'Sial, aku akan kesana! pastikan Rayna jangan sampai melihatku!!'
Deris mematikan panggilan teleponnya begitu saja. Setelah itu Axel kembali masuk ke dalam. Dia meraih tangan Rayna membawanya menuju ke gudang tempat kuda peternakan berada. "Kau gila!! aku tidak mau disini! kau samakan aku dengan kuda-kuda itu heh?! sungguh tidak berperasaan" caci Rayna pada Axel.Axel tidak bergeming, dia melempar tubuh Rayna masuk kemudian menutup pintu besinya dan menguncinya disana. "Tidurlah dengan nyenyak, sebentar lagi makanan akan datang! nikmatilah hidupmu disini dokter!!" kata Axel dengan nada mengejek."Dasar pria jahat! tidak berperasaan, biarkan aku keluar sekarang, kembalikan ponselku!!" teriak Rayna sembari menendang tumpukan yang berada dibawah kakinya dengan kesal.Sementara itu, di luar Deris tengah sampai di peternakan. Begitu mobil berhenti dia segera keluar, dan bergegas masuk ke dalam. Dia ingin memastikan sendiri kondisi Teddy, dan juga memaksanya untuk membuka mulutnya dimana bukti-bukti seluruh kejahatannya itu."Dimana dokter itu?" tanya Deris begitu bertemu dengan Axel."Ada di gudang, dia aman kau tenang saja paman" jawab Axel dengan expresi datar.Deris berjalan masuk ke rumah, tempat dimana Teddy berbaring. Tatapannya tajam menatap Teddy, yang terbaring lemah. "Kau benar-benar tidak tahu malu! Aku sudah memberikan kemewahan dan segalanya untukmu! Tapi ini balasanmu padaku hah?!" bentak Deris dengan menahan amarah.Teddy menatap Deris dengan sayu, tetapi wajahnya tampak angkuh tidak peduli. "kau pengkhianat Teddy!!" geramnya sembari menodongkan pistol kearah Teddy.Sementara itu di gudang, Rayna tidak habis akal. Dia tidak akan menyerah begitu saja dengan berdiam diri. "Dasar pria sadis, lihat saja apa yang bisa kulakukan nanti. Aku akan meminta kakakku untuk tidak melepaskanmu!! brengsek!!" ocehnya sembari menyapu pandangan matanya mencari celah agar dia bisa kabur.Rayna menatap keatas, ada sebuah lubang yang bisa dijadikan jalan untuk dia bisa kabur melarikan diri. Rayna tersenyum senang. Dia mencari pinjakan agar dia bisa naik keatas dan keluar dari tempat ini segera mungkin. Dengan hati-hati dia melangkah naik, hingga akhirnya dia berhasil keluar dari penjara itu tanpa ada kesulitan.Rayna berdiri sembari menepuk-nepuk telapak tangannya membersihkannya dari tanah yang menempel. Dia menghela nafas lega, lalu segera berjalan dengan mengendap-endap mencari jalan keluar.Ketika tiba di sebuah rumah, Rayna mengintip. Dia bersembunyi terlebih dulu karena disana tampak banyak orang yang berjaga. Rayna berjongkok sembari menutup mulutnya dengan telapak tangannya agar tidak mengeluarkan suara. Sesekali dia berdiri mengintip untuk memastikan. Rayna terkejut, melihat seseorang yang dia kenal sedang menodongkan pistol kearah Teddy. "Astaga! Tuan Deris" ujarnya lirih tidak percaya. dorr....dor...dorrrSuara tembakan terdengar, membuat Rayna terlonjak kaget bercampur ketakutan hingga menimbulkan bunyi membuat Deris menatap ke arah sumber suara. Deris terkejut mendapati Rayna mengetahuinya menembak Teddy. Dia segera menyuruh Axel untuk menangkap Rayna dan memerintahkannya untuk membunuhnya."Bunuh dia, Axel" perintah Deris dengan tatapan dingin. mendengar itu, Rayna segera berlari berusaha untuk kabur dari tempat itu. Namun, sayangnya rasa takut yang membuat tubuhnya bergetar membuat tubuhnya seakan kaku untuk bergerak. Air matanya menetes, Axel berhasil menangkapnya.Axel menyeret lengan Rayna, membawa gadis itu melangkah keluar peternakan masuk ke dalam Hutan. Dengan kasar Axel melepaskan Rayna melemparkan tubuh Rayna hingga