Share

Rumah Sakit.

Terlihat bermesraan dengan seorang pria, Keysa Jennifer ternyata sudah memiliki pacar sejak lama.

"Kita harus tulis apa Let?"

"Ini aja, Keysa Jennifer terlibat hubungan dengan seorang pria yang mesum dan sering—"

"Ya!" teriak Albi kesal, hampir melayangkan pukulan pada gadis di depannya itu.

"Apa? Lo tanya pendapat gue, 'kan?"

"Tapi gak itu juga, cowok ini, 'kan, gue, Let!" geram Albi.

"Ya, tapikan mukanya bukan lo."

"Tetap aja ...." Albi seketika tersenyum dan mulai mengetik.

Aletta di sampingnya hanya diam, membaca ketikan Albi membuatnya tersenyum puas. "Gue setuju!"

"Siapa dulu dong yang punya ide?"

"Albi anak monyet gitu loh!" Aletta dengan cengiran lebar menepuk bahu Albi yang hanya bisa mendengus.

"Tinggal posting dan misi kita akhirnya selesai."

"Ya, ah akhirnya! Gue capek banget sekolah, bikin pusing, woy!" keluh Aletta.

"Kehancuran Keysa sudah di depan mata sementara kekayaaan kita akan bertambah!" Albi tersenyum miring.

"Kita bisa liburan ke Bali lagi, Yeay!" Aletta mengangkat tangannya—menari.

"Jangankan ke Bali, ke Hawaii gue bawa lo, Let!"

"Jangan pakai situs kita."

Keduanya langsung menoleh ke belakang dengan wajah protes.

"Pake situs tim lain atau apalah"

Menatap Anetta dengan tajam yang duduk di sofa dengan minuman kaleng.

"Kenapa emangnya kalau pakai situs kita?" tanya Aletta yang diangguki oleh Albi.

"Lo boleh posting itu tapi jangan pakai situs kita."

"Tapi kenapa?"

"Gue baru denger, Tuan George meninggal."

"Apa hubungannya?" tanya Albi.

"Keysa membunuh Tuan George."

"WHAT?" teriak keduanya membelakkan mata.

"Tuan George baru saja menyuntikkan dana ke perusahaan Tuan Jennifer. Tuan Jennifer menjual Keysa pada Tuan George agar penyuntikan dana terus berlanjut," jelas Anetta.

"Lo serius Keysa bunuh Tuan George?"

Anetta mengangguk. "Gue baru dapat beritanya dan kita akan melakukan perubahan rencana."

"Perubahan gimana?"

"Misi kita tidak akan berakhir di sini," lirih Anetta menatap kedua saudaranya dengan datar.

"Tapi Net—" Aletta langsung mengatupkan mulutnya saat kakaknya itu menatapnya tajam.

"Gue yang ambil setiap keputusan, jangan pakai situs kita atau lo berdua akan bernasib sama seperti Tuan George."

"Sampai kapan?" tanya Albi.

"Papa mau kita yang hancurin Keysa, bukan orang lain karena itu kita harus bela Keysa di kantor polisi dan bebaskan dia dari tuduhan."

"Sia-sia dong kita bayar orang arena semalam." Aletta mendengus kesal menghentakkan kakinya. "Liburan gue ...."

"Kekayaan gue ...."

***

Tok, tok, tok.

Ester meletakkan gelas berisi kopi di atas meja, berlari membuka pintu dengan senyum lebar namun senyumnya menghilang saat melihat siapa yang mengetuk pintu. "Ray ...."

"Sudah siap?" tanya Rayhan berdiri dengan wajah tanpa ekspresi.

Ester mengerjap lalu menggeleng kecil.

"Kamu akan membiarkanku berdiri di sini atau menyuruhku masuk?"

Ester tersadar, menyingkir memberikan ruang pada Rayhan untuk masuk.

"Selamat pagi, Tuan Sergio." Rayhan tersenyum, menyapa dengan sangat sopan.

Tuan Sergio tersenyum dan menyuruh Rayhan duduk, ia mengangguk sopan melirik Ester yang masih diam di pintu.

"Kamu akan diam saja di sana?" tanya Rayhan membuyarkan lamunan Ester.

Ester tersadar lagi dan segera masuk ke kamar. "Dia sudah pulang?"

"Pa, kami berangkat dulu."

