"Ada apa Ayah?" Alia bertanya seraya merapikan rambutnya yang acak-acakan.
"Calon suamimu datang, ayo temui dia!"
Alia memutar bola matanya. Ia kesal, jam tidur nikmatnya diganggu oleh seorang yang tak pernah ia cintai. Siapa lagi kalau bukan Hendri, pemuda yang tampan dan berkharisma serta memiliki kekayaan dan kekuasaan tak mampu membuat hati Alia bergetar sedikitpun.
"Hem, ada apa?" Alia merenggut kesal. Hendri tak henti-henti menganggunya.
"Aku ingin mengajakmu ke proyek properti milikku."
Alia malas mendengarkan ucapan sang pria tampan tersebut.
"Alia," Hendri melambaikan tangan ke wajah Alia. Alia sedikit terkejut dengan lambaian tangan Hendri.
"Kau tidak fokus dengan apa yang aku bicarakan?!" tanya Hendri membentak. Alia benar-benar terkejut sekali. Sang pria pilihan ayahnya ternyata emosional. Alia murung membuat Hendri sedikit menyadari nada tinggi ucapannya.
"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan," kata Hendri melunak dari sebelumnya. Alia melihat penuh selidik. Kemudian, Alia menganguk setuju.
"Kau ingin kita kemana?" tanya Hendri ketika mereka sudah berada di mobil. Alia masih melihat jalan raya tak ingin menatap wajah dingin Hendri.
"Hei!" Hendri sudah tak dapat menahan diri. Ia selalu dicueki. Ia kembali membentak Alia. Alia menoleh dengan wajah penuh amarah.
"Kita ke latihan menembak," katanya ketus. Hendri tersenyum tipis. Rahang tegasnya, tubuh tegap dan putih mulusnya membuat banyak wanita tergila-gila padanya tapi masih menjadi misteri mengapa Hendri sangat menyukai Alia.
Sesampainya di tempat latihan menembak. Wajah Alia sangat cerah, tak sedingin tadi ketika ia bersama Hendri.
"Hei David," sapa Alia.
"Hei Alia," sapa David kembali.
Mereka melakukan tos tapi Hendri terheran dengan tos yang dilakukan David dan Alia. Yang Hendri tahu selama ini mengenai Alia adalah Alia merupakan wanita yang lemah dan polos tapi mengapa Alia mengetahui tos anak gaul?
David memberikan senjata pistol kepada Alia. David memulai membidik sasaran dan tembakannya tepat pada sasaran. Alia memberikan tepuk tangan keras kecuali Hendri. Ia merasa jauh lebih hebat dibandingkan David. David tersenyum tipis dan memberikan pistol tersebut kepada Hendri.
Alia ingin memulai menembak tapi ia mengurungkan niatnya. Ia ingin tahu seberapa hebat seorang Hendri. Sedari tadi Hendri terlihat angkuh dengan membusungkan dadanya. Terlihat keren sih.
Hendri membidik sasaran dengan gaya sedikit angkuh dan wajah penuh meremehkan kepada David.
Dor!
Tembakan meleset. Hendri tertawa untuk menutupi rasa malu pada dirinya yang sudah angkuh terlebih dulu.
"Itu baru pemanasan," katanya angkuh kembali.
Alia dan David saling pandang. Alia sudah menerka bahwa yang kedua kali pasti meleset.
Dor!
Dan benar saja yang kedua meleset. Hingga Hendri menembak beberapa kali dan hasilnya tetap sama tak ada satupun yang mengenai sasaran. Hendri melempar pistol tersebut dan menghancurkannya.
"Hei, memangnya kau siapa beraninya menghancurkan pistol itu?" Kesal David murka sambil mencengkram baju Hendri.
Hendri kesal. Ia melepaskan cengkraman David dan mengatakan, "Bajuku edisi terbatas," katanya kesal. "Berapa nomor rekeningmu. Aku akan mentransfer uang biaya kerugian atas pistol itu," ucapnya penuh keangkuhan.
"Ini,"
Hendri langsung membayar cash kerugian yang telah ia lakukan. Upaya menunjukkan betapa Hendri benar-benar kaya. Tapi Alia sepertinya tidak tertarik bahkan semakin tidak menyukai.
Alia mengambil pistol kemudian membidik pada sasaran.
Dor!
Satu tembakan mengenai sasaran. Hendri mengucek matanya tiga kali karena tak percaya.
Dor!
Lagi-lagi tembakan Alia tepat sasaran.
Dor!
Untuk yang ketiga kalinya tembakan Alia tepat sasaran. Mental Hendri menciut seletika sedangkan David memberikan tepuk tangan keras penuh penghormatan pada Alia yang memiliki bakat luar biasa dalam menembak. Jika ayahnya Alia dulu mengijinkan Alia sekolah akademi kepolisian mungkin Alia sudah menjadi polisi wanita yang andal.