Rayna sedikit menjauh darinya. Dengan wajah dingin tatapan tajam, Axel mengarahkan pistol ke kepala Rayna.Rayna mengatupkan kedua tangannya sembari menangis dengan tubuh bergetar ketakutan. "Tolong jangan bunuh aku, please!! kumohon lepaskan aku!!" pintanya dengan suara tercekat."Kau bodoh dokter, aku sudah memintamu untuk diam. kenapa kau masih saja tidak mendengarku!! itu salahmu sendiri" kata Axel dengan menatap tajam Rayna."Maafkan aku, tolong biarkan aku pergi. Aku tidak akan mengatakan masalah ini pada siapapun. Aku janji, aku akan mengunci mulutku" kata Rayna masih terus memohon."Aku tidak peduli" jawab Axel dingin."Kau tahu, kakakku seorang polisi jika kau membunuhku kau akan dalam masalah besar. Dia aka mencariku begitu aku tidak ada dirumah, ayolah tuan biarkan aku pergi" ujar Rayna."Aku tidak takut" jawab Axel singkat. Dia perlahan menurunkan pistolnya, tampak berpikir."Apakah kau ingin hidup?" tanya Axel kemudian mengernyitkan dahinya menatap Rayna." Ya, ya tentu saja, tolong jangan bunuh aku. Apapun itu asal kau tidak membunuhku akan kulakukan" kata Rayna tidak berpikir panjang. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana dia bisa selamat."Menikahlah denganku" jawab Axel dengan ringan.Rayna membeo, dia terkejut mendengarnya. Rayna memegang dahinya sendiri tampak frustasi."Apa kau gila? kenapa harus menikah?" tanya Rayna."Karena hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa menyelamatkanmu. Setelah menikah kau akan menyandang nama belakangku. Dengan begitu tidak akan ada yang bisa menyakitimu bahkan membunuhku. Keluargaku tidak akan menyakiti anggota keluarga lainnya, termasuk pamanku sendiri" jelas Axel dengan tegas, wajahnya masih tampak dingin.Rayna menggelengkan kepalanya tidak percaya, dia dalam pilihan yang sulit. Namun, sepertinya memang tidak ada cara lain lagi. Dia hanya ingin segera keluar dari tempat ini dan bisa pulang kerumah dan bekerja. Banyak orang yang sedang menunggunya dirumah sakit, mengharapkan pertolongannya.Rayna memejamkan matanya, mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan lalu berkata, "Baiklah, aku akan menikah denganmu.""Baiklah, aku akan menikah denganmu" jawab Rayna dengan berat hati. Tidak ada pilihan lain, Rayna seperti buah simalakama. Jika dia menolak nyawanya akan melayang, dia masih ingin menikmati hidup masih banyak impian yang belum tercapai. Namun, jika Rayna menerima tawaran Axel, meskipun tidak tahu kehidupannya nanti seperti apa, setidaknya dia masih bisa hidup.Rayna mengehembuskan nafas berat setelah menyetujuinya. Dia berjongkok sembari membenamkan kepalanya diatas lutut. Dia begitu frustasi. 'Ya Tuhan, aku bisa gila jika seperti ini' gumamnya dalam hati mencoba pasrah.Axel menatap tajam Rayna dengan mata elangnya, wajahnya selalu terlihat dingin dan tegas. "Kau terikat perjanjian denganku Rayna. Perjanjian kita adalah perjanjian darah, hidup dan mati. Setelah kita menikah nanti kau harus hidup dibawah aturanku. Apakah kau mengerti?!" kata Axel dengan tegas.Rayna mengangkat kepalanya terkejut, mulutnya menganga tidak percaya. "Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini" ujarnya lirih."Itu seba
