Penyesalan
Acara pernikahan dadakan itu akhirnya selesai sudah. Lily melihat kedua orang tuanya masih berbincang dengan (mungkin) kedua orang tua pria yang duduk di sampingnya, yang sekarang sudah sah menjadi suaminya.
Lily mengangkat tangan kanannya melambaikan ke kanan dan kiri, dengan maksud orangtuanya akan melihat ke arahnya. Namun sayang, nasib Lily benar-benar sedang tidak mujur. Mereka sama sekali tidak mengindahkan lambaian tangannya.Ia lalu berdiri dari duduknya hendak menghampiri kedua orangtuanya, tapi tangan kekar milik pria di sampingnya memegang pergelangan tangan kirinya."Mau kemana?" tanyanya dingin memandang wajah Lily dengan tatapan angkuh, lalu mengalihkan ke arah yang lain."Ke sana," jawab Lily sambil mengarahkan jari telunjuk ke tempat orang tuanya berada. "Tidak usah. Masih banyak tamu yang ingin memberikan ucapan dan doa untuk kita," ujar pria itu dengan tanpa melihat ke arah Lily sedikitpun. Tangannyapun masih memegang erat tangan Lily.Lily menghela nafas panjang. Menyemangati dirinya untuk tetap bersabar. Ia menarik nafas panjang dan membuangnya pelan. Malangnya nasib Lily yang tiba-tiba menikah dengan orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya, dan sepertinya pria itupun terpaksa menikahinya. Setelah acara resepsi selesai, Lily bersiap masuk ke dalam kamar, yang entah kamar siapa. Namun sebelum itu, ia ingin menanyakan sesuatu pada kedua orangtuanya mengenai semua ini. Ketika ia melihat sang mama sedang duduk sendirian di salah satu kursi tamu, Lily dengan langkah tergesa menghampiri perermpuan cantik itu. " Mama," panggilnya dengan suara setengah berteriak. Perempuan yang dipanggilnya mama itu menoleh ke arahnya. "Sayang," ucap mamanya merentangkan tangannya lalu memeluk dan mengelus punggung putrinya. "Maafkan mama sayang, mama terpaksa menyetujui ini..bila tidak, orang tua keras kepala itu akan bunuh diri di depan mama dan papa," terang mamanya dengan nada sendu dan terselip rasa bersalah di dalamnya.Lily terkejut. Lagi-lagi dengan alasan yang sama, orangtua itu, lebih tepatnya kakek tua, menggunakan ancaman agar bisa menikahkan dirinya dengan salah satu cucunya."Jadi mama juga diancam?" tanya Lily tidak habis pikir.
"Iya sayang, kemarin pagi kakek tua itu mendatangi mama dan papa kamu sambil mengangkat-angkat tangannya yang menggenggam belati."
Lily menghembuskan nafasnya dengan kasar. Rasa penasaran karena belum menemukan alasan dibalik terjadinya pernikahan yang sama sekali tidak ia inginkan ini, membuat dirinya enggan beranjak dari tempatnya berdiri.
Tiba-tiba pinggangnya dipeluk seseorang dari belakang, yang kemudian berpindah berdiri di sebelah kanannya, masih dengan memeluk pinggang rampingnya hanya dengan satu tangan. Laki-laki itu menunduk hormat di hadapan mama Lily.Mama Lily tersenyum senang."Tolong dijaga dengan baik ya anak tante ini. Meski dia cerewet tapi aslinya dia anak baik dan penurut," pesan mamanya Lily."Iya tante, InsyaAllah Juna akan mengingat pesan tante," jawabnya."Ehm, sekarang apa boleh Lily saya ajak untuk beristirahat dan makan dulu, karena dari tadi kami berdua belum makan," ujarnya sopan."Oh boleh, tentu boleh sekali. Lily, ingat jadi istri yang baik. Ingat selalu pesan mama dan papamu," ucap mama Lily. Lily mengangguk tak berdaya.Ia, dengan langkah berat, mengikuti langkah kaki lebar laki-laki yang tadi ia dengar menyebutkan namanya sebagai Juna.Mereka akhirnya tiba di kamar tempat Lily dirias tadi pagi. Kamar yang sama namun kini sudah dihias sedemikian cantik dengan warna perpaduan putih dan pink. Lily berdecak kagum, ia memandangi dengan takjub, sejenak melupakan kelelahan yang dirasakan tubuhnya saat ini.Sosok laki-laki yang ada di sampingnya, yang sedari tadi masih memegangi pergelangan tangannya, membuatnya kembali sadar, karena menyentilkan jari telunjuknya di kening Lily. "Aaah, sakiiit," protes Lily, mengaduh sendiri, sedang laki-laki