Saat hendak mengantarkan Alex, Xandro menghentikan mobilnya di dekat pedagang kaki lima. Pedagang dengan gerobak bertulisan nasi goreng. Membaca tulisan "nasi goreng" tentunya membuat Xandro teringat akan makanan kesukaan dari seorang wanita.
Siapa lagi, wanita itu ialah Venna. Dia sangat menyukai menu makanan tersebut. Apalagi pedagang itu telah menjadi langganan Venna.
"Xan...kau mau ngapain? kenapa kita berhenti disini?" tanya Alex.
"Kau tidak lihat, tulisan itu?" jawab Xandro.
"Ah..aku tau, kau mau traktir aku makan?" Alex mendorong gagang pintu mobil."Ayo...kebetulan aku lapar."
"Terserah kau saja!"
Mereka pun keluar dari mobil. Mendekati pedagang kaki lima itu. Xandro dan Alex memesan makanan mereka. Tidak lama menunggu, pesanan telah di sajikan kehadapan mereka.
"Xan...kenapa lo mau sih, makan disini?" tanya Alex. Ucapannya sedikit di pelankan. Alex takut, jika orang yang punya lapak dengar.
"Emangnya, kenapa?" timpal Xandro balik."Tidak ada yang salahkan di sini. Tampatnya juga bersih." Tentunya Xandro tidak kalah pelan suaranya. Matanya melirik terlebih dulu ke orang pemilik dagang.
"Jangan bilang kamu pernah bawa Venna ke sini juga?" terka Alex. Dengan mulut terisi nasi goreng. Sehingga membuat mulutnya menggembung.
"Tidak...bukan aku yang membawanya." sanggah Xandro. Ia menjeda ucapannya. Mulut yang juga terisi nasi goreng itu membuat dia susah bicara. Setelah ia rasa sedikit kosong, Xandro berucap."Tapi, dia yang mengajak ku. Tempat ini sudah menjadi langgannya."
"Ah...payah kau, Xan. Kenapa kau tidak mengajaknya ke restauran saja?! apa kau tidak punya uang untuk itu? jabatanmu kan di atas aku, Xan,"
"Kata siapa aku tidak mampu? dia saja yang mau di sini! lagian, walaupun pedagang kaki lima. tapi rasa bintang lima, benarkan?" Xandro melirik Alex.
Seketika Alex memutar biji matanya. Lidah di dalam mulutnya itu, merasakan rasa gurih di setiap suap-annya."Hum...kau benar!"
"Satu hal yang harus kau ketahui, Alex. Sekali-kali kau harus menguji pacarmu itu untuk makan di sini. Tidak harus di restauran! sebab, alangkah lebih baiknya kita dapat wanita tidak selalu dengan kemewahan belaka. Karena hidup tidak selalu di atas." tutur Xandro. Menceramahi lelaki di sebelahnya itu.
Alex mengangguk pelan. Ia membenarkan perkataan temannya itu. "Kau benar! tapi, kalau aku seperti itu tidak ada wanita yang akan mau bersama ku. Mereka akan berpikir, kalau aku ini pelit terhadap mereka."
"Astaga!!" Xandro tidak habis pikir dengan Alex. Bagaiamana cara berpikir lelaki itu. Dalam benak otaknya, hanya wanita-wanita yang mengejar ke senangan dari dia saja. "Seharusnya, kau mencari wanita yang menerimamu apa adanya. Dasar bodoh...terserah kau saja!!" geram Xandro.
Xandro melap mulut sisa-sisa air yang ia teguk. Begitu saja membasahi kerongkongannya. Waktunya tersita, gara-gara pembicaraan tidak penting itu.
Sambil menunggu Alex selesai dengan makanannya. Xandro bersuara."Pak, buatkan dua buah nasi goreng."
Alex meneguk minuman terakhirnya. Tetapi, matanya melirik kepada Xandro."Untuk siapa itu?"
"Venna dan Gina-sahabatnya,"
"Eh...Btw, teman Venna cantik enggak?" tanya Alex.
"Ah...lumayan, tapi aku tidak akan menyuruh Venna mendekatkan dia dengan buaya darat, sepertimu!"
"Ah...payah kau, Xan!"sungut Alex.