"Hati-hati di jalan, Nak Rayhan, bawa motornya jangan kencang-kencang, pelan aja tapi selamat."

Rayhan mengangguk dan tersenyum kecil. Memasang helm pada Ester dan segera naik. "Mari, Tuan."

Tit.

Segera melaju setelah memberikan salam.

Ester hanya diam di belakang, tak tahu harus bagaimana bersikap setelah kejadian di kantin belakang.

Sampai mereka di sekolah, keduanya tetap diam, tetapi beriringan berjalan di koridor.

"Ester—" / "Rayhan—"

Keduanya berbicara bersamaan dan kembali terdiam lagi.

"Kamu duluan Ray."

"Aku izin bolos."

"Bolos? Tapi kamu baru kembali ke sekolah lagi, Ray."

"Ya, karena itu aku bolos. Jika aku tidak di sekolah, aku tidak akan bolos."

Ester berdecak mendengar jawaban kekasihnya itu.

"Tunggu aku di kelas, aku akan menjemputmu."

Ester hanya mengangguk pasrah. Melirik Rayhan yang masih diam berdiri di depannya dengan kening berkerut. Ia menghela napas panjang.

"Aku baru saja ingin melarangmu bolos, seharusnya aku berbicara lebih dulu tadi."

"Salah sendiri membiarkan aku berbicara duluan." Rayhan tersenyum kecil, menepuk kepala Ester lalu pergi.

Ester hanya menatap kepergian itu, lalu menghela napasnya. "Sebentar manis sebentar kasar, dasar manusia labil!"

***

Kayvi berdiri dengan tak sabar di depan rumah mewah menunggu Keysa. Berulangkali berdecak dan terus melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 07:45.

Sekolah sudah hampir masuk dan Keysa belum juga keluar. Gerbang rumah itu tertutup rapat dan tergembok, jika tidak Kayvi pasti akan menerobos masuk ke dalam tanpa harus menunggu seperti ini.

Seorang wanita berjalan keluar, Kayvi berdecih melihat wajah angkuh itu membuka gerbang, tetapi ia tak punya pilihan selain bertanya pada wanita itu.

"Selamat pagi, Ny. Mira."

Ny. Mira hanya melirik Kayvi lalu masuk ke dalam mobil dan melesat pergi.

Kayvi berdecak, berlari masuk ke dalam rumah tanpa pikir panjang, matanya langsung menangkap seorang wanita lain dengan pakaian ketat membentuk tubuhnya.

"Cari siapa, Dek?" Wanita itu bertanya dengan senyum manis mendekati Kayvi.

Kayvi langsung menggeleng dan berniat pergi tapi wanita itu memegang dadanya membuat laki-laki itu menggila dan menepis tangan itu dengan kasar.

"KAYVI!"

Kayvi terlonjak kaget, menoleh pada sumber suara. "Tuan Jennifer."

"Berani sekali kamu bersikap kasar pada kekasih saya, huh?"

Kayvi menggeleng. "Wanita ini yang menyentuh—"

"Mas Jennifer, sakit ...," adu wanita itu bergelayut manja pada Tuan Jennifer.

Kayvi berdecih melihat wajah dramatis itu. Semakin tak suka melihat Tuan Jennifer terlihat sangat perhatian.

Keysa.

Kayvi seketika ingat tujuannya masuk ke dalam rumah itu, kakinya dengan cepat melangkah menaiki tangga dan mengetuk pintu Keysa dengan tak sabaran. "Keysa buka pintunya."

Tidak ada jawaban dari dalam.

"Keysa sudah siap belum? Nanti kita telat sekolahnya."

Belum ada jawaban juga, ruangan itu sangat hening.

"Keysa?" Kayvi menjadi khawatir dan merogoh tasnya mengambil kunci, membuka pintu dengan begitu mudah. Napasnya memburu melihat Keysa meringkuk di kasur.

"Key?" Kayvi perlahan membalikkan Keysa, khawatirnya semakin menjadi  melihat Keysa yang sangat pucat dan semakin meringkuk. "Keysa kenapa?"

Dengan cepat ia memeluk Keysa, merasakan hawa panas dari gadis itu. Kayvi cepat-cepat berdiri, membungkus Keysa dan menggendong gadis itu dengan kedua tangannya.

Berjalan cepat keluar dan menuruni tangga, berdecih saat matanya menangkap Tuan Jennifer masih bermesraan dengan perempuan itu.