itu justru melenggang santai ke kamar mandi, meninggalkan Lily.Melihat kepergian suami barunya, Lily menggunakan kesempatan yang ada untuk melepas kebayanya dengan cepat, menggantinya dengan memakai daster rumahan berbahan rayon yang adem. Ia mulai melepaskan rangkaian melati yang menghiasi sanggulnya, lalu pelan-pelan melepas sanggul yang masih terpasang di kepalanya. Beruntung dirinya bekerja di butik baju pengantin, sehingga sedikit paham mengenai cara memasang dan melepas sanggul pengantin. Lily meletakkan sanggul beserta aksesoris yang tadi melekat di tubuh dan rambutnya, ke dalam kotak khusus yang sudah disediakan perias pengantin.Saat ia sedang berkonsentrasi melepas kucir rambut agar ia bisa menggerai rambutnya yang lurus, Juna melangkah keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk yang ia lilitkan di pinggangnya dan berjalan menuju lemari pakaian, mengambil kaos dan celana ganti lalu berjalan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Juna terkesiap saat melihat Lily menggerai rambutnya yang hanya sebatas bahu. Langkahnya terhenti sejenak."Tolong dong jangan melihat seperti itu. Risih tau," ucap Lily yang merasakan tatapan tak berkedip Juna. Juna mendengus sebal. Rasa kagum yang sempat menyapanya urung ia pelihara, langsung ia usir jauh dari hati dan pikirannya. Ia tidak menyangka bila gadis yang berada di kamarnya saat ini ternyata ketus juga bila bertutur kata. Dasar gadis standar. Baru juga dilirik seperti itu sudah merasa melayang-layang di atas awan. Pantas saja bila ia menerima tawaran untuk dijadikan cucu menantu kakeknya. Kelihatan kalau belum laku, monolog Juna dalam hati, berjalan kembali ke kamar mandi.Lily yang menunggu giliran mandi, duduk di depan meja rias dan mulai membersihkan wajahnya dari make up tebal yang seharian menempel erat di wajah imutnya. Masih terbayang kejadian kemarin di butik tempatnya bekerja. Wajah kakek renta yang kala itu terlihat sombong, berteriak dengan suara keras. Akan seperti apa pernikahannya nanti? Apakah dirinya perlu membuat perjanjian pasca nikah mengingat mereka menikah tanpa ada rasa cinta di antara mereka selain keterpaksaan? Bagaimana dengan karirnya ? Apakah pria itu akan bersikap baik padanya atau malah menindasnya?
Juna akhirnya keluar juga dari kamar mandi. Ia berjalan ke meja rias untuk mengambil sisir dan mulai merapikan rambutnya yang basah. Melihat pria itu datang mendekat ke arahnya, Lily beranjak berdiri dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi dengan cepat, ingin segera menghilangkan rasa lengket yang mendera badannya.
Tidak ada percakapan atau saling sapa diantara keduanya. Junapun melakukan segalanya dalam diam. Pikirannya melayang mencari sosok Baskara yang saat ini berada entah dimana. Penyesalan menyergapnya. Berulang ia mengatakan bahwa seharusnya Baskara yang berada di kamar ini, bukan dirinya. Baskara yang seharusnya memenuhi permintaan kakek bukan dirinya. Mengapa saat itu ia tidak ikut-ikutan Baskara, pergi menghilang sehingga dirinya tidak perlu terjebak dalam pernikahan semu yang entah bagaimana ia nanti menjalaninya.
Gadis yang saat ini sedang berada di dalam kamar mandipun, tampak terpaksa menjalani pernikahan ini. Sama seperti dirinya. Ah, kakek. Apa yang membuat kakeknya memilihkan gadis itu sebagai cucu menantunya? Mengapa tidak membiarkan dirinya dan Baskara mencari sendiri pendamping hidup mereka? Apa lebihnya gadis standar itu? Juna berpikir dalam diam.
Ia sendiri tipikal anak yang penurut, berbeda dengan Baskara yang lebih cuek. Juna lebih tidak bisa mengabaikan permintaan orang-orang di dekatnya, meski dirinya tidak suka sedikitipun, ia akan memilih untuk berkorban asalkan ia bisa melihat keluarganya akur dan bahagia, mengesampingkan kebahagiaannya sendiri. Sama seperti kali ini, terlebih lagi ini adalah permintaan sang kakek yang divonis oleh dokter hanya memiliki sisa umur dua bulan lagi.