Setelah beberapa menit menunggu, pesanan Xandro telah siap. Dua bungkus nasi goreng di dalam kontong plastik hitam. Xandro berdiri, mengeluarkan dompet di dalam kantong celananya tersebut. Mengeluarkan satu lembar uang kertas lalu memberikan kepada pedagang itu. "Kembalinya buat Bapak, saja!"
"Terima kasih, tuan!" ulas pedagang itu.
Alex juga beranjak dari sana. Mengikuti Xandro yang telah lebih dulu menuju mobil.
***
Sesampainya di rumah Alex dan menurunkan lelaki itu, Xandro tancap gas menuju Cafe Venna. Tentu saja, ia ingin bertemu dengan wanita kesayangan itu.
Sore telah berganti dengan gelapnya malam. Menuai cahaya remang, namun di tambah dengan cahaya lampu menerangi jalanan. Jalanan yang padat merayap oleh kendaraan itu, menghambat laju mobil Xandro yang hendak menemui sang pujaan hati. Waktunya seolah terulur.
Sekali-sekali Xandro milirik bungkusan nasi goreng ke bangku penumpang depan. Tepat di sebelahnya. Ia memindahkan nasi goreng itu, saat Alex keluar dari mobil.
Dalam pikiran Xandro, Venna pasti senang dia membawa makanan favorit wanita itu. Senyuman indah Venna telah terukir dalam bayangan yang melintas dibenak kepala Xandro.
Setengah jam berada di jalan, Xandro telah tiba di Cafe Venna. Kaki jenjang Xandro menuruni mobil. Postur tubuh yang tegap, bak seorang model membuat para kaum hawa mendambakan lelaki itu dari tatapan penuh dengan ke kaguman. Akan sosok di hadapan mereka. Mata melotot tanpa kedipan, ke dua bibir terbuka, mereka terus mamatri setiap gerak tubuh Xandro. Hingga menghilang saat kakinya masuk ke Cafe.
Xandro mengedarkan pandangannya, untuk mencari sosok wanita sang pujaan hati. Tidak lama bola mata Xandro mendapati Venna masih dengan kesibukannya. Tetapi, pelanggan yang ada di cafe tersebut sudah mulai sepi pengunjung. Satu persatu mereka keluar dari cafe Venna. Setelah melakukan pembayaran.
Xandro memilih duduk tempat kursi yang kosong yang ada di dalam sana. Mata Xandro yang tidak lepas dari Venna, diam-diam dia mengambil gambar wanita itu. Venna sembari tersenyum lebar. Entah apa yang di bicarkan antara dia dan Gina.Mungkin saja, mereka menceritakan hal yang lucu.
Setelah selesai dengan gambar Venna yang ia ambil, Xandro melengkungkan bibirnya, semenit kemudian berubah dengan melebarkan senyuman itu. Hingga memperlihatkan deretan gigi rapi nan putih.
Senyuman merekah itu ternyata tertangkap basah oleh Venna yang sekarang menatap Xandro dengan penuh kecurigaan. Saat mata Gina tidak sengaja melihat Xandro di pojok sebelah kiri cafe. Lalu Gina memberitahukan pada Venna, jika lelaki itu ada di sini.
Senyuman di raut wajah Xandro, menyisahkan tanya bagi Venna. Ia pun meninggalkan Gina. Mengayunkan langkah mendekati Xandro. Tatapan Xandro masih menatap layar ponsel.
Venna yang mengerutkan dahi semenjak ia melangkahkan kaki untuk menghampiri lelaki itu, tanpa bertanya langsung merampas ponsel Xandro. Membuat Xandro sempat terperanjak dari duduk. Matanya melirik langsung ke si pengambil ponsel.
"Venna."
Satu kata yang ia ucapkan itu seiring rasa terkejut yang begitu saja hadir. Napas Xandro memburu, seiring degupan jantung.
Venna yang belum melihat ponsel Xandro, ia melayangkan tatapan tajamnya kepada lelaki itu. Sesak di dadanya begitu cepat naik pada permukaan.
"Kenapa...ada yang kau tutupi dari ku? sehingga wajahmu begitu terkejut, ha....?" seloroh Venna.
"Kau selingkuh dari ku, iya...?" tambahnya.
"Bu-bukan, Ve...kau salah sangka, sayang! A-aku cuma...Hum." Xandro menggaruk tengkunya yang tidak gatal. Lidahnya kelu seketika. Tapi ia juga tidak mau ketahuan menangkap gambar wanita itu diam-diam. Dia takut Venna marah terhadapnya.