Tak peduli, Kayvi keluar dari rumah dan membawa Keysa masuk ke dalam mobil. Berlari ke kemudi, melajukan mobil dengan kecepatan lumayan tinggi, tetapi jalan macet dan ia semakin kesal saja. Melirik Keysa yang masih meringkuk dan menggigil kedinginan.

"Keysa, sadar hey!" Kayvi menepuk pipi Keysa dengan pelan, berusaha untuk menyadarkan Keysa yang sama sekali tak membuka mata sedari tadi.

Gadis itu hanya menggigil dan mengeram tanpa bergerak sedikit pun.

"Keysa, jangan buat aku khawatir. Bangun!"

Tit tit tit.

Kayvi kembali melajukan mobil, menyelip tak peduli dengan makian yang sudah dilancarkan pengendara lain padanya.

Erangan Keysa terdengar semakin kuat dan bergetar membuat Kayvi semakin khawatir dan meningkatkan laju mobilnya. Berhenti di depan rumah sakit dan langsung menggendong Keysa masuk.

"Suster, tolong!"

Beberapa perawat langsung mendorong brankar, Kayvi dengan cepat meletakkan Keysa di atas brankar dan ikut mendorong masuk ke dalam ruangan.

"Permisi."

"Dokter, dia ... dia Keysa. Sedari tadi dia menggigil kedinginan dan tidak sadar, tolong—"

"Dek, tenang dulu"

Kayvi di tarik keluar, menunggu dengan tidak sabar dan khawatir.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka.

Kayvi langsung menghampiri sang dokter. "Ada apa dengan Keysa?"

"Keysa mengalami overdosis obat, kami masih melakukan uji lab untuk mengetahui obat apa yang pasien konsumsi."

"Lalu bagaimana keadaannya sekarang? Dia baik-baik saja, 'kan?" tanya Kayvi semakin khawatir mendengar penjelasan sang dokter.

"Kondisinya sudah stabil namun masih belum sadarkan diri, ini biasa terjadi karena kemungkinan besar pasien mengkonsumsi obat tidur."

Kayvi bernapas lega. "Saya boleh masuk?"

"Perawat kami masih memeriksanya, silahkan lakukan administrasi terlebih dahulu."

Kayvi mengangguk dan berterima kasih. Melirik ke dalam dari kaca pintu membuatnya menghela napas panjang. "Key ...."

Kayvi menghela napasnya menatap Keysa yang masih belum sadarkan diri. Matanya berat ingin tidur tapi ia tidak bisa.

Sejak semalam ia tak bisa tidur sejak kepergian Keysa dari rumahnya, khawatir dan terus menunggu di sofa berharap Keysa akan masuk dengan wajah ketakutan dan ia akan senang hati memeluknya.

Seperti yang ia lakukan setiap kali Keysa di hukum.

Kayvi memilih membuka ponsel, berdecak melihat notifikasi yang masuk dan berita yang masuk pasti akan selalu membicarakan Keysa.

Satu situs yang membuatnya penasaran dan langsung membukanya.

Ditemukan dalam keadaan berdarah di dalam mobil, Tuan George dinyatakan meninggal sejak dua hari sebelumnya.

"Tuan George?" Ia membaca setiap artikel yang bersangkutan dan semakin penasaran.

"Ray ...."

Suara lirihan itu membuatnya mengalihkan perhatian.

"Keysa sudah sadar?"

"Sa-kit."

Kayvi mendekat, menggenggam tangan Keysa erat dan memberikan ciuman pada punggung tangan gadis itu. "Mana yang sakit, Key? Kasih tahu Kayvi."

Keysa menggeleng kecil, matanya mengerjap dengan sangat sayu dan pelan. Kayvi duduk di tepi bed, memberikan pijatan lembut pada kening Keysa.

Keysa memejamkan matanya lagi, sesekali ia meringis kecil dan mencengkram tangan Kayvi dengan lemah.

"Key ...."

Keysa tak menjawab, gadis itu masih memejamkan matanya.

"Jangan seperti ini lagi," lirih Kayvi.  "Aku sangat khawatir melihatmu seperti tadi," ucapnya lagi menatap Keysa yang sudah mulai membuka matanya.

"Kenapa denganku?" tanya Keysa dengan lemah.

"Keysa tidak sadarkan diri tadi."

