"Terus terang, dia baru bergabung di perusahaan ini sejak tiga bulan yang lalu. Dan tidak ada sekretaris yang betah sama dia, tiap bulan ganti sekretaris, coba!" Hendrawan membuyarkan pikiran-pikiran Anna tentang laki-laki yang bernama Harry yang lain.Anna menatap Hendrawan yang tampak putus asa akan tingkah anak yang sangat diharapkannya itu."Anna, kamu pasti bisa jadi sekretarisnya Harry. Saya sangat yakin sama kinerja kamu." Kali ini, Hendrawan yang menatap Anna penuh harap. "Tolong nanti bertahan jadi sekretarisnya Harry, ya? Jangan menyerah dalam sebulan. Kayak tiga orang sekretaris sebelumnya.""Apa, Pak?! Emangnya anak Bapak kayak apa, sih? Kok, tiba-tiba saya jadi ragu, nih? Jangan-jangan, ntar saya juga didepaknya dalam sebulan." Anna jadi merinding disco membayangkan calon bos barunya itu. "Maaf, Pak. Saya mau nanya dulu, nih. Hm ... anu ... apa anak Bapak itu udah nikah apa belum? Kok, bisa sangar begitu sama sekretarisnya?""Belum nikah, tapi kalo kawin kayaknya udah ser
"Jadi, kamu sekretaris gue yang baru?!"Anna mengangkat wajahnya dengan kaget. Matanya kemudian melotot begitu melihat wajah tampan yang sedang tersenyum sinis di hadapannya.Anna sampai lupa menutup mulutnya yang terbuka karena shock melihat penampakan yang ada di depan matanya. Bukan karena wajah itu menggerikan, tapi wajah itu adalah orang yang telah menitip benih di rahimnya setahun yang lalu.Walaupun penampilan pria itu sangat berbeda, tapi Anna masih sangat mengingat wajah pria di malam terkutuk itu. Bagaimana tidak, putranya Arez sudah mem-fotocopy semua bagian wajah dari ayah biologisnya itu.“Elu gak pernah lihat pria setampan gue, ya? Sampe bengong gak habis-habis.” Suara ejekan dari pria itu menyadarkan Anna dari keterkejutannya.“Pa-Pak Harry?” tanya Anna menunjuk dengan gemetar pada pria yang sedang menaik-naikkan sudut bibirnya ke atas dengan tatapan mengejek pada Anna.“Ya, iyalah. Emang siapa lagi yang ke ruangan ini, selain gue bosnya,” jawab Harry sambil melengos per
“Mas Danu!” tanpa mengucap ‘Hallo’ Andara langsung menyebut nama suaminya begitu Danu mengangkat panggilannya. “Anna masih hidup, Mas!”“Ada apa sih, Sayang? Kok, tiba-tiba bahas perempuan yang udah mati itu lagi?”“Mas! Dengar dulu. Barusan aku habis meeting dengan CEO. Dia bawa sekretaris baru lagi yang wajahnya mirip banget sama Anna. Tapi, namanya Tasya. Nama Anna juga ada Tasya nya kan, Mas? Anatasya. Gak mungkin bisa kebetulan begitu kan?”“Masa, sih? Tapi, mungkin hanya kebetulan aja mirip kali.”“Tapi, aku merasa, dia itu Anna, Mas.” Andara masih bertahan dengan keyakinannya.“Dianya gimana? Kayak kenal sama kamu gak? Kalau enggak, berarti bukan dia.”“Tadi, aku sempat ngajak ngobrol, tapi CEO langsung manggil dia. Ya … dianya kayak nggak kenal aku, sih. Apa mungkin, Anna amnesia ya, Mas?” Asumsi Andara lagi.“Ah, ngawur kamu. Udahlah, gak usah dipikirin deh. Mau Anna kek, mau siapa kek. Selama dia tidak mengganggu kita, biarin aja. Kalau aku sih, gak mungkin banget si Anna mas
Harry menatap lekat raut wajah wanita yang berada begitu dekat di hadapannya. Entah kenapa, ia merasa pernah berada dalam kondisi yang sama dengan wanita yang baru dikenalnya berapa jam yang lalu. Tapi, bibir sensual dengan nafas beraroma lembut itu terasa tidak asing baginya.Sementara itu, Anna ikut terpaku mendengar ucapan Harry dengan bibir sedikit terbuka, matanya ikut menelusuri wajah tampan beraroma jeruk peras dengan jarak tak seberapa itu. Tanpa sadar bibirnya berucap, “Arez ….”“Arez? Pacar kamu?” Harry menaikkan alisnya dengan raut wajah heran sekaligus ada rasa tak rela di hatinya mendengar wanita itu bukannya menjawab pertanyaannya, tapi malah menyebut nama pria lain.Anna tersentak kaget, tangannya otomatis menutup mulutnya yang terlanjur menyebut nama anaknya begitu melihat versi dewasa dari putra tercintanya itu. Anna kemudian menjauhkan tangannya dari wajah Harry sekaligus menarik tubuhnya agak menjauh. Ia berusaha mengalihkan perhatian Harry ke pertanyaan pertama pri