Flashback Juna teringat 2 minggu yang lalu. Hari Rabu tepatnya. Saat itu dirinya baru saja tiba dari kantor. Ketika ia berjalan memasuki rumah, terdengar suara kakek yang ia lihat sedang berteriak-teriak pada kedua orang tuanya yang duduk di seberang kursi tempat kakeknya duduk. Keduanya menunduk pasrah.Teriakan kakek berhenti ketika melihat Juna berjalan ke arahnya hendak memberi salam. Belum juga lama berhenti berteriak-teriak, pria tua itu kembali berbicara dengan nada keras dan kencang."Nih dia calonnya sudah datang satu. Yang satunya mana?" tanyanya sambil melihat ke segala arah, mencari satu lagi cucunya yang bernama Baskara. Namun yang dicari belum juga muncul batang hidungnya.Juna mendudukkan dirinya di kursi sebelah sang kakek. Sambil melonggarkan ikatan dasinya, Juna menanyakan sebab si kakek berteriak-teriak ala tarzan di hutan. Tidak memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan Juna, kakek tua itu justru balik bertanya."Kamu, umur berapa? Udah 40 kan?" tanya Kakek
Flasback 2Juna masih sibuk mewawancarai dirinya sendiri. Antara sang kakek dan egonya, mana yang akan ia pilih.Baskara beranjak dari tempat duduknya, ia menatap ke arah Juna lalu berbicara sesuatu yang membuat Juna merasa kesal bukan main."Karena aku adalah anak nomor dua, berarti kewajiban kakaklah untuk mengikuti keinginan kakek. Jangan sampai gadis pilihan kakek ditumbuhi lumut saking lamanya menunggu jawaban kakak atas permintaan terakhir kakek," ujar Baskara lalu meninggalkan ruangan itu.Adik durhaka. Dasar tak tahu terimakasih. Bila bukan dirinya yang mengorbankan diri untuk menggantikan sang papa mengelola perusahaan jasa konstruksi yang sudah dirintis sejak papanya masih muda, tentu Baskara tidak bisa sesantai ini. Tatapannya memandang nanar pintu yang baru saja dilalui Baskara.Setelah berpikir sekian lama, akhirnya ia memutuskan untuk melihat dulu seperti apa gadis yang hendak dinik
Pertanyaan Baskara Yang Mengejutkan Hari sudah menjelang petang, beberapa jam ke depan, sholat taraweh sudah akan dimulai. Pernikahan antara Lily dan Juna memang dilaksanakan satu hari sebelum memasuki bulan ramadan, dan saat ini, Lily sedang bersiap mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat maghrib. Sekeluarnya dari kamar mandi, ia mengambil sajadah lalu dibentangkannya sajadah itu dan mulai bersiap untuk sholat.Suara dehaman membuatnya urung mengangkat tangan untuk takbiratul ikram."Sudah bersuami itu ya harusnya sholat berjamaah bersama dengan suaminya, bukan malah sholat sendiri," ujar Juna, pria yang kini resmi menjadi suami Lily.Lily tertunduk. Bukan tertunduk malu melainkan tertunduk kesal, karena sindiran yang diucapkan Juna. Ia segera mengambil sajadah lagi untuk sang suami, ketimbang dirinya nanti kena sindir lagi.Juna yang baru saja selesai mengambil wudlu, segera mengenakan baju kok
Siapa Pria Itu? Semua yang berada di kamar itu terkejut. Terlebih Lily, ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Juna mengepalkan kedua tangannya. Ingin ia melayangkan bogem mentahnya ke wajah Baskara saat itu bila ia tidak ingat adiknya itu baru saja sadar dari pingsannya dan wajah itu masih terlihat lemah dan pucat. Mama Amelia yang tidak kalah terkejut dengan pertanyaan Baskara, berjalan mendekati Baskara dan duduk di pinggir kasur empuk itu. "Apakah kepalamu masih pusing? Belum makan sejak pagi?" Baskara terus di berondong Amelia terkait pertanyaan yang dianggap halusinasi Baskara sesaat karena dirinya baru saja sadar dari pingsannya. Pak Broto menghela nafas kasar. Ia tahu bahwa cucunya itu sedang menahan kecewa karena telah salah memilih langkah. Penyesalan selalu datang terlambat kan? Pak Broto langsung mengajak Pak Yono untuk mengantarkannya kembali beristirahat di kamarnya, tidak tega melihat wajah penu