Keysa tersenyum kecil, bergerak ingin duduk dan dengan gesit Kayvi langsung menaikkan sandaran bed. Meletakkan bantal di belakang punggung Keysa.

"Terima kasih," ucap Keysa dengan senyum kecil.

"Aku bertanggungjawab jika Keysa sakit, ini salahku, Key, aku tidak seharusnya membiarkanmu pulang."

"Kalau Keysa gak pulang, Kayvi akan kehilangan pekerjaan," lirih Keysa masih dengan senyumnya.

"Key—"

"Kayvi mungkin tidak papa kehilangan pekerjaan tapi Keysa gak bisa, Kayvi. Keysa gak mau kehilangan—"

"Key, kalau pun aku di pecat. Aku akan terus menemanimu," ucap Kayvi menyakinkan.

"Mama dan papa tidak akan membiarkanku bertemu denganmu lagi."

Kayvi menghela napasnya, mendekat pada Keysa menarik gadis itu ke pelukannya. "Keysa harus cepat sembuh, ya, biar bisa sekolah lagi."

Keysa mengangguk, tersenyum menikmati tepukan pada kepala belakangnya. Bersandar pada dada bidang Kayvi dan kembali memejamkan matanya. "Kayvi."

Kayvi berdehem pelan.

"Kayvi tau arti kata halcyon?"

"Suasana tenang dan damai. Itu kata yang paling Keysa sukai, 'kan?"

Keysa mengangguk. "Aku merasakannya sekarang."

"Baguslah, aku senang mendengarnya."

"Permisi."

Keduanya langsung berpisah karena suara itu.

"Nona Keysa, waktunya nona sarapan," ucap seorang perawat yang membawa nampan.

Kayvi mengambil alih nampan itu dan berterima kasih. "Permisi," lirihnya saat melihat perawat itu ingin pergi.  

Perawat itu kembali berbalik dan tersenyum pada Kayvi yang mendekatinya.

"Apa yang anda lihat tadi, tolong rahasiakan. Saya hanya ingin menenangkan Keysa, kami tidak memiliki hubungan—"

"Tenang saja Tuan Kayvi, rumah sakit kami merahasiakan hal pribadi pasien," ucap perawat itu dengan senyum.

Kayvi balas tersenyum dan membungkuk kecil. "Terima kasih."

"Saya permisi." pamit perawat itu pergi.

Kayvi berbalik dan kembali duduk di tepi kasur. "Keysa makan dulu, ya."

"Ah, Keysa sangat lapar. Aaa ...." Keysa membuka mulutnya lebar.

Dengan senang hati Kayvi menyuapkan makanan, tersenyum melihat Keysa yang makan dengan sangat lahap.

***

"Ter."

Ester langsung mendongak melirik temannya yang menunjuk pintu, terkejut melihat Rayhan yang sudah berdiri di ambang pintu. Cepat-cepat ia membereskan peralatan tulisnya, membawa buku menghampiri Rayhan yang langsung berdiri tegak.

"Ke kantin sekarang?"

Ester mengangguk kecil.

Tangan Rayhan melingkar di bahu Ester yang terkejut, merangkul dan membawanya menuruni tangga khusus perempuan.

Ester hanya diam membaca bukunya, walau hatinya berperang untuk menyingkirkan tangan kekasihnya yang memainkan rambutnya. Jantungnya seketika berdebar dan tegang saat Rayhan menciumnya.

"Ray ...."

"Apa?"

"Banyak yang lihat."

Rayhan mengerutkan keningnya, semakin menarik Ester merapat padanya. "Mereka punya mata."

"Malu, Ray—"

"Kamu malu jalan sama aku?"

Ester langsung menggeleng namun Rayhan sudah lebih dulu merajuk menurunkan tangannya, berjalan di depan Ester. "Bukan gitu, Ray."

"Udahlah, maksud kamu gitu! Aku tahu kamu selalu malu jalan—"

"Yaudah nih, hah, lakuin aja sesuka kamu," pasrah Ester. 

Keduanya berjalan beriringan lagi, Rayhan kembali merangkul Ester hingga mereka sampai di kantin sekolah membuat Ester mengerut.

"Kita di sini?"

Rayhan mengangguk, menarik kursi untuk Ester dan memaksa untuk duduk. "Pesan apa?"

"Kamu aja yang makan."

"Diet lagi?"

