Birru menatap pemandangan langit malam kota Singapura dari jendela kamar hotel yang dia tempati. Melihat penampakan bangunan hotel Marina Bay Sands dari tempatnya berdiri. Sunyi Birru rasakan. Biasanya jam segini dia akan akan sibuk berdebat dengan istri gemoy-nya. Tiba-tiba saja dia merasa rindu.What? Rindu? Birru mengeplak kepalanya sendiri. Jangan aneh-aneh Birru, begitu isi kepalanya memperingatkan. Namun hatinya berucap sebaliknya. Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Birru. Aneh, Birru sudah memperingatkan Ivan untuk tidak mengganggunya setelah jam delapan. "Apaan Van?" Pertanyaan Birru tercekat di tenggorokan. Melihat bukan Ivan yang berdiri di depan pintu kamarnya. Tapi Vero, mengenakan mantel panjang yang terlihat aneh untuk kondisi Singapura yang hari ini bercuaca panas. "Boleh aku masuk?" Vero bertanya manis. Tanpa menunggu persetujuan Birru, Vero melenggang masuk, tanpa jeda membuka mantel panjang miliknya. Hingga tubuh seksi yang hanya tertutup lingerie tipis itu terek
"Aduh." Zee mengaduh, lututnya terbentur lantai. Untungnya dia tidak sampai ambruk. Tangannya sempat menggapai meja untuk pegangan. Ini adalah pagi di mana bulan keempat baru saja dimulai. Tubuhnya semakin langsing. Meski bobotnya masih di angka 55 kilogram. Kata Wafa itu sudah terlihat ideal untuk tubuh Zee, tapi si empunya tubuh masih ingin menguranginya dua atau tiga kilo lagi."Jadi ini ni yang katanya calon bintang baru itu," cibir terdengar. Zee mendongak untuk melihat siapa biang kerok dari kesandungnya. Dan wajah Mayra yang super menyebalkan jadi jawabannya."Apaan sih?" Zee bertanya balik. Kesal karena semua kertas design-nya kini bertebaran di lantai. Gadis itu terpaksa memungutnya satu per satu. Hingga gerakannya terhenti ketika satu tangan meraih satu lembar kertas miliknya."Hey kembalikan itu!" teriak Zee gusar. Itu adalah rancangan final yang akan dia berikan pada Miss Freya sebagai tugas akhir hari ini."Ini bagus May," seru teman May yang mengambil kertas Zee."Bagi b
"Jangan mengalah sama orang jenis mereka. Lawan kalau mereka menindasmu." Wejangan pertama terucap dari bibir Alfa begitu mereka masuk ke mobil sang pria."Tapi Kak, aku jelas kalah kuasa." Zee menyahut lirih. Wajahnya tertunduk, paras yang kini kian memukau. Bahkan Alfa tak menampik, kalau dia punya rasa untuk istri Birru. Alfa bahkan urung memasang seat belt-nya. Di tatapnya wajah ayu Zee yang kian ayu saban harinya."Siapa bilang? Kamu, selama masih menjadi istri suamimu. Gunakan itu untuk melindungimu." Alfa mulai mendikte Zee. Gadis ini terlalu polos, terlalu baik untuk berhadapan dengan intrik keluarga Erlangga. Mungkin Zee tidak tahu. Tapi Alfa tahu sisi gelap keluarga Birru sejak dulu."Tapi Kak." Alfa mengisyaratkan Zee untuk diam."Zee, dengarkan aku. Kamu tahu suamimu, keluarganya bukan orang biasa. Kekuasaan mereka bisa melibas orang yang menindasmu. Gunakan itu, manfaatkan untuk keuntungan dirimu." Ada jeda sejenak. "Kamu sendiri tidak yakin dengan pernikahanmu. Setidakn
Zee mondar mandir di kamarnya. Dia sangat terkejut. Lelaki yang dikenalkan padanya sebagai paman Birru bernama Dion. Datang bersama Sita istrinya. Mereka datang mengunjungi Abdi, ayah Sita. Bersama putra mereka. Zee menggeleng, menyingkirkan pikiran buruk yang singgah ke kepalanya."Masak iya mereka main gila." Ujar Zee pada udara kosong di hadapannya. Zee tidak mau berandai-andai. Apalagi sampai memberi tuduhan asal pada paman Birru. Ya kalau benar. Kalau salah. Bisa hancur hubungan satu keluarga karena fitnah."Jepang. Dia ada di Jepang." Zee menatap foto pernikahannya dengan Birru. Gadis itu menghela nafas. Kata Dion, dia ada pertemuan dengan klien di Jepang, karena itulah Dion datang ke rumah utama. Apa Zee ada sesuatu yang ingin dititipkan untuk Birru."Apaan? Ngirim pesan saja gak pernah. Bagaimana mau sok kenal nitip barang ke dia. Dasar batu!" maki Zee tepat di hadapan foto Birru. Detik berikutnya Zee telah melemparkan diri ke kasur Zee. Lima bulan dia bisa tidur enak tanpa ga
