Share

Bab 4

    Pameran tinggal dua hari lagi. Mahasiswa jurusan seni lukis benar-benar sibuk. Mereka tidak hanya sibuk mempersiapkan pameran, tetapi juga menyelesaikan tugas yang lain. Pameran adalah akhir sebelum libur semester. Mereka harus mendapatkan nilai minimal B jika tidak ingin mengulang di tahun depan.

    Reni sudah menyelesaikan lukisannya. Ternyata langit sudah gelap saat Reni menoleh ke arah jendela. Sembari menunggu lukisannya kering, Reni membantu persiapan lain di aula jurusan

    Aula di jurusan seni lukis tidak terlalu besar karena memang hanya digunakan untuk pameran antarkelas di jurusan seni lukis. Di fakultas kesenian ada tiga aula yang lebih besar untuk pameran antarjurusan

    Reni hanya mengekor di belakang Nadya. Di dalamnya sudah terdapat beberapa teman sekelas mereka

    “Jadi mereka melarikan diri ke sini?” gumam Reni

    Nadya yang mendengarnya berbalik menoleh ke arah Reni. “Iya. Kan kalo di sini mereka bisa bikin sampah dari hasil dekor. Itu sebagian dari cara penghilang penat. Hehehe,” Nadya terkekeh

    Reni hanya menggelengkan kepalanya. Ia menatap teman-temannya yang sedang asyik menggunting kertas, memotong kayu, menata easel dan beberapa meja. Reni segera mendekati teman-temannya yang sedang memotong kayu

    “Perlu bantuan?” tanpa basa-basi Reni menawarkan diri. Rendi, salah satu orang yang ada di situ menoleh ke arah Reni

    “Emangnya bisa? Mendingan lo bantuin guntingin hiasan tuh!” Rendi menunjuk sekumpulan mahasiswi yang sedang mengguntingi kertas sambil tertawa-tawa

    “Gue nggak bisa nggunting dengan baik. Nanti malah gue gunting semuanya dan akhirnya nggak jadi hiasan deh!” Reni nyengir. Rendi hanya menggeleng pelan

    “Ya udah, pegangin kayunya. Biar gue yang gergaji kayunya.” ujar Rendi seraya meletakkan kayunya di depan keduanya

    Reni mengangguk. Ia segera memegangi kayunya. Rendi meletakkan gergaji di atas kayu tersebut dan segera memotong kayunya. Reni semakin mengeratkan pegangannya karena kayunya mulai bergerak-gerak. Hingga kayu yang sedikit besar tersebut menjadi dua bagian yang satu bagiannya lebih besar

    “Hah!” Reni menghela napas. Ia melepaskan kayu tersebut. “Terus mau diapain?

    “Dijejer di situ aja. Nungguin papan kayunya dulu!” Rendi membantu Reni mengangkat kayu tersebut ke pojok aula

    “Ren, tolong pasangin neon ini dong!” seru Fero, teman sekelas mereka. Sontak Reni dan Rendi menoleh bersamaan

    “Eh, sorry. Maksud gue Rendi. Kan nggak mungkin gue nyuruh elo masang neon ini di atas sono, Ren!” Fero nyengir seraya menggosok tengkuknya. Reni dan Rendi tergelak

    Sebelum Rendi mendekat ke arah Fero, Reni melangkah terlebih dahulu dan merebut neon dari tangan Fero. Melihat itu, Fero dan Rendi menatapnya heran

    “Elo mau ngapain, Ren?” tanya Fero penasaran

    “Bolehkan gue yang masang? Entar elo sama Rendi yang megangin tangganya. Kan badan gue ringan. Jadi kalian nggak perlu khawatir!” Reni berujar mantap

    Rendi dan Fero saling berpandangan. Mereka sedikit ragu dengan permintaan Reni. Mereka takut Reni terjatuh dari tangga

    “Ayo!” seru Reni membuat keduanya tersadar dari lamunannya. Fero segera mengangkat tangga dan Rendi memeganginya

    “Ati-ati, Ren!” peringat Rendi. Reni mengangguk mantap kemudian ia segera menaiki tangga tersebut

    Ketika hampir mencapai langit-langit, Reni merasakan tangganya sedikit bergerak

    “Eh, pegangin yang bener! Jangan digerak-gerakin woy!” serunya membuat beberapa mata menatapnya. Fero dan Rendi hanya tertawa

