Share

Part 3: Benih Pria Bayaran

Pria asing itu tersenyum melihat sosok wanita yang langsung membuatnya bergairah. Ia pun mulai menyentuh tubuh polos itu tanpa peduli dengan Danu yang sudah duduk manis di kursinya sambil memasang kamera ponselnya.

Walaupun merasa sedikit asing dengan tangan yang menyentuhnya, tapi hasrat Anna yang sudah tak tertahankan, membuat wanita cantik itu tak ingin memikirkan apa-apa lagi, selain sentuhan dari seorang pria. Ia pun menggila. Suara teriakan kepuasannya melengking berkali-kali malam itu. Hal yang tidak pernah didapatkannya dari Danu selama mereka resmi menikah. 

Danu yang sedang merekam adegan panas istrinya sampai bergidik ngeri mendengarnya.

“Nikmatinlah tubuh pria itu sepuas-sepuasnya, Anna, sebelum kamu menangis darah setelah ini,” desis Danu dingin. Adegan panas di depan matanya itu tak membuatnya tertarik sama sekali. Hanya rasa puas di hatinya setelah bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada wanita yang telah merampas kebahagiaannya bersama Andara yang dicintainya hingga saat ini.   

***

Dua hari lamanya, Anna mengurung diri di kamarnya. Ia pun meminta izin ke kantornya dengan alasan sakit. Rasa sakit hati dan kecewa yang dialaminya, membuat wanita itu tak kan bisa melakukan pekerjaannya di kantor. Sedangkan Danu, tidak pernah lagi muncul di rumah kontrakan yang telah mereka tempati sejak menikah setahun yang lalu. Pakaian Danu pun sudah menghilang dari lemari pakaian mereka begitu Anna pulang dinihari itu dari hotel.

Walaupun Anna tahu tempat kerjanya Danu, tapi ia pun tak ingin menemui pria itu. Toh, secara lisan mereka sudah bercerai. Anna bertekad akan mencoba melupakan semuanya. Kali ini, Danu sangat keterlaluan. Anna tidak akan pernah mau memaafkan pria tak punya hati itu. Cukup sudah, selama dua hari ini ia menangis, mengeluarkan semua beban yang ada di hatinya. Ia akan mencoba menata kembali hidupnya dengan status yang baru sebagai janda muda.

***

“Aku sudah cerai dengan Mas Danu,” ucap Anna pada Andara saat makan siang di kantin kantor.

“Cerai? Kenapa?” tanya Andara heran. Mata gadis cantik itu membulat menatap Anna yang duduk di hadapannya.

“Karena Mas Danu nggak bisa lupain kamu,” jawab Anna santai sambil menyuap makanannya.

“Lho? Kok jadi gara-gara aku? Kamu jangan mengada-ada dong, Anna. Hubungan kami sudah lama berlalu. Udah setahun kan, kalian nikah?” ujar Andara seraya tertawa kecil.

“Bagi kamu mungkin sudah berlalu, tapi bagi Mas Danu tetap kamu yang ada di hatinya. Jadi, siap-siap aja kalau dia dekatin kamu lagi setelah ini.”

“Ngaco ah kamu. Ngapain juga aku ladenin Mas Danu lagi, wong aku dah dapat gantinya sebulan yang lalu, kok.”

“Siapa?” tanya Anna menatap lekat sahabat yang pernah ditusuknya dari belakang itu.

“Ada deh … kamu nggak usah tahu, ntar kamu embat lagi kayak dulu, hahaha.” Andara tertawa geli melihat wajah Anna yang penasaran.

“Ah, enggaklah, kapok aku. Gak enak hidup sama orang yang nggak cinta sama kita. Cukup setahun ini aku ngerasainnya,” ucap Anna getir. 

“Maaf, Anna. Aku nggak bermaksud membuatmu sedih.” Andara menatap Anna dengan rasa bersalah.

“Gak pa-pa. Yuk, ah, kita balik ke ruangan lagi. Kerjaanku numpuk nih,” ucap Anna sembari mendorong piring makanannya yang masih tersisa separo.

Andara yang memang sudah menghabiskan semangkuk baksonya itu langsung mengiyakan ajakan temannya itu.

*** 

Anna melemparkan pulpennya ke atas meja dengan kesal. Begitu juga dengan buku diary yang baru dibelinya sepulang dari kantor tadi. Ternyata mencurahkan rasa sesak di hatinya agar terasa lapang melalui sebuah Diary ternyata tidak gampang. Rasa sakit hati yang dirasakannya itu tetap mengendap di rongga dadanya. Padahal sebulan sudah berlalu dari peristiwa malam panasnya bersama pria asing yang disewa Danu. Anna pun tak pernah lagi bertemu dengan Danu sejak hari itu. Laki-laki tak berprikemanusian itu benar-benar langsung menghilang dan pergi seperti angin dari sisi Anna.

Keesokan paginya, Anna merasakan tubuhnya begitu lemas dan perutnya terasa bergejolak. Tapi, ia memaksakan diri untuk bangun dari tidurnya. Anna duduk diam sejenak di pinggir ranjang. 

“Pasti gara-gara aku suka tidur telat akhir-akhir ini.” Anna memijit kepalanya yang juga terasa pusing.

 Tiba-tiba, perutnya kembali bergejolak. Anna buru-buru berjalan ke kamar mandi. Menumpahkan semua isi perutnya. Tidak lama kemudian, wanita muda itu keluar dengan wajah pucat. Ia pun menyeret langkahnya menuju tempat tidur kembali. Untung saja hari itu adalah hari Sabtu dan kantornya libur.

“Duh … apa aku hamil?” pikir Anna dengan air mata yang langsung merembes dari kelopak matanya. 

Anna tak bisa lagi menahan perasaannya. Ia sangat hafal akan siklus bulanannya. Seharusnya, ia sudah mendapatkannya sejak dua minggu yang lalu. Jika kejadian malam terkutuk itu tidak ada, tentu saja hal ini akan menjadi sesuatu yang sangat membahagiakan bagi Anna. Jika, benih yang tumbuh di rahimnya adalah milik Danu, pria yang dicintainya. Tapi, itu tidak mungkin anak dari Danu, karena sudah lebih dari tiga bulan, Danu tidak pernah menyentuhnya, walaupun Anna sering memancing hasrat dari suaminya itu. Kini, Anna sangat yakin bahwa ia telah mengandung anak dari pria asing yang tidak dikenalnya sama sekali.

“Mas Danu yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Aku harus menghubungi dia kembali!”

Anna meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Ia mencari nomor kontak dari Danu yang masih tersimpan di ponselnya. Dua kali, ia mencoba menghubungi, ada nada panggil, tapi tidak diangkat oleh pria itu.

Akhirnya, Anna mencoba mengirim pesan.

[Mas, aku hamil! Kamu harus tanggung jawab!]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status