Niat Lily dan Ingatan Baskara Baskara kembali memejamkan matanya. Obat yang baru saja ia minum mulai bereaksi. Pikirannya masih terbayang-bayang gadis yang tadi ia lihat di samping kakaknya. Lily, gumamnya lirih. Lupakah gadis itu padanya, tanyanya dalam hati. Diantara bayang-bayang Lily, Baskara akhirnya tertidur. Satu jam kemudian, Baskara terbangun dari tidurnya. Sakit kepala yang di deritanya mulai berangsur hilang, badannya kini lebih enteng dibanding sebelumnya. Pakaiannya basah karena keringat yang berhasil keluar dari pelipis dan sekujur tubuhnya. Baskara lantas bangun dari tidurnya secara perlahan. Ia berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan bersikat gigi. Hari sudah subuh, ia bergegas menunaikan kewajibannya sebelum matahari meninggi, lalu keluar dari kamarnya. -0- Lily mengambil mushaf Alquran yang ada di lemari buku yang letaknya paling tinggi. Setelah sahur, ia menyegerakan diri untuk bersiap menunaikan sholat subuh, bukan di masjid, namun sendiri di kamarnya. Ju
Kakek Tua Yang Menyebalkan Lily bangun pagi seperti biasa, namun bangun dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Rona bahagia terlihat jelas sejak ia membuka matanya. Lili berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya mengusir rasa malas dan kantuk yang masih sedikit menggantung di pelupuk matanya dan dengan cepat keluar dari kamar hendak membantu menyiapkan santapan sahur. Tampak olehnya, pria yang hobbynya berkata pedas padanya masih terlelap tidur, membuat lily berjalan sedkit pelan agar tidak membangunkannya.Lily menyiapkan empat piring dan 4 mangkuk kecil sebagai wadah untuk menikmati sup jamur yang ia masak sendiri. Lily memasak sup jamur spesial untuk suaminya sebagai ungkapan terimakasih karena sudah mengijinkan dirinya untuk bekerja kembali. Ia menyiapkan semua itu dengan perasaan yang bahagia.Ia bersenandung kecil ketika menaiki tangga hendak membangunkan suaminya. Baru saja dirinya tiba di depan pi
Ada Apa Dengan Laki-laki itu Sepasang pengantin baru itu terdiam dalam perjalanan menuju kantor Lily. Lily yang awalnya sangat bersemangat menyambut hari ini, menjadi lemas ketika ia mendengar jawaban Juna atas pertanyaan yang ia ajukan saat melihat Juna mengenakan jaket dan meraih kontak mobil di atas meja riasnya, saat ia sudah bersiap untuk mengenakan tas selempangnya."Peraturan pertama, berangkat aku yang antar, pulang aku yang jemput. Tidak setuju tidak usah masuk kerja lagi," jawab Juna dengan nada tegas tak terbantahkan.Impiannya menikmati kebebasan berangkat kerja sendiri buyar seketika mendengar perkataan Juna itu.Ia berulang kali berdecih kesal mengungkapkan kekecewaannya, namun Juna bersikap acuh, tidak menanggapi kekesalan Lily.Lily terus diam menatap jalan. Lama kelamaan ia tidak tahan dengan keheranannya. Mengapa Juna bisa tahu letak kantornya padahal ia belum pernah ke sana, bahkan sewaktu berangkat tadipu
Tidakkah Kita Saling Mengenal Dulu? Ponsel Lily yang berada di atas mesin jahit tiba-tiba berbunyi. Jam dinding yang berada di ruangan itu sudah menunjukkan pukul 3 sore.Lily menggeser tombol berwarna hijau." Assalammu"alaikum.""Waalaikumsalam. Aku sudah di depan ruanganmu. Cepat buka!" Suara ketus Juna terdengar.Lily bersegera membukakan pintu ruangannya yang tadi ia tutup karena ia hendak melaksakan sholat ashar di ruangannya."Kenapa pakai ditutup segala sih pintunya," omel Juna saat melangkah masuk ruangan bernuansa hijau tosca itu. "Saya kan sedang sholat ashar suamiku sayang," ujar Lily tanpa menyadari sapaan yang baru saja terlontar dari bibirnya.Juna tercenung mendengar sapaan Lily barusan. Serius itu tadi yang mengucapkan Lily, istrinya si gadis aneh? Suamiku sayang? Rasa panas menjalar ke seluruh wajah Juna, ia mendadak gugup. Salah tingkah sendiri. Bila set