    Reni segera memasang neon di tempatnya. Setelahnya ia segera turun ketika sampai di tangga kedua dari bawah, ia langsung meloncat

    “Hei! Ati-ati dong!” Rendi langsung mencekal tangannya

    “Gue nggak apa-apa kali!” sungut Reni membuat Rendi tersenyum. Senyuman itu menular ke Reni hingga akhirnya keduanya saling lempar senyum

    "Aduh, aduh! Masih sempet-sempetnya flirting kalian berdua nih, hmm!" seruan Nadya membuat keduanya salah tingkah

    "Kita cari makan aja yuk, Nad! Gue tiba-tiba laper nih!" tanpa ba-bi-bu, Reni segera menyeret Nadya keluar dari aula. Ia merasakan letupan kecil di jantungnya jika mengingat senyuman Rendi tadi

    **

    Sekembalinya membeli makan, Reni membelikan cemilan untuk teman-temannya yang harus lembur malam ini. Ia menolak untuk lembur besok, karena ia tidak mau teman-temannya kelelahan di hari H pameran. Biar saja hari ini mereka lembur, bahkan sampai pagi sekalipun. Besok, mereka bisa beristirahat agar lusa ketika pameran tubuh mereka benar-benar fit

    "Guys, ini gue bawain cemilan ya. Sama minuman sekalian. Break dulu guys!" seru Reni yang langsung didekati teman-temannya. Mereka menyerobot aneka cemilan yang dibawa Reni dan Nadya

    Reni mengecek semua kelengkapan pameran. Sementara beberapa temannya istirahat, ia melanjutkan yang belum selesai

    "Cocok banget jadi pemimpin," bisik Rendi yang tiba-tiba berada di sebelah Reni

    Reni menoleh. Cukup terkejut ketika wajahnya dan Rendi hanya berjarak lima sentimeter

    "Eh? Kok bisa?" tanya Reni menghilangkan kegugupannya

    "Ya, keliatan banget. Elo bisa me-manage anak-anak. Tau sendiri kan pameran tahun lalu banyak dapet kritikan karena ketupelnya nggak profesional.

    "Emang gue profesional?

    Rendi tampak mengamati Reni. "Ya, lumayanlah! Setidaknya sampai hari ini.

    Reni tertawa. Ia melanjutkan pekerjaannya. "Eh, elo bawa laptop nggak?

    "Bawa kok! Mau buat apa? Gue buatin biar elo bisa tetep lanjutin kerjaan lo!

    "Ini, daftar hadir tamu sama berita acaranya belum. Formatnya ada di grup ya. Nanti print agak banyak, ya. Buat arsip juga soalnya.

    "Siap!" Rendi segera mengambil laptopnya. Ia bergegas membuat apa yang dibutuhkan Reni

    Ketika Reni sendirian, Nadya menghampirinya

    "Kayaknya gue tau deh alasan elo nolak dijodohin," Nadya memelankan suaranya, takut ada yang mendengarkan

    "Apaan?" tanya Reni tanpa menoleh

    "Karena elo have a crush kan, ke Rendi?" Nadya mengucapkan pertanyaan ini dengan girang

    Reni melotot ke arahnya, tetapi Nadya malah cekikikan

    "Udah deh, nggak usah sok garang gitu! Udah keliatan kok dari muka kalian, gesture kalian. Kalau sebenernya kalian berdua tuh punya rasa yang sama.

    Reni membuang wajah. "Pingin jadi psikolog nggak keturutan ya gini, nih! Sok-sokan bisa baca orang cuma dari muka sama gesture. Nggak usah sotoy deh, Nad!

    "Yee, gue bukan sotoy! Emang kelihatan kok," Nadya menselonjorkan kakinya. "Oke, mungkin menurut lo nggak mungkin bisa baca perasaan seseorang cuma dari muka atau gesture tubuh. Tapi kalau emang nggak ada perasaan apa-apa, nggak mungkin kalian jadi salah tingkah gitu. Terserah deh, kalau elo nggak percaya. Tapi gue mempercayai hal itu!

    Reni menggelengkan kepala seraya menutupi rona merah di wajahnya. Ketika Rendi menoleh dan melemparkan senyum ke arahnya, Reni mulai meyakini omongan Nadya barusan

    ***

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status