Sepeninggal Axel, Rayna memasuki kamar mandi dia butuh untuk menyegarkan tubuhnya. Setelah itu dia mencoba untuk mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menjaga dirinya jika ada hal buruk yang terjadi. Rayna membuka lemari dapur dan menemukan sebuah pisau kecil, lalu ia simpan di bawah bantal.Rayna menghembuskan nafas lega lalu duduk di sofa sembari membuka gawainya. Tidak lama kemudian ada panggilan masuk dari ponselnya. Rayna menggeser tombol hijau dengan ragu. 'Rayna, kau kemana saja! aku berulang kali menelpon dan mengirimkan pesan, tetapi tidak satupun kau balas''Maafkan aku Luc!''Sekarang, kau ada dimana? kita bicara dan jelaskan padaku sekarang!''Maafkan aku Luc, aku tidak bisa bertemu lagi denganmu. Jangan hubungi aku lagi' 'Tapi,–'Rayna segera mematikan panggilan teleponnya begitu saja, tanpa memperdulikan Lucas. Baginya itu sudah cukup. Ia tidak ingin membawa nama Lucas ke dalam permasalahannya saat ini dan membahayakannya. Rayna terlihat begitu gelisah dan frustas
Rayna duduk disamping Arthur begitu saja tanpa menunggu tanggapan dari Arthur. "Jika tidak keberatan aku akan mengobati lukamu" kata Rayna sembari membuka kotak obat.Axel menatap tajam Rayna tanpa bersuara tetapi dia segera membuka kaos yang dikenakannya. Axel tersenyum kecut, lalu memalingkan wajahnya. "Kau sungguh aneh, dokter" ucapnya penuh dengan teka teki.Rayna mendongakkan kepalanya keatas sembari menatap Axel tidak mengerti. Dia menghela nafas berat, "maafkan aku" ucapnya lirih sembari membersihkan luka Axel.Setelah selesai Rayna memberikan obat untuk Axel. "Minumlah obat ini" perintah Rayna sembari memberikan obat menyodorkannya kepada Axel.Axel menatap obat itu sesaat lalu mengalihkan pandangannya. "Tidak!! tidak perlu!" balas Axel dengan dingin."Aku memaksa tuan Axel, ambil!! dan minumlah" pinta Rayna sekali lagi dengan tegas.Axel berdecih lalu berkata dengan sinis,"kau belajar banyak dariku ternyata" ujarnya sembari meraih obat dari tangan Rayna dengan terpaksa. Denga
Letisya berjalan dengan langkah kaki lebar dengan rasa penasaran. Natasya kebetulan sedang menuruni tangga melihat dengan tatapan ingin tahu."Ada apa? kenapa mommy berjalan dengan tergesa-gesa begitu?" ujar Tasya lirih. Dia menghentikan langkahnya sebentar berpikir sejenak, lalu kembali melangkah menyusul Letisya.Rayna memasuki rumah mewah itu dengan ragu. Dalam hatinya takjub dengan kemewahan yang ada, tetapi kalah dengan rasa harap-harap cemas apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hidupnya setelah ini. Sesampainya di ruang tengah, bertepatan dengan Letisya. Dia melangkah dengan senyum ramah menyambut kedatangan putra kesayangannya."Hei, sayang aku sangat merindukanmu" ujarnya sembari merentangkan kedua tangannya tersenyum hangat. Axel hanya diam berdiri kaku dengan ekspresi datarnya. Sementara Rayna berdiri mematung menatap interaksi antara ibu dan anak yang tampak tidak harmonis dalam pandangannya.Letisya melepaskan pelukannya, pandangan matanya beralih menatap Rayna tajam. "
Axel keluar beranjak keluar bertepatan dengan Letisya. "Kau mau kemana?" tanya Letisya menatap Axel penasaran."Ada sesuatu yang harus aku urus! Kau jaga dia baik-baik, jangan sampai dia keluar tanpa izinku" kata Axel sembari menyerahkan kunci pintu pada Letisya.Letisya mengambil alih kunci dari tangan Axel, seraya menganggukkan kepalanya. Setelah itu Axel beranjak pergi begitu saja dengan wajah dinginnya. Tepat ketika menuruni anak tangga dua langkah dia berhenti kalau berbalik dan berkata, "Bersiaplah, setelah aku kembali kita akan mencari gaun pengantin untuk calon menantumu itu" ujarnya sembari menatap tajam pintu kamarnya."Ah, ide yang bagus. Aku setuju denganmu sayang. abiar aku yang memilihkan gaun yang cocok untuk ratumu itu" katanya tersenyum senang dengan mata berbinar.Letisya berjalan kearah pintu dengan tubuh tegap begitu bangga. Memperlihatkan jika dia adalah sosok yang angkuh dan tidak mau kalah. Dengan sigap dibukanya pintu di hadapannya, lalu melangkah dengan mantap.