Bakat Alia yang hebat, seperti sebuah penghinaan untuk Hendri. Hendri langsung menarik Alia keluar dari tempat latihan menembak tersebut. Ia melakukan dengan kasar. David tak bisa berbuat banyak. Ia tahu siapa Hendri pria berdarah dingin.
Mobil kini menuju proyek properti milik Hendri. Suasana yang membosankan dimana Alia harus mendengarkan setiap kesombongan Hendri atas pencapaiannya yang tidak lain dibantu oleh orang taunya.
Setelah pulang dari Rumah Dilah, Reno merasa kesal. Hatinya hancur karena gagal menikah dengan pujaan hatinya. Reno berjalan mendekati anak buahnya yang seram dan berotot."Kalian semua, cari calon istriku sampai ketemu, jika kalian bertemu pemuda yang bersama calon istriku bunuh saja dia," amarah Reno menggelegar. Hatinya hancur, kepalanya mendidih. Ia benar-benar murka pada pemuda yang menculik Dilah."Baik Bos," mereka menunduk dan berpencar untuk mencari Dilah.Reno mengacak-acak rambutnya kesal. Ia menendang angin sangkin kesalnya."Lelah sekali aku mencarimu sayang, semoga kau baik-baik saja. Pemuda itu harus mati di tanganku." gumam Reno dengan senyum iblis miliknya.Reno keluar dari rumah mencari sesorang untuk di bunuh untuk menghilangkan rasa kesal."Ini Bos, laki-laki tua yang tak mau membayar utang," lapor anak buah Reno.SreeettttReno menyayat laki-laki paruh baya tersebut dengan ganas. Setelah puas membunuh, ia pergi ke
Di kediaman Darma, Darma sedang duduk dikursi kebesarannya bak seorang raja. Tiba-tiba rasa santainya dikejutkan dengan laporan anak buahnya."Tuan Darma, saya telah menyelidiki Franz ternyata dia menyamar menjadi Ali." suara anak buah Darma pelan. Ia berposisi berjongkok dan menunduk hormat."Berita yang membosankan sudah sana pergi!" teriak Darma menggelegar membuat seisi rumah mendengarnya."Tuan, saya belum selesai bicara." ucap anak buah Darma dengan keringat dingin di tubuhnya."Katakanlah!" teriak Darma dengan intonasi yang lebih kuat dari sebelumnya. Membuat anak buah Darma bernyali ciut. Ia hanya terdiam karena merasakan ketakutan."Katakan!" suara Darma semakin kuat, ia seperti singa yang ingin menerkam rusa."Anak Tuan yang bernama Franz menculik putri Menir rival abadi Tuan," suara gugup, ia bahkan tak berani melihat Tuannya."Apa! Franz jadi penculik?" tanya Darma sambil bangkit dari kursi kebesaraannya. Mungkin inilah berita te
Menir mendatangi kediaman calon menantunya. Ia tergesa-gesa membawa berita buruk tentang tebusan 100 juta.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" suara Reno mencekam."Ini Bapak Reno," suara Menir lesu ia takut sekali akan terjadi sesuatu pada Dilah anak semata wayangnya."Ada apa?" tanya Reno dingin."Penculik meminta 100 juta sebagai uang tebusan." ucap Menir ketakutan."Apa?" teriak Reno dan melempar secangkir kopi yang barusan ia minum kesembarang arah."Iya Reno, penculiknya sangat berani." ucap Menir gemetaran."Sebenarnya ingin sekali kau kubunuh Menir. Tapi karena rasa cintaku pada Dilah membuatku mengurungkan niatku. Ini semua karena dirimu Menir, seandainya saja kau memberi gaji dan pesagon pada pemuda itu pasti semua ini tak akan terjadi." suara Reno berteriak pada Menir. Tanpa rasa sopan ia berkata sekeras itu pada orang tua yang seharusnya dihormati."Maafkan saya Nak Reno, saya akan membawa putriku untukmu." suara Menir t
Di malam hati Dilah duduk di tempat tidur. Kemudian telepon selulernya berbunyi."Hallo Dilah," ucap Fina yang mulai khawatir karena mendengar isu Dilah diculik."Iya Fina," senyum girang mendapat telepon dari sahabatnya."Kau diculik ya?" tanya Fina dengan nada takut-takut."Hahaha, tidak, justru aku yang menculiknya," tawa Dilah mengungkapkan kata-katanya tadi."Apa! Yang benar saja?" tanya Fina, Fina terdengar menelan ludah."Iya aku serius," ucap Dilah sambil tertawa kecil."Kau baik-baik saja?" tanya Fina yang masih tak percaya.Apakah orang yang diculik sesenang ini? Batin Fina."Iya aku baik-baik saja, penculikku eh maksudnya orang yang aku culik memperlakukanku dengan baik." ucap Dilah tanpa rasa malu."Bagus kalau begitu. Lebih baik kau menikah saja dengan pemuda itu," ucap Fina menggoda."Ah, aku tak suka pemuda yang polos seperti dia. Aku anak mafia, aku ingin memiliki pendamping hidupku yang kuat." u