Venna mengangguk pelan. Di sertai senyuman mengejek ke arah Xandro." Oh, kau mulai bermain di belakang ku? iya, kan?"
Mata Xandro membelalak sempurna. Ia tidak menyangka Venna menuduhnya seperti itu."Kau sal--"
Perkataan Xandro di sela oleh Venna." Sekali saja kau berbohong Xandro, seumur hidup aku tidak percaya padamu." Mulut wanita itu terus menuduhnya yang tidak-tidak. Venna yang tidak sabar lagi melihat apa yang di lihat Xandro, ia pun membawa ponsel itu ke depan matanya. Ponsel yang ia genggam kuat hasil dari rampasannya dari Xandro.
Saat Venna menatap layar ponsel tersebut, betapa terkejutnya dia saat melihat gambar siapa di benda pipih itu. Amarah yang tadinya mulai tidak bisa di tahan, dalam sekejap luluh lantak saat matanya sendiri menatap foto dia di dalam ponsel Xandro.
Xandro melorotkan ke dua bahunya. Ia rasa percuma apa yang dia katakan terhadap wanita itu.
Venna tertegun. Seolah ia sangat susah menelan saliva. Hingga di dorong oleh tenggorokannya. Matanya membuang kesembarangan arah. Tangannya bergerak meletakan ponsel Xandro di hadapannya kembali.
Xandro yang melihat itu, ia berdiri dari kursi. Lalu mendekati Venna yang tidak memandangnya.
"Gimana, dia cantik bukan? tentu saja. Dia wanita ku. Kekasih ku, pujaan hati ku. Hanya dia yang aku inginkan. Tanpa menatap ke arah lain. Mata ku hanya tertuju padanya." Xandro mendekati pendengaran Venna. Hembusan napas Xandro bergesek memberi sentuhan hangat pada kulit wanita itu.
"Aku mencintaimu...sangat mencintai mu."
Rasa bahagia setiap ucapan Xandro menjalar keseluruh tubuh. Membuat jantung Venna berdegup bahagia. Raut wajah Venna bersemu dengan warna seperti di oleskan blush-on. Venna tertunduk dengan senyum yang tertahan dengan baik.
Xandro yang dapat merasakan perubahan di wajah Venna, tidak lagi memsang wajah cemburu, Xandro menarik Venna dalam dekapan hangatnya. Venna pun ikut merespon dengan mengeratkan pelukan terhadap Xandro.
"Tidak ada wanita lain dalam hidup ku, Venna. Selain kau yang mengisi relung hati ku."
Bisikan kata manis itu sangatt menyentuh. Membuat Venna melebarkan senyumannya. Ia meletakan kepalanya di bahu Xandro.
"Maafkan aku telah menuduh mua yang bukan-bukan," tutur Venna.
"Tidak apa, aku suka. Kau terlihat lebih cantik ketika marah," puji Xandro terkesan gombal. Membuat Venna terkekeh.
Xandro yang teringat sesuatu, mengendurkan pelukan mereka." Ah iya, apa kau sudah makan? aku membawakan sesuatu untuk mu!"
Xandro memberikan yang dia bawa tadi kepada Venna. Dari aroma yang menyeruak ke dalam hidung Venna, membuat dia sangat mengetahui apa makanan yang di bawakan oleh Xandro.
"Kau membawakan aku nasi goreng?!" tanya Venna. Sembari tangan membuka bungkus nasi tersebut.
"Hum..." Xandro mengangguk."Itu satu lagi buta Gina. Gak enak kalau aku hanya membelinya untuk mu."
Tidak ada rasa cemburu terlintas dalam pikiran Venna. Ia menganggap itu hal yang wajar saja. Mata Venna langsung mencari Gina. Hingga manik matanya melihat Gina tengah membalikan kertas yang menggantung di pintu kaca dengan tulisan "Close."
"Gina!!" teriakan Venna di tangkap oleh telinga Gina. Membuat dia menoleh ke asal suara. Ia melihat Venna melambaikan tangannya. Membebtuk sebuah ajakan.
"Ke sini! kau mau nasi goreng tidak?"
Gina mengangguk, lalu mendekati Venna dan Xandro di sana.
Bersambung...