Rayna memejamkan matanya sembari berdoa dalam hati agar Hulya tidak menemukannya. Di belakangnya Hulya berjalan dengan mengendap-endap semakin mendekat. Rayna tidak berani melihat kebelakang kecuali hanya terpejam."Bught....!" terdengar bunyi benda jatuh diikuti dengan suara kucing mengalihkan pandangan Hulya ke sumber suara hingga membuatnya akhirnya berbalik badan. 'Astaga, hanya kucing ternyata' gumamnya sembari berjalan meninggalkan tempatnya berada.Beberapa saat kemudian setelah terdiam beberapa detik, Rayna melihat ke belakang lalu terdengar helaan nafas lega dari bibirnya. "Owh, huft untung saja. Terima kasih Tuhan" ujarnya lirih pada diri sendiri sembari mengusap dahinya yang berkeringat.Rayna mencoba untuk berdiri tetapi lututnya agak terasa sakit hingga ia harus berjalan dengan sedikit tertatih. Dengan hati-hati dia mulai berjalan perlahan dengan mengendap-endap, mengedarkan seluruh pandangan matanya dengan awas. Dia harus waspada karena banyak orang di rumah ini berikut
Letisya duduk menghampiri Rayna, lalu hendak mengobati lukanya, tetapi Rayna menjauhkan lututnya enggan. Seolah ia tidak mau disentuh."Biar aku sendiri!" ujarnya sembari merebut obat dari tangan Letisya. Letisya menjauhkan tangannya sehingga Rayna tidak mampu menggapainya. Letisya menatap tajam Rayna, sementara Natasya menatap tidak suka pada Rayna sembari mencebikkan mulutnya dan memutar bola matanya malas."Diam dan menurutlah!! kau seorang dokter bukan? harusnya seorang berpendidikan dan terlatih sepertimu bisa menghormati orang lain!" kata Letisya demagntegas membuat Rayna semakin meradang."Ck, anda berbicara Maslah kehormatan, tetapi anda sendiri apakah mempunyai rasa hormat kepada anak anda sendiri nyonya?" ujar Rayna dengan kesal. Dia merasa tidak terima dengan penuturan Letisya."Dengar, aku akan menghormati orang jika orang itu pantas dihormati" ujarnya dengan melirik sinis lalu memalingkan wajahnya dengan acuh. Rayna tidak ingin lagi melihat wajah Letisya. Mendengar ucapan
Rayna menangis tersedu-sedu melupakan perasaanya, hingga dirinya luruh ke lantai. Bukannya diantidak menerima takdir, hanya saja dia masih butuh waktu untuk menyusun puzzle demi puzzle apa yang sedang Tuhan berikan untuk dirinya. Rayna menumpahkan tangisnya, agar setelah dia keluar dari ruangan ini tidak ada lagi tangisan. Rayna harus kuat, dia tidak boleh lemah. Dia harus menghadapinya dengan tubuh yang tegap, dengan senyuman.Setelah puas meluapkan beban dihatinya, perlahan Rayna berdiri. Dia melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dirapikan rambut dan bajunya yang nampak berantakan, lalu dia seka air matanya. Rayna menarik nafas dalam lalu dihembuskannya perlahan hingga beberapa kali. "Dimana dokter itu?" tanya Axel dengan wajah datarnya kepada Calvin. "Ada di dalam, bersama Tante" jawab Calvin.Tanpa menunggu lama Axel berjalan masuk ke dalam. Melihat kedatangan putranya Letisya menghampiri. "Ah, kau sudah datang. Rayna ada di dalam sedang kuminta mencoba gaunnya, tetapi sedari