Wajah Anna memerah melihat penampakan di depan matanya. Tubuh tinggi kekar itu mengingatkannya akan malam panas bersama pria itu setahun yang lalu. Walaupun saat itu hatinya hancur tak terkira setelah efek obat yang diberikan mantan suaminya hilang, tapi tak bisa dipungkirinya kalau pengalaman bercinta dengan Harry adalah sangat luar biasa. Kini, pria itu hanya berjarak berapa meter saja di hadapannya, meskipun Harry tidak mengenalnya.“Hei! Itu mulut ditutup, jangan sampe nyamuk masuk. Emangnya kamu gak pernah lihat tubuh pria apa? Sampe melotot begitu." Harry dengan senyum mengejek langsung berlalu masuk ke kamarnya. “Dah, saya mau mandi dulu. Kamu kalau mau makan, lihat tuh di kulkas ada pizza beku. Panasin aja di microwave. Lebihkan buat saya juga.”Anna baru tersadar dari keterpanaannya setelah Harry menutup pintu kamar satu-satunya yang terdapat di dalam apartemen tersebut. Ia menghela napas panjang, lalu mengeluh pelan. “Duh … sampai kapan, aku bisa melihat dia tanpa terus teri
“Pak, kita nggak bakal nginap gitu kan, ya?” tanya Anna sekaligus sindiran begitu melihat sang CEO masih saja sibuk ke sana ke sini melihat perkembangan proyek property perusahaan mereka dalam pembangunan perumahan kelas atas di kawasan Kota Wisata Cibubur.“Kenapa? Kamu pengen nginap emang?” Harry malah balik bertanya pada Anna yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Sofyan masih serius membawa kendaraan berkeliling sesuai dengan arahan dari Harry.“Ya, enggaklah. Ini tuh udah jam enam lewat lho, Pak? Jam barapa coba, kita bakal sampai di Jakarta lagi, kalau Bapak masih aja keliling-keliling gak habis-habis sejak tadi. Emangnya, Bapak mau beli rumah di proyek sendiri?” Anna menatap kesal pada Harry yang masih saja toleh kanan toleh kiri.“Kok kamu tahu, sih? Kalau saya ada minat untuk tinggal di daerah sini? Hm … bagus memang lokasinya. Bagus juga buat perkembangan anak-anak,” jawab Harry santai. Seakan tidak terpengaruh oleh ucapan penuh sindiran dari sang sekretaris. Ia pun kemudian m
"I-Ibu?" Anna buru-buru meraih tubuh wanita paruh baya yang hampir saja terjerembab di lantai toilet. Mata wanita yang dikenalnya itu masih menunjukkan keterkejutan yang luar biasa hingga tak satu pun kata-kata yang keluar. "Ibu nggak apa-apa?""A-Anna ... apa ini kamu, Nak? Apa ibu ha-hanya mimpi?" Rahma akhirnya bisa mengeluarkan suaranya setelah beberapa saat kemudian. Pinggangnya masih dipegang erat oleh Anna.Anna tak menjawab, hanya rasa haru yang datang menghampirinya. Ia mengingat, kalau selama menjadi istrinya Danu, kedua mertuanya selalu memperlakukannya dengan baik. Sahabat orang tuanya yang kemudian menjadi mertuanya itu sangat menyayanginya. Walaupun Anna sudah merencanakan akan mengabari kedua orang tua Danu tersebut, tapi ia tak menyangka kalau akan bertemu di situasi seperti saat ini. Ia bahkan berada bersama Harry di restoran itu. Anna sangat tidak ingin, keluarga dari mantan suaminya itu tahu keberadaannya bersama dengan pria lain. Walaupun Harry adalah bosnya di kan
“Yaa … kalau Bapak ikut dengan saya, bukannya menyelesaikan masalah dengan keluarga mantan suami saya, malah tambah kacau.” Anna tanpa sadar menghentak kesal kaki jenjangnya yang menawan. Rok selutut yang ketat itu bahkan sampai tertarik sedikit ke atas. Tentu saja, membuat mata Harry melotot melihat pemandangan indah di pagi hari itu.“Wait … wait. Mendingan kamu duduk dulu deh, jangan main angkat-angkat kaki kayak gitu di depan saya. Saya sih nggak keberatan, sekalian saja kamu angkat rokmu itu ke atas,” protes Harry tanpa berusaha memalingkan wajahnya yang menatap lekat kaki putih mulus milik sekretarisnya itu. “Ceritain sama saya, kenapa kamu tidak boleh terlihat dengan pria lain. Katanya udah jandes? Ya, bebas dong kalau ingin cari suami baru lagi.”“Ya, masalahnya bukan se-simple itu, Pak. Tapi, masa saya harus cerita rahasia saya ke Bapak?” Anna masih berusaha membuat Harry mengerti akan kondisinya.“Pokoknya, saya harus tahu, kenapa kamu sebegitu takutnya pada keluarga mantanm