Jangan lupa di rate ya kkakak,komen dan like juga...🙏🤭🤗
Hari demi haripun berlalu begitu cepat. Semenjak kedatangan Pak Zainal di apartemen Venna. Semenjak itu Venna tidak lagi menutup komunikasi antara dia dan sang Papa. Ia sadar, tidak harus menjauhi Papanya. Jika jarak dia dan papanya semakin renggang akan lebih mudah bagi Sellin Karlina-mama sambung, memperngaruhi pikiran sang Papa. Bisa jadi harta menjadi incaran Sellin. Jadi, Venna memutuskan untuk membuang sedikit egoisnya. Demi menyelamatkan Papa dari cengkreman wanita itu.Dia membiarkan Papanya menyadari siapa wanita yang di sampingnya suatu saat ini. Yang terpenting, hubungan dia dan sang Papa baik-baik saja.Hari ini Venna telah mempunyai janji dengan sang Papa. Pak Zainal mengajak Venna untuk makan siang di luar tidak jauh dari kantornya. Sekarang Venna telah menuju ke sana. Meninggalkan Cafe yang di kendalikan oleh Gina.Sinar sang surya begitu terik menyinari alam semesta. Terjebak di kemacetan suatu hal yang s
Siang itu, Xandro dan Gresya menghadiri meeting. Semenjak meeting itu di mulai, Xandro mencoba menjelaskan kepada kliennya, atas produk yang akan mereka luncurkan.Sepanjang penjelasan, klien mereka sangat mempusatkan perhatiannya pada materi yang di sampaikan oleh Xandro. Seolah semua yang di sampaikan lelaki itu dengan bahasa yang di gunakan Xandro juga tidak berbelit-belit. Memudahkan kliennya mengerti apa maksud dan tujuannya.Gresya yang berada tidak jauh dari Xandro, perhatiannya sedari tadi tersita oleh lelaki itu. Bukan dengan apa yang telah di sampaikan oleh lelaki itu, tetapi manik matanya sama sekali tidak beralih pada wajah tampan Xandro. Matanya berbinar-binar, lelaki yang di hadapannya itu, seorang sekretaris yang sangat handal. Di mata Gresya dia sangat berwibawa.Pantas saja Tuan William-Sang Papa, terus memuji dia sebagai sekretaris terbaik di perusahaan mereka. Berkat Xandro juga, perusahaan Tuan William berkembang
Sebuah mobil sedan melesat di jalanan yang sepi kendaraan. Dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga meninggalkan deruman mesin yang membekas di pendengarnya.Sorotan mata tajam bak elang menyambar ke jalanan yang lurus. Ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, jika tetap dalam kecepatan tinggi tersebut. Tidak terpikir olehnya, bahwa nyawa dia dalam bahaya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.Dia hanya memikirkan bagaimana rasa sakit yang menghujamnya sedari tadi bisa terurai. Jika dengan cara mengendarai dengan kecepatan tinggi bisa menghilang rasa yang tersulut sakit itu, kenapa tidak? Begitu-lah pikiran yang tidak lagi dapat disadarkan.Namun, seseorang yang melintasi jalanan itu, membuat wanita di dalam mobil tersebut terperanjak. Kedua bahunya ikut terangkat kemudian terhuyun seiring rasa terkejutnya dari lamunan itu tersadar.Tetapi karena ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mem
Sepasang kaki melangkah lebar kearah ruang Direktur Utama. Membawa beberapa lembar berkas yang hendak di tanda tangani. Kaki jenjang yang di tutupi oleh celana bahan, tampak pas di kenakan olehnya.Dengan langkah tegap, sorotan mata terkesan dingin berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Tangannya bergerak mengetuk pintu ruangan itu. Hingga terdengar dari dalam sahutan menyuruh masuk.Tangan lelaki itu, yang tak lain Xandro bergerak mendorong gagang pintu. Hingga terdengar suara decitan dari pintu itu. Tampak seorang wanita duduk dengan nyaman di kursi kerjanya. Membelakangi Xandro yang kita telah di dekat meja kerjanya itu."Selamat pagi, Nona. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani. Dan satu jam lagi ada meeting penting dengan klien kita dari Australia." Kata Xandro.Manik matanya kepada sang Direktur belum juga lepas. Sebab, sang Direktur masih membelakangi Xandro. Dia masih bergeming. Hingga p