Itu mereka!" teriak Reno pada Menir membuat Franz dan Dilah terkejut."Aku sudah tak kuat berlari Ali, jika kau ingin selamat, pergilah!" ujar Dilah sambil memegangi kakinya.Franz tak tega meninggalkan Dilah di hutan. Ia gendong Dilah dipungungnya dan berlari tanpa arah.Setelah melewati hutan yang cukup dalam mereka melihat sebuah perkampungan. Terlihat orang-orang kampung tampak ramah dan baik menyambut orang baru."Itu istrinya kenapa di gendong?" tanya ibu paruh baya yang membawa sayur-sayuran yang disunggih di kepalanya.Istri, aku belum menikah. Franz"Dia lelah Bu," senyum Franz, terlihat Dilah memejamkan matanya dan bersandar di bahu Franz."Bagaimana kalau kalian ke rumah ibu? Kebetulan rumah ibu tak jauh dari sini." senyum ibu tersebut ramah. Ia benar-benar ibu yang berhati baik.Setelah sampai rumah, Franz membaringkan Dilah di tempat tidur yang terbuat dari kaya. Rumah Ibu tersebut sederhana, rumah panggung yang dibuat dar
Jam sudah larut malam, mereka masih belum bisa tidur. Hati mereka benar-benar was-was."Ali!" panggil Dilah dengan raut wajah khawatir."Apa Nona?" ucap Franz pelan agar tak terdengar oleh ibu Yulia kebohongan mereka."Besok kita harus pergi dari sini," ujar Dilah masih khawatir."Kenapa?" Ali mengernyitkan dahi pertanda bingung."Aku takut Ibu Yulia dapat masalah karena kita. Ayahku pasti melakukan penyelidikan. Bisa saja mereka tahu keberadaan kita disini dan membunuh Ibu Yulia karena telah menyembunyikan kita." ujar Dilah, ia meremas tangannya begitu khawatir tentang keadaan Ibu Yulia."Iya, besok kita harus pergi dari sini. Kita akan mendapatkan perlindungan dari ayahku." ujar Franz pasrah.Berarti besok adalah waktunya kau mengetahui siapa aku sebenarnya. Franz"Ya sudah, ayo tidur!" ajak Dilah untuk tidur."Bersamamu, di tempat tidur ini?" goda Franz sambil menaikkan alisnya."Ya bukanlah, kau tidur di bawah. Kalau ka
Dilah dan Franz meninggalkan desa tersebut. Mereka merasa tak aman bila terus berada di desa tersebut. Dan benar saja, Franz dan Dilah melihat mobil Reno dan Menir yang masuk ke desa tersebut."Ayo cari Dilah dan pemuda itu!" teriak Reno pada anak buahnya.Mendengar hal itu Dilah dan Franz bersembunyi dibalik pohon. Harap-harap mereka tak ketahuan. Bisa habis nyawa mereka di tangan Reno."Hei, Pak tua! Apakah kau melihat orang baru masuk kesini?" tanya Reno dengan mata melotot tajam."Iy, iya Nak," jawab pria paruh baya dengan gagap."Dimana mereka?" tanya Reno berteriak kencang membuat pak tua tersebut menciut."Di rumah Ibu Yulia," ucap pria paruh baya tersebut dan langsung pergi."Ohh... Disana kalian, sudah tak sabar rasanya untuk menguliti mereka." ujar Reno dengan nada semangat.Reno dan anak buahnya menuju rumah ibu Yulia.Tok! Tok! Tok!Reno mengetuk pintu dengan kuat. Cepat-cepat ibu Yulia membukanya. Ia pikir ada
"Mungkin Nona salah dengar," ucap Ali berkilah, ia melirik pak tua tersebut dan memberi kode dari matanya agar pak tua itu segera pergi. Pak tua tersebut mengangguk paham dan langsung pergi.Dilah masih saja heran, setiap kali orang melihat dirinya dan Ali (Franz) semua orang menunduk hormat. Sampai akhirnya mereka menuju rumah besar dan mewah. Ada banyak penjaga berpakaian rapi seperti pekerja kantor hanya saja mereka bukan bekerja di sebuah kantor tapi sebagai penjaga rumah. Melihat ada Franz mereka menunduk hormat, agar Dilah tak penasaran Franz ikut-ikutan menunduk. Dilah juga melakukan hal yang sama dengan Franz.Tak biasanya Tuan Franz menunduk hormat? Batin penjaga bingung."Orang disini sopan sekali ya, padahal kita orang baru disini." Dilah merasa takjub, ia belum menyadari orang yang bersama dirinya adalah Franz."Ayo kita masuk!" Franz menggengam tangan Dilah untuk masuk ke rumah yang terbilang mewah. Rumah ini sangat menonjol di bandingkan rumah-r