Share

BAB 7 Keong Sungai

"Wuah!" Baobao melihat bubur nasi hambar, juga sayur liar yang ditumis tanpa minyak dan bumbu yang ada di depannya dengan mata berbinar. Dia terlihat sangat bahagia. 

Sedangkan Xue Nuan dan Jing Yue hanya bisa merasa sakit hati di dalam hati mereka. Kehidupan mereka sangat sulit. Bahkan Baobao akan merasa sangat bahagia hanya karena melihat bubur nasi hambar yang sedikit kental. 

Baobao menoleh ke arah Xue Nuan dan berkata dengan polos, "Ibu, makanan hari ini sangat mewah!"

Xue Nuan tersenyum lembut dan membelai pelan kepala Xue Bao, "makanlah kalau kamu suka."

"Baik! Ayo Ibu, Nenek, Bibi, kita makan!" kata Xue Bao tidak lupa mengingatkan semua orang untuk makan.

Li Jianli menyantap hidangan di atas meja dengan sangat tenang. Di kehidupan sebelumnya, dia memiliki orang tua yang sangat kaya dan keluarga yang harmonis. Sayangnya, itu hanya di permukaan.

Kedua orang tuanya hanya memiliki Li Jianli dan kakak kembar laki-lakinya, Li Feng. Kedua orang tua Li Jianli sibuk bekerja. Selain itu mereka selalu mencari pasangan lain di luar rumah. Mereka juga bertengkar dari waktu ke waktu membuat Li Jianli dan Li Feng merasa tertekan.

Li Jianli dan Li Feng  hanya memiliki satu sama lain. Ketika dewasa, keduanya memilih keluar dari rumah dan menempati asrama di universitas. Ketika dewasa, Li Jianli menjadi peneliti tanaman yang sangat terkenal di Abad ke-25, sedangkan Li Feng menjadi seorang dokter bedah profesional.

Li Jianli tertegun. Dokter bedah profesional? Dia kembali mengingat dirinya yang jatuh dari atas tebing. Kondisi tubuhnya tidak mungkin baik-baik saja.

Li Jianli hanya bisa mendesah. Dia tidak peduli apakah kedua orang tuanya akan sedih dengan kematiannya atau tidak. Dia hanya berharap Li Feng tidak memaksa untuk melihat kondisi tubuhnya. Dia tidak tahan untuk membayangkan pukulan yang akan didapatkan Li Feng saat itu.

Xue Nuan menyadari kemuraman Li Jianli. Dia segera menyumpit tumis sayuran liar dan meletakkannya di dalam mangkuk bubur Li Jianli, "makanlah. Kamu tidak perlu memikirkan semua yang sudah berlalu. Tidak ada yang bisa kita lakukan mengenai hal itu. Kamu hanya perlu menjalani dan berusaha untuk hidupmu sekarang. Aku yakin kamu adalah anak yang diberkati dan penuh keberuntungan."

Li Jianli menatap Xue Nuan yang tersenyum tulus di depannya. Dia tahu kata-kata Xue Nuan mengacu pada kehidupan masa lalu pemilik asli tubuhnya. Namun entah mengapa, kata-kata itu juga mengenainya tepat di hatinya.

"Terima kasih, Kak," jawab Li Jianli seraya tersenyum tulus.

Mereka berempat menyelesaikan makan malam itu dengan cepat. Satu hal yang disukai Li Jianli, meskipun keluarga Xue Nuan miskin, mereka tetap memperhatikan kebersihan. Rumah mereka mungkin bobrok, namun itu bersih dari debu. Pakaian yang mereka pakai juga penuh tambalan dan kusam, namun itu bersih.

"Li'er, aku sudah memasak air hangat untukmu. Pergilah mandi sebelum tidur," kata Xue Nuan.

"Terima kasih, Kak." Li Jianli tidak menolak dan bergegas menuju kamar mandi. Dia memang sudah mendambakan mandi semenjak dia tiba di dunia ini.

Setelah selesai, Li Jianli membuang air di dalam bak dan membersihkan ember. Itu akan bersih untuk digunakan lagi.

"Kamu sudah selesai?" tanya Xue Nuan begitu melihat Li Jianli keluar dari kamar mandi.

"Sudah, Kak," jawab Li Jianli.

"Pergilah ke kamar untuk tidur. Aku akan tidur setelah mandi dan memandikan Baobao," kata Li Jianli.

"Ya," jawab Li Jianli. Dia segera meninggalkan dapur dan berjalan menuju kamar tidur. Li Jianli berpikir kalau dia tidak akan bisa tidur karena akan banyak berpikir, namun siapa yang menduga, dia akan tertidur lelap begitu kepalanya menyentuh bantal.