Ester mengangguk kecil.

"Oke, bakso!"

Berdecak melihat Rayhan sudah pergi memesan.

"Itu yang namanya Rayhan."

"Mimpi apa gue semalam bisa ketemu Rayhan di kantin?"

"Hy Rayhan."

"Kak Rayhan ganteng, ya."

Ester kembali berdecak mendengar bisik-bisik itu. Memilih fokus pada bukunya namun tak bisa. "Ah, gue bisa cium masalah bakal datang." Ia menggeleng, mengacak rambutnya kesal.

"Makan."

Ester menatap mangkok berisi bakso, memasang wajah memelasnya pada Rayhan.

"Makan!"

"Ray," mohon Ester.

"Gak usah diet-diet lagi, kamu udah perfect."

"Tapi Ray—"

"Apa? Kamu mau jadi model? Kamu makan banyak juga gak akan gendut, udah makan aja."

Ester mencebikkan bibirnya, pasrah melihat Rayhan yang menuangkan saos dan kecap pada mangkoknya.

"Udah enak, makan!" Perintah Rayhan.

Dengan berat hati ia mengambil sendok dan mulai makan. Sesekali matanya melirik pada Rayhan yang makan sangat fokus.

"Aku di sini, gak usah dilirik terus."

Ester langsung fokus lagi pada baksonya.

"Kita boleh gabung?"

Mendongak, Ester membelak melihat Albi yang langsung duduk dan merangkul Rayhan. Was-was sendiri melihat kekasihnya itu yang sudah melirik tangan yang mendarat di bahu. 

"Tangan lo!"

"Ups, santai aja, Mas." Albi tertawa dan menjauhkan tangannya. "Ter."

"Apa?"

"Menurut lo, kenapa Keysa sama Kayvi gak masuk?" tanya Albi dengan wajah serius.

Ester berdecak mendengar pertanyaan itu, melirik Rayhan yang sudah memegang sendok dengan erat membuatnya semakin kesal pada Albi. "Gak tau."

"Kayvi gak ada kasih tau lo?"

Brak!

Ester menghela napasnya. "Gue udah firasat," lirihnya menunduk.

"Lo ngapain nanya Kayvi sama cewek gue, huh?"

Albi malah tertawa dan mengangkat tangannya seperti tersangka.

"Santai aja, Ray, gue nanya karena Ester sekretaris kelas. Ya kali gue tanya lo kan, emang lo—"

"Bacot!" Rayhan keluar dari kursinya dan menarik Ester pergi.

"Cowok PMS."

"Gimana dong? Keysa belum ada kabar lagi" Aletta mulai resah, menopang dagunya dengan malas.

"Telpon, siapa tau udah bisa."

"Lo aja deh, gue lapar." Aletta menarik mangkok Ester, tak pikir panjang untuk menyicip, menambahkan saos dan mulai makan.

"Al, telpon Keysa," perintah Anetta.

"Gue lagi?" Albi menunjuk dirinya dengan wajah protes.

"Terus siapa lagi? Cuma lo berdua yang deket sama Keysa."

Albi berdecak melihat Aletta yang makan dengan lahap, adiknya itu bahkan mengambil kerupuk sebagai pelengkap.

"Cepet, Al, lihat Aletta masih bisa besok-besok."

Albi mendelik.

Aletta mengangkat kepalanya melihat Albi. "Lo suka sama gue?"

"Najis!" Albi dengan cepat merogoh kantong dan menelpon Keysa. 

"Halo?" sapa dari seberang.

"Key, ini gue Albi."

"Iya, aku tau. Kenapa Albi?"

"Lo di mana sekarang? Kenapa gak masuk sekolah?"

"Aku ada urusan."

"Urusan apa?"

"Maaf, aku gak bisa kasih tahu."

Anetta dengan cepat mengambil ponsel Albi dan memberikannya pada Aletta. "Lacak!"

Albi mengerti dan mengambil ponsel Anetta.

"Key, gue kangen sama lo," dramatis Aletta.

"Huek!"

Aletta menatap Albi tajam, hampir melempar sendoknya karena wajah tengil itu.

"Dapat."

"Yaudah, lo cepat sekolah lagi, ya."

Memutuskan panggilan, ketiganya merapat menunggu loading. Saat sudah mendapat lokasi Keysa, ketiganya mengerut dan saling menatap. "Rumah sakit."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status