Share

Bab 4

Riri POV

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Tidak terasa satu tahun telah berlalu banyak kenangan manis pahit dan ada juga pelajaran hidupku untuk lebih baik lagi, contohnya seperti kenangan bersama Asoka seorang CEO Bramasta yang pernah membuat hatiku luluh akan tindakan nekatnya untuk meminangku sampai memperjuangkan cintanya padaku. Namun takdir seakan tidak merestui hubungan kami, terbukti setelah berbagai cara Asoka lalui untuk mendapatkanku namun hasilnya penolakan dan pada akhirnya aku mendengar bahwa Asoka telah berangkat ke London untuk menangani kantor cabang Bramasta disana. Dari situ mungkin akhir perjuangan cintanya, Asoka berhak bahagia tapi bukan bersamaku. Walaupun hati kecilku tidak bisa dibohongi ada perasaan sesak disana.

Terlepas dari kenangan bersama Asoka ada kenangan yang tak pernah ku lupakan yaitu yang pertama pernikahan Kak Bagas yang telah berlangsung empat bulan yang lalu dan kesuksesan usaha katering Bunda. Lambat laun seiring berjalannya waktu Bunda melebarkan sayapnya untuk membuka restoran kecil di pusat kota bernama restoran madurasa yang telah dibuka tiga bulan kebelakang mengalami respon positif dari pengunjung yang pernah datang ke restoran ini.

Mungkin karena menu andalan restoran kami ialah ayam bakar madu, restoran kecil Bunda semakin maju dan berkembang. Dan disinilah aku dimintai Bunda untuk mengelola restoran madurasa dengan senang hati aku menyetujui permintaan tersebut.

"Kamu serius gak perlu dijemput, Bunda?" Bunda berbicara jauh diseberang telepon.

"Gak perlu, Bun. Toh aku sebentar cuman mau ke toko buku depan," jelasku kepada orang yang mendengar diseberang telepon.

"Ya udah, kalau ada apa-apa hubungi Bunda langsung," pinta Bunda terdengar nada lembut disana.

"Siap Boss," kataku sembari jari-jari merapat dan diletakan di pelipis mata kanan.

Setelah minta izin ke Bunda dari sambungan telepon, aku segera bersiap-siap untuk berangkat ke tempat tujuan mengunakan Driver online yang telah dipesan.

Singkat cerita aku telah sampai di toko buku yang terbilang cukup besar di kota ini dan telah berada di dalam. Sebelum aku mengecek kesediaan buku favoritku, terlebih dahulu aku ingin menelusuri rak-rak buku disini tanpa sengaja ekor mataku melirik sebuah buku bertema kedokteran salahsatu buku yang telah lama ku nantikan.

Awalnya aku hendak mengambil buku tersebut namun tanganku kalah cepat, ternyata seseorang ada yang hendak mengambil buku yang sama.

Seketika aku melirik kearah orang disampingku ternyata seorang Pria dengan rambut klimis mengenakan kaos oblong lengan panjang berwarna gelap.

"Mas, saya duluan yang liat buku ini," ucapku berusaha negosiasi ke Pria disampingku.

"Enak aja, saya yang lebih dulu memegang buku ini.” Terlihat olehku Pria yang kusebut cowok rese itu langsung menarik buku tersebut.

"Mas kan cowok, ngalah napa sama cewek," bentakku sembari mencoba mengambil buku tersebut dari genggaman erat cowok rese didepanku.

"Emang kalau saya cowok kenapa? Gak boleh beli buku ini." Terlihat sorot matanya menatap tajam ke arahku yang membuat nyaliku mendadak ciut.

Namun demi buku kedokteran itu aku harus terus maju pantang mundur untuk mendapatkan buku itu.

"Ih, pokoknya buku ini milik saya. TITIK." Aku menunjuk buku di genggaman cowok rese itu sembari membalas menatap tajam kearahnya.

Sedetik dua detik tidak ada respon dari cowok rese didepanku. Namun aku melihat kakinya akan melangkah ke kasir mungkin untuk membayar buku tersebut.

'Oh tidak bisa, Bambang. Buku itu harus menjadi milikku.’ batinku.

"Mas, Mas," panggilku sembari melambaikan tangan ke cowok rese didepan. Namun Dia masih cuek-cuek bebek terhadapku.

"Ini milik saya, saya udah lama nunggu buku ini," sergahku sembari sekuat tenaga merebut buku di genggaman tangan cowok rese didepan kasir.

"Mba, kok maksa sih. Ini udah milik saya, sudah ditangan saya.” Terdengar nafasnya memburu mungkin Dia menahan marah kepadaku.

Petugas kasir didepanku terlihat mencoba melerai perdebatan kami karena terdengar olehku Dia terus memanggil kami. Namun aku tidak mengindahkannya karena yang terpenting mendapatkan buku di genggaman cowok rese ini.

Alhasil drama tarik menarik buku pun terjadi dan berujung sampul buku tersebut rusak terbagi dua.

Terlihat cowok rese menyugar rambutnya, "Gara-gara kamu jadi bukunya rusak," cetus cowok rese terlihat bibirnya mengerucut, "Saya tidak butuh lagi." Cowok rese itu menaruh buku tersebut tepat di meja kasir dan melenggang pergi tanpa permisi.

"Giliran udah rusak itu cowok kabur," celetukku seakan geram dengan kelakuan cowok rese itu sembari mengambil belahan buku tersebut.

"Maaf, kak. Kakak harus bertanggungjawab untuk membeli buku ini," ucap petugas kasir dengan tegas sembari menunjuk buku di genggamanku.

"Iya, Mba. Tenang aja, saya beli buku ini," jawabku sembari mengerucutkan bibir.

'Gini banget dah, demi buku ini kurela beradu otot dengan pengunjung lain.’ batinku.

Disaat aku hendak melangkah pergi  dari toko buku tersebut yang sebelumnya telah menyelesaikan transaksi pembelian buku ini. Tidak sengaja pandanganku melirik sebuah dompet kulit yang tergeletak di lantai tak jauh dari kasir. Tanpa sadar aku mengambil dompet tersebut yang berada didepan dan membukanya, terdapat kartu identitas didalamnya.

"Krisan Adi Pratama," eja ku dari kartu identitas yang telah kudapatkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status