Keesokan paginya, Li Jianli membuka matanya bahkan sebelum matahari terbit. Dia menoleh dan melihat Xue Nuan yang tertidur pulas di sebelahnya.

Li Jianli turun dari tempat tidur dengan hati-hati. Kemarin malam ketika dia mandi, dia bisa mendengar suara air mengalir. Li Jianli penasaran, apakah ada sungai di dekat rumah mereka.

Li Jianli pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Airnya sangat dingin sampai Li Jianli menggertakkan giginya. Setelah beberapa saat, dia baru bisa berpikir. Bagaimana caranya dia menangkap ikan?

Masyarakat di zaman ini tidak mengkonsumsi ikan, tidak mungkin dia bisa menemukan pancing ataupun jala ikan di dalam rumah. Setelah beberapa saat, Li Jianli akhirnya memutuskan untuk pergi ke sungai dan melihat medannya terlebih dahulu. Walau seperti itu, dia tetap meraih sebuah tembikar kosong. Dia ingin bertanya bisakah dia menggunakan tembikar itu kepada orang di rumah, namun dia tidak ingin membangunkan siapapun. Setelah beberapa saat ragu, dia tiba-tiba mendengar suara seseorang yang mengejutkannya.

"Li'er, kenapa kamu sudah bangun? Kenapa tidak tidur lebih lama lagi?"

Li Jianli hampir melompat dari tempatnya berdiri, namun dia segera tenang ketika melihat sosok Jing Yue di ambang pintu dapur.

"Bibi Jing, bisakah aku menggunakan tembikar ini?" tanya Li Jianli.

"Tentu saja. Tetapi, untuk apa kamu menggunakannya?" tanya Jing Yue heran.

Li Jianli tersenyum penuh rahasia lalu berkata, "Bibi, aku akan mencari bahan makanan. Kamu akan segera tahu!"

"Baiklah, baiklah. Kalau begitu, kamu harus berhati-hati," perintah Jing Yue.

"Terima kasih, Bibi," jawab Li Jianli.

Li Jianli menutup pintu rumah dengan perlahan dan berjalan menuju belakang rumah. Ketika dia berjalan 20 langkah dari rumah, dia menemukan sebuah patung batu yang tergeletak di tanah dan seluruh tubuhnya hampir tertutup tanah. Li Jianli tertegun. Bukankah itu Dewa Bumi?

Li Jianli meletakkan tembikar yang dibawanya dan menggali. Setelah beberapa saat, dia bisa melihat sebuah patung Dewa Bumi seukuran bayi berusia 2 atau 3 bulan. Dia sedikit bingung. Orang-orang di zaman ini sangat percaya dengan dewa, bagaimana mereka bisa membiarkan patung Dewa Bumi tergeletak begitu saja?

Li Jianli melihat sekitarnya dan tatapannya jatuh pada sebuah pohon yang sangat besar. Pohon itu sangat tinggi, rimbun dan terlihat gagah. Di bawahnya, terlihat sebuah lubang dangkal yang cukup besar. Li Jianli yakin, patung Dewa Bumi akan masuk ke dalamnya.

Li Jianli mengambil patung Dewa Bumi dan meletakkannya ke dalam lubang pohon. Itu tidak menyembunyikan patung Dewa Bumi namun bisa melindunginya dari panas dan hujan. Sangat pas dan cocok!

Li Jianli melihat tampilan patung Dewa Bumi yang masih Kotor dengan tanah. Setelah beberapa saat, dia bersujud 3 kali dan berdoa, "Dewa Bumi, aku berjanji akan datang lagi dan membersihkanmu nanti. Sekarang, aku harus pergi ke sungai untuk menangkap ikan agar keluargaku bisa makan. Berkatilah aku."

Li Jianli bangkit berdiri setelah berdoa. Dia melanjutkan berjalan mengikuti suara air. Benar saja, setelah berjalan selama 3 menit, dia bisa menemukan sebuah sungai yang sangat jernin. Sungai itu hanya selebar 2 meter namun tidak dalam. Itu hanya mencapai lutut Li Jianli.

Ketika Li Jianli melihat ke dalam air, matanya berbinar terang. Keong sungai! Sangat banyak dan besar! 

Li Jianli bergegas mengisi tembikar dengan air dan mulai memasuki sungai untuk mengambil keong sungai. Hanya dalam sekejap, tembikar yang di awanya hampir setengah penuh. Li Jianli bisa melihat banyak ikan yang sangat gemuk sesekali melewatinya tanpa takut. Mungkin karena orang-orang tidak pernah menangkap mereka, ikan-ikan itu menjadi tidak waspada dengan manusia.

Li Jianli berpikir sejenak, bagaimana caranya dia menangkap mereka? Bisakah dia menggiring mereka ke sisi sungai dan menangkapnya? Akankah begitu mudah?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status