"Kamu tahu rumor terbaru?" Rona mulai bergosip. Keduanya tengah berjalan di lorong kampus. Masih ada setengah jam sebelum kelas pertama dimulai. Zee mengedikkan bahu, acuh pada berita yang akan Rona sampaikan. Kepala gadis itu sibuk mengangguk, membalas senyum pada tiap orang yang menyapanya.Efek dari dietnya yang berhasil. Zee pun sukses mencuri perhatian warga kampus. Sudah jelas 70% adalah kaum Adam, sementara 10% kaum hawa. Sisanya mencibir dalam diam."Ingat, sudah punya lakik di rumah, ada cincin di jari manis." Rona mengingatkan."Lagi di Jepang." Rona menghentikan langkah Zee. Ini baru gosip, sejak kapan Zee tahu posisi terkini sang suami."Kalian mulai berkomunikasi?" Zee mengedikkan bahu, lantas menerangkan kalau dia tahu Birru di Jepang dari paman Birru. Rona mendesah kecewa. Dia pikir ada perkembangan dalam pernikahan sang bestie. Mereka terus berjalan sampai rombongan May lewat di depan mereka. Rona menarik tiba-tiba tubuh Zee. Berhenti, memberi jalan pada May yang meli
"Ini aneh kan?" Ivan bertanya dengan Birru hanya terdiam tak menanggapi. Ivan belum berani memberitahu kalau ada kemungkinan Vero dan Dion ada hubungan. Sesuai perintah Dika, Ivan sudah menyuruh anak buahnya membuntuti Dion dan Vero selama keduanya ada di kota ini."Ada ada kemungkinannya?" Birru akhirnya balik bertanya. Meski dalam hati dia pun tak menampik kalau ada kecurigaan mengenai dua orang itu. Sikap Dion dan Vero terlalu ramah satu sama lain. Satu sikap yang justru menimbulkan tanya akan hubungan mereka sebenarnya. "Kemungkinan akan selalu ada pak bos. Walau nol koma sekian persen." Birru segera menatap sang co-asisten yang justru nyengir dipandang tajam oleh sang atasan.Ivan berperan sangat penting selama lima bulan dinas luarnya. Banyak hal yang Ivan lakukan untuk menjaga dirinya dari banyaknya mara bahaya yang mengintai. Lelaki itu pikir perlu memberikan bonus pada Ivan jika mereka kembali ke tanah air. Ivan keluar dari ruang kerja Birru, menerima pesan dari anak buahny
Nafas Zee tersengal tapi staminanya masih terjaga. Hari beranjak sore, kawasan kampus sudah sepi. Tak ada orang pun yang Zee jumpai sepanjang perjalanannya mencari Rona. Ponsel dia tidak punya, dia tidak tahu harus bagaimana.Yang dia tahu hanya berusaha mencari Rona. "Ya Allah, lindungi Rona." Doa itu berulang kali terlantun dalam hati Zee. Dia sungguh ingin menangis. Rasanya putus asa. Namun dia tidak mau menyerah. Dia harus menemukan Rona.Feeling Zee menuntunnya ke area belakang gedung yang sepi. Ada beberapa ruang kosong yang Zee tahu sering dijadikan tempat bolos oleh mahasiswa juga mereka yang ingin berbuat di luar aturan kampus.Berjalan mengendap-endap. Zee meminimalkan suara dari sepatunya sendiri. Dua ruangan kosong, dia tak menemukan apapun di dalamnya. Satu ruangan terkunci dari luar. Zee mengetuk pelan pintunya. Berharap Rona tak pingsan hingga bisa menjawab kode darinya. Tak ada respon, Zee beralih ke ruang keempat yang seketika membuat Zee menajamkan pendengarannya. S
Jepang. Bunyi benda jatuh membuat Ivan lari tergopoh-gopoh menuju dapur. "Ada apa pak bos?" Lelaki itu bertanya panik, gegas menolong Birru yang menekan dada kiri, dengan wajah memucat. Di kaki lelaki itu ada pecahan gelas. "Dadaku sakit Van," keluh Birru. Lelaki itu meringis, nyerinya tak tertahan. Diikuti rasa panas menjalar ke mana-mana. Ivan tentu kebingungan. Dia memapah Birru ke sofa di ruang tengah. Tangannya dengan sigap meraih ponsel, menghubungi dokter pribadi Birru."Ponselku Van," pinta Birru lirih. Tidak tahu kenapa, dalam keadaan sakit begini ada satu nama yang terlintas di wajahnya."Dokter otewe ke sini." Info Ivan. Sang co- asisten bergerak ke dapur. Membereskan kekacauan akibat ulah Birru. Sementara sang tuan gegas mendial nomor yang selama lima bulan ini nyaris tak terpikir olehnya. Panggilan terhubung tapi diangkat. Tidak sabaran, jemarinya mengetik sebuah pesan, yang mungkin sebentar lagi akan Birru sesali. "Gemoy, apa kamu baik-baik saja?" Entah kenapa, rasa ce