Share

Bab 8 Kidnapping

Di Dalam Mobil Penculik

Cologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.

Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.

“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.

“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.

Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.

“Kau benar-benar terlihat tidak keren,” keluhnya.

“Sialan kau tidak perlu berkata seperti itu!” geram Cologne sembari menunjukkan jari tengahnya ke udara.

Pemuda itu masih belum menyadari bahwa rem dari mobil yang ia kendarai sudah blong.

“Kakak perhatikan di depanmu!” teriak anak kecil yang menjadi korban dari Si Penculik.

Cologne terkejut begitu mendapati anak kecil tersebut rupanya tidak pingsan. Dan ditambah pula ia berteriak dan mencoba memperingatkan dirinya.

GREK GREK GREK

Berkali-kali Cologne mencoba untuk menarik rem yang sudah tidak berfungsi tersebut secara paksa.

“Sial!” desisnya hampir putus asa.

“Tidak berniat meminta bantuan dariku lagi?” Berlin berbisik di telinga Cologne.

“Tidak sama sekali. Sudah lebih dari cukup kau membantuku!” jawab Cologne dengan tenang namun terdengar sangat tegas.

“Kau bisa mati, aku sedang mencoba memperingatkan dirimu,” tegur Berlin.

“Dan aku tidak membutuhkan bantuanmu itu!” balas Cologne penuh dengan rasa percaya diri. Meskipun usahanya gagal untuk menghentikan mobil pemuda tersebut masih belum ingin menyerah. Hal itu dibuktikan dengan dirinya yang memilih untuk menabrakan mobil yang tidak bisa dikendalikan tersebut ke arah pohon. Cara ekstrim yang ia lakukan tersebut sangat berpotensi membahayakan dirinya serta penumpang lainnya.

“Huft ... ah .... ” Pemuda tersebut membuang nafas lega begitu mendapati dirinya serta anak kecil yang ia coba selamatkan masih dalam keadaan baik-baik saja.

Mobil yang ia kendarai kini telah hancur bagian depannya akibat menabrak sebuah pohon besar di depan. Setelah mencoba membanting stir dan mengarahkan mobilnya dengan sengaja kea rah pohon, Cologne berhasil mengentikan laju mobilnya secara paksa.

“Hiks … hiks … hiks … kupikir… aku … tidak … akan … pernah … bisa … bertemu … Mama … lagi … hiks …. ” Anak kecil itu menangis ketakutan. Tentu saja dirinya pasti sempat berpikir akan mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan sama sekali. Bocah itu bisa saja mengira dalam beberapa hitungan menit sebelumnya dirinya akan masuk ke dalam rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri.

“Ah. Tenang-tenang kau sudah aman sekarang. Sebentar lagi kau bisa bertemu dengan Ibumu,” kata Cologne sembari memeluk anak kecil tersebut dengan erat. Dia mencoba untuk menenangkan bocah itu. Tentu saja kejadian seperti ini pasti membuatnya merasa syok.

“Wow, bisa-bisanya kau melakukan hal berbahaya seperti itu tadi. Hm, meskipun aku merasa sedikit kecewa karena jiwamu tidak jadi dijemput oleh malaikat kematian. Padahal aku sudah tidak sabar melihatmu masuk ke neraka,” oceh Berlin dengan seenaknya. Iblis itu tampak santai dan tidak terlalu mempedulikan peristiwa mengerikan yang baru saja dialami oleh Cologne.

“Diam kau!” gertak Cologne frustasi. Oh pemuda itu benar-benar malang seharian ini ia telah berurusan dengan berbagai macam hal menyebalkan yang disebabkan oleh iblis bernama Berlin tersebut.

Anak kecil yang melihat Cologne tampak berbicara seorang diri langsung menegur pemuda tersebut dengan ragu, “Kenapa, Kakak berbicara sendiri?” tanya anak itu dengan polosnya.

Cologne yang menyadari tingkah lakunya mulai dicurigai oleh anak kecil langsung berpura-pura tidak mengetahui hal tersebut. “Ah tidak hm, Kakak hanya sedang mencoba berbicara dengan diri Kakak sendiri. Tenang saja, kau tidak perlu terlalu memikirkan hal itu,” ujarnya berusaha menutupi.