"Apa kau melihat, Xandro?" tanya Gresya kepada Alex. Setelah mereka sama-sama kembali ke kantor. Lelaki itu tidak menampakan lagi wujudnya. Sampai jam kantor telah usai.Sesaat membuat Alex mencerna pertanyaan Gresya. Raut wajahnya seperti orang menaruh kecurigaan terdalam kepada wanita itu."Hai, apa kau tidak mendengarkan ucapanku, ha?" hardik Gresya.Membuat Alex terkejut, kedua bahunya sontak terjingkrak. "Eh..hum, aku tidak melihatnya.""Mungkin--"Ucapan Alex terhenti. Saat Gresya meninggalkan dia tengah melanjutkan ucapannya. Wanita itu pergi hingga tubuhnya menghilang di balik lift yang ia masuki. Lift itu bergerak turun. Namun, Alex tidak mengetahui pasti, di lantai berapa yang menjadi tujuannya."Ah...benar-benar tidak sopan! hanya Xandro yang di tanya. Tanyaan aku sekali-kali, gitu!" Alex berdecit. Ia berkacak pinggang dengan netra berputar. Lalu melangkah pergi dari sana
Setelah ke pergian Gresya, Venna melangkah pergi dari supermarket itu. Menuju mobilnya yang ada di seberang jalan. Dengan barang belanjaan di tangan sedari tadi ia pegang.Venna masuk ke mobil. Ia kembali melajukan mobilnya pada jalan yang kini ada genangan air. "Cantik juga ya, Atasan Xandro. Apa mungkin ia tidak bakalan suka? setiap hari mereka selalu bertemu dan dalam pekerjaan selalu terlibat. Tidak mungkin seorang lelaki, tidak akan jatuh cinta terhadap dia. Lelaki mana coba, yang tidak menyukai Nona Gresya. Secara...dia anak orang kaya, cantik, wanita karir." Gumam Venna."Iiiisshh..."Venna menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan. Seakan ia tidak ingin berpikiran buruk terhadap Xandro. Lelaki itu cukup setia selama ini dan dia tahu itu."Mikir apa aku ini!!"***"Semuanya sudah beres 'kan? jangan sampai kita kelupaan sesuatu, Ve. Kau sudah mengunci pintunya?" tanya Gina. Wanita itu selalu cerewet ter
Sesampainya di apartemen, Venna menaruh cake itu di dapur. Mengeluarkan cake itu dari kotak lalu, memotong kue itu dan menaruh di atas piring.Dia sengaja membiarkan kue itu di atas meja makan. Mungkin saja, Gina merasakan lapar dan melahap kue itu untuk mengganjal perut.Sebab, wanita itu tengah duduk di balkon. Menatap sang langit ikut tak bercahaya di malam ini. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, yang pasti Venna tidak ingin mengganggu.Sepanjang perjalanan menuju apartemen, dia tidak sama sekali bersuara. Hanya tatapan sinis yang di dapati oleh Venna. Ketika ia memutar lagu pop itu.Dengan entengnya, Venna tak menghiraukan tatapan yang menghunus padanya. Tapi, Venna yakin, bahwa Gina masih terbelenggu atas kehadiran Fando.Venna melangkah ke kamar, tubuh yang berasa lengket oleh keringat, membuat dia tidak betah lagi untuk segera membersihkan. Mengayunkan kaki memasuki kamar mandi setelah mengambil handuk yang tergantung.Se
Pagi ini, Xandro terburu-buru memberi laporan pada Gresya. Sebelum jadwal kemudian ada peninjauan proyek di suatu daerah. Langkah kaki Xandro terhenti tepat diruang wanita itu."Tok...tok..tok""Masuk!" ujar Gresya. Saat ia tengah membalikkan berkas-berkas di tangan.Ceklek..."Selamat pagi, Nona! ada berkas yang harus anda tanda tangani." Xandro memberikan berkas itu pada Gresya."Kau tidak perlu formal begitu, Xan! Khusus untukmu, panggil aku Gresya saja," tangan Gresya memberi ukiran di atas kertas tersebut. Namun, pandangannya masih tertunduk."Tidak!" bantah Xandro."Selama dikantor kau atasanku. Dan akan aku panggil nama mu saat berada diluar jam kerja.""Sepertinya, Anda terlalu nyaman berbicara dengan kekasih saya." Sambungnya.Mengingat ia sempat menghampiri Venna di cafe. Setelah mengambil mobil yang telah di perbaiki itu. Dan wanita itu mengatakan, bahwa dia bertemu dengan Gresya dipusat perbelanjaan.