak ingin memperdulikan isi hatinya. "Aku sudah buat kan bubur, tadi aku lihat bahan yang kita beli kemarin ada di tong sampah." Aya mendelik lalu cepat-cepat menulis."
"Assalamu'alaikum," salam Rama ketika masuk kedalam rumahnya.Semua penghuni rumah orang tua Rama menoleh kearahnya, Bu Sarah tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang. "Ya ampun Aya, Mama kangen sama kamu nak. Apa kabar?" Aya tersenyum canggung lalu menyalami tangan sang mertua."Alhamdulillah baik Ma," tulis Aya di buku kecilnya."Tapi kok. Mama lihat kamu kurusan sayang? Muka kamu juga pucat?""Itu Ma, dia memang lagi kurang enak badan. Tadinya aku minta dia istirahat aja tapi dianya nggak mau." jawab Rama memotong ucapan Mamanya, dia takut Mamanya akan curiga."Jadi kamu lagi nggak enak badan? Kalau badan kamu kurang fit. Aturan nggak usah ikut nggak apa-apa nak, ini cuma acara keluarga yang kumpul setiap bulan." Bu Sarah terlihat sekali jika khawatir pada menantunya."Tuh kan sayang, apa aku bilang. Tadi aku bilang apa? Nggak usah ikut." ucap Rama lembut memberi senyuman manis pada wanita itu.Bu Sarah mengulum senyum sena
Karena hari belum terlalu larut, Dafa mengajak Aya terlebih dahulu ke suatu tempat. Di dekat taman kota, ada penjual yang berderetan menjajahkan jualannya.Dafa memilih mengajak Aya mencicipi minuman khas jawa tengah. "Gimana suka?" tanya Dafa saat mengajak Aya membeli minuman hangat.Aya mengangguk sambil terus menyendok wedang ronde yang baru pertama kali gadis itu minum."Sangat enak, aku baru pertama kali mencobanya, ternyata enak." Dafa terkekeh pelan sambil mengacak rambut gadis itu.Aya terdiam dengan detak jantung yang berpacu kuat, setiap Dafa melakukan kontak fisik hatinya selalu berdebar, lebih berdebar ketika ia bersama suaminya."Kamu belum pernah mencoba minuman ini?" tanya Dafa tidak percaya. Aya mengulum senyum sambil menggeleng."Ini minuman khas jawa tengah. Biasanya untuk menghangatkan tubuh. Kalau kondisi tubuh kurang fit pasti enakan badannya, setelah
Pria berkaos merah maroon mengusap keringat di keningnya, sesaat selesai membantu menanam bibit anggrek kedalam pot kecil.Selain membelikan, Dafa juga membantu Aya menanam bibit tersebut, selama membantu gadis itu. Dafa sering memperhatikan Wajah Aya, hari ini wajah cantik gadis itu terlihat berseri, senyum terus terukir dari bibir manis gadis itu.Dafa menarik sudut bibirnya. Ia merasa terlalu pede, bisa saja kan. senyum itu karena suaminya, Ingat. Aya sudah memiliki suami.Pria itu menggeleng kuat, dia tidak boleh terlalu berharap pada Aya, meskipun Rama bukanlah suami yang baik. Namun Dafa juga tidak ingin memanfaatkan keadaan Aya untuk ia dekati.Biarkan perasaan ini dia yang rasa, sejatinya bukan cinta yang salah, namun keadaan yang mengharuskan dirinya mundur dan melupakan cintanya.Dafa tersentak ketika usapan lembut terasa di lengannya. "Ada apa? Kenapa melamun?" tanya A
Tersenyum di balik rasa sedih, itulah yang biasa manusia lakukan. Di depan terlihat baik-baik saja bisa tertawa, tersenyum bahagia.Namun dibalik itu semua mereka tidak tau jika kita sedang bersedih ataupun terluka. Begitu pun yang dilakukan Ayana.Gadis itu tampak baik-baik saja, sering tersenyum menyapa orang-orang yang tinggal di dekat apartemennya.Tapi taukah mereka jika Ayana sedang terluka, Ia merasa hidupnya seperti dulu, kesepian tidak punya teman ataupun saudara.Semenjak kejadian Rama menciumnya tiba-tiba di lift. Pria itu meninggalkannya begitu saja, tanpa mengatakan sesuatu. Suaminya pergi dan sampai saat ini tidak pulang.Aya merasa jika suaminya telah melukai hatinya dengan sangat, Aya juga manusia biasa yang bisa marah. Ia tidak terima dan merasa sakit hati. Setelah Rama menciumnya dengan intens bahkan Rama hampir melakukan hal lebih kepadanya, tiba-tiba per
Dafa tidak bisa fokus saat memerikan hasil kerja karyawannya dengan benar, entah sudah berapa kali pria itu menarik napas panjang sambil memijat keningnya.Yang ada di kepalanya hanya ada satu nama, yaitu Ayana. Semenjak bertemu beberapa jam yang lalu. Perasaannya menjadi gelisah. Dan selalu kepikiran tentang gadis itu."Agh!!" erang Dafa mengacak rambutnya frutasi.Kenapa susah sekali melupakan perempuan yang sama sekali tidak boleh ia pikiran, Dafa akui jika beberapa hari ini ia menghindari Aya, untuk kebaikan dirinya dan juga untuk gadis itu. Dafa tidak ingin semakin dalam menyukai atau bahkan mencintai Aya."Ada apa Mas?" Dafa tersentak baru menyadari jika bukan dirinya saja yang ada di ruangannya saat ini."Tidak ada, Pras tolong kamu selesaikan tugas saya. Nanti kalau sudah selesai kamu taruh di meja. Kepala saya sakit. mau pulang,""Baik Mas, biar saya