Anak itu mengangguk dan masih mengeratkan pelukannya di tubuh Cologne.

Cologne menghela nafas dia melirik ke arah Berlin dan mendapati iblis itu mencoba untuk membuatnya kembali merasa kesal. Dan hampir saja terpancing, Cologne kembali teringat akan ponselnya dan dia harus segera menghubungi Eden serta beberapa rekan polisi lainnya untuk mendatangi tempatnya. Lagi pula dia sadar betul bahwa pelaku penculikan masih berada di dalam satu mobil yang sama dengannya meski dalam keadaan tidak sadarkan diri.

***

“Kau baik-baik saja?” tanya Eden memastikan keadaan juniornya tersebut.

“Tidak,” jawab Cologne singkat.

Setelah memanggil Eden serta beberapa rekan polisinya, Cologne mendapat bala bantuan datang dengan sangat begitu cepat. Bersyukurlah polisi sudah menangkap Si Penculik dan mengamankan korban.

“Mau pulang bersamaku?” tawar Eden merasa tidak enak pada juniornya tersebut. Seharusnya laki-laki itu bisa saja marah atas perilaku tidak sopan yang telah diberikan oleh Cologne pada dirinya sebelumnya. Namun mengingat, Cologne sudah berhasil menyelesaikan tugasnya dengan benar maka laki-laki pemaaf itu lebih memilih untuk melupakan rasa kekesalannya itu sebelumnya.

“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,” tolaknya. Pemuda itu diam-diam merasa tidak nyaman jika dirinya berdekatan terlalu lama dengan seniornya tersebut. Ditambah pula aksi kurang ajarnya sebelumnya berhasil membuat perasaannya semakin tidak nyaman.

Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.

“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.

***

Halte Bis

Setelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.

“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.

“Diamlah. Sudah kubilang aku tidak sudi menerima bantuan dari makhluk kotor sepertimu!” ketus Cologne.

“Dasar bodoh!” Berlin dengan sengaja mendorong tubuh Cologne dan membuat pemuda tersebut terjatuh ke samping mengenai bahu seorang pria bertubuh kekar dengan banyak tato di lengannya.

Cologne melotot tajam ke arah Berlin namun iblis itu menghilang begitu saja dan sama sekali tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut.

***

Dua Hari Kemudian

Setelah menyelesaikan kasus penculikan, Cologne kembali ke kehidupannya yang seperti semula. Bekerja sampai sore lalu pulang ke rumah jika tidak lembur.

“Langsung ingin pulang?” tanya Berlin yang seharian ini masih saja terus mengikuti dirinya. Tampak iblis itu semakin dekat berusaha untuk menempeli Cologne yang malang.

“Iya. Tolong antarkan aku ke akhirat sekarang,” racau Cologne yang sudah kelelahan bekerja seharian.

Berlin dalam wujud bayangan langsung memukul kepala Cologne dengan keras. “Tidak usah sok berbicara seperti itu, nanti kau pasti berderai air mata kalau kejadian itu sampai benar-benar terjadi menimpamu.”

Cologne mendecak kesal lalu membuang nafasnya kasar.

“Aku hanya berharap kau itu dapat menutup mulutmu sedikit saja.”

Berlin menggoyangkan jarinya yang tampak terlihat seperti bayangan hitam polos.

“Tidak. Kau itu sangat menyenangkan untuk digoda. Lagi pula tugas iblis itu memang mengganggu manusia. Jadi aku harus melaksanakan pekerjaanku dengan baik,” katanya ceria.

Cologne memutar bola matanya malas. “Terserahmu sajalah,” balasnya acuh.

***

Di Depan Pintu Rumah

Cologne terdiam saat mendapati seorang wanita paruh baya berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Dia tidak mengenali wanita tersebut sampai akhirnya wanita itu berbalik dan menampakkan wajahnya.

“Ah rupanya itu Anda ya?” tanya Cologne memastikan wanita tersebut merupakan Nyonya Wish yang merupakan ibu dari korban penculikan anak yang kasusnya baru-baru saja ia tangani.

Nyonya Wish tersenyum. Menyapa secara singkat pada pemuda tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status