“Kau atau siapapun dirumah ini adalah pelayanku, aku pemilik rumah ini, aku bisa saja dengan mudah mengusirmu dari sini! Dan tidak ada seorangpun yang bisa membantahku, kau mengerti!” Manik mata pria itu yang hitam pekat dan garis wajah yang tegas berada di depan Arlin mencoba memberi tekanan pada gadis itu.
Dengan intimidasi yang diterimanya dan ketakutan yang seolah disembunyikan, Arlin menatap balik Vardyn dengan tatapan tidak suka dan wajah terpaksa mengiyakan.“Sekarang kau yang buatkan aku teh dan bukan mbok Min, apa kau paham kata-kataku!” ujar Vardyn dengan nada menyeramkan.Arlin yang akhirnya tidak kuat dengan aura menakutkan itu akhirnya memilih mengalah dan beranjak dari hadapan Vardyn dengan diam penuh kekesalan.Gadis itu menuju kitchen set dan mulai membuat teh. Setelah selesai ia menghidangkannya di depan Vardyn tanpa berkata sepatah katapun.Teh panas yang masih mengepul, dengan aroma teh melati yang khas, sekejap membuat perasaan Vardyn sedikit tenang dengan aroma teh tersebut.Sudah lama pria itu tidak dilayani oleh seseorang yang sepantasnya melayaninya, ya karena istrinya sudah tidak lagi melayani dirinya sebagai seorang suami.Arlin melangkah akan meninggalkan Vardyn dengan teh panasnya, tetapi pria itu lagi-lagi membuatnya menghentikan langkah gadis itu.“Mau kemana kau?!” ucap Vardyn tanpa menoleh kearah Arlin.“Mau ke kamarku” ucap Arlin.“Duduk!” perintah Vardyn.“Tapi aku sudah selesai membu- … ““Aku bilang duduk!” Vardyn mengulang kata-katanya.Arlin menghela nafas dan kekesalan yang mengendap, akhirnya melangkah kearah Vardyn dengan perlahan.“Aku harus duduk dimana?” tanya Arlin ketus bercampur takut menahan kesalnya.Vardyn mengisyaratkan kepada Arlin untuk duduk di kursi yang paling dekat dengannya.Arlin duduk perlahan tanpa bersuara.Atmosfer suasana saat itu sangat tidak menyenangkan. Arlin yang hanya diam tak tahu harus melakukan apa. Begitu pula dengan Vardyn yang justru acuh dengan perintahnya tadi, seolah hanya sendirian, pria itu menikmati tehnya yang mulai hangat tanpa mengeluarkan kata-kata.“Kenapa aku harus disini tuan?” akhirnya Arlin tidak tahan dengan kesunyian yang menyiksa itu.“Kau menemaniku minum teh” ucap Vardyn dengan santainya.“Tapi bukankah anda bi- …” lagi-lagi Arlin tidak bisa menyempurnakan kata-katanya.“Aku hanya minta kau disini dan bukannya berbicara!”Arlin langsung membungkam bibirnya yang mungil, seolah geramnya tersumbat dan menggolak di dalam dirinya.‘Apa-apaan pria ini, seenaknya saja memerintahku’ gumam Arlin dengan alis indahnya yang sedikit mengerut.Arlin tertunduk sambil memainkan jemarinya, karena ia tak tahu sampai kapan akan menemani pria menyebalkan di meja makan itu.Tanpa sengaja Arlin mengangkat wajahnya dan mendapati pria itu tengah memandang kearahnya. Entah sejak kapan pria itu melihat kearahnya.Arlin yang merasa canggung akhirnya menunduk kembali mengalihkan pandangannya.“Berapa kau di gaji istriku?” akhirnya sebuah pertanyaan mencuat dari bibir Vardyn.“Tiga juta sebulan” jawab Arlin yang hanya melirikan manik kecoklatan miliknya dari matanya yang indah kearah Vardyn.“Tiga juta?, lumayan untuk ukuran perawat yang hanya melayani wanita pesakitan”“Apa anda tidak pernah memikirkan nyonya Melinda sama sekali tuan?!” tiba-tiba mucul kalimat tersebut dari bibir Arlin.“Kau tahu apa, perawat?” Vardyn meneguk tehnya hingga habis, kemudian pria itu berdiri.“Aku sudah selesai, kau boleh kembali ke kamarmu” perintahnya lagi sambil menggeser kursinya dan melangkah pergi.Tapi justru Arlin tidak beranjak dari kursi itu, dan hanya memandang punggung Vardyn yang semakin menjauh pergi meninggalkannya sendirian di meja makan.‘Ugh!, pria itu sangat menyebalkan!’ gerutunya dengan pandangan sinis kearah Vardyn.Arlin yang sudah akan melangkah naik keatas tangga, sejenak ia berfikir …‘Pria galak itu tadi ke kamar atas, berati aku berada di lantai yang sama dengannya. Akh! Kenapa dia harus tidur di kamar atas. Huuft … sabar, ini tidak akan lama Arlin, aku hanya harus sabar untuk beberapa hari saja’ pikirannya berkecambuk.Pagi menjelang, matahari hangat menembus gorden besar di kamar Melinda.Arlin tengah menyiapkan sarapan, susu hangat dan beberapa obat di nakas samping ranjang Melinda.Wanita itu masih tertutup selimutnya seolah malas membuka matanya.“Nyonya, sudah pagi. Setelah sarapan jadwal anda adalah terapi di taman belakang” ucap Arlin lembut sambil mengelus lengan atas Melinda. Gadis itu duduk di sisi ranjang.“Hmm, iya. Apa laki-laki itu sudah bangun?” tanya Melinda dengan kelopak mata yang masih setengah terbuka.“Aku belum melihatnya nyonya, tapi sepertinya belum” ucap Arlin sambil membereskan beberapa gelas yang ada di nakas.“Aku akan kembali sebentar lagi nyonya. Buburnya sudah kusiapkan disini” ucap gadis berambut indah itu, kemudian ia keluar kamar dengan membawa gelas kotor di tangannya.Arlin menuju dapur dan berpapasan dengan mbok Min yang tengah merapihkan meja makan.“Mbok, untuk siapa piring ini?, nyonya sudah kusiapkan sarapan dan susu di kamarnya” ucap Arlin yang menatap meja makan dengan piring dan gelas kosong yang tertata rapih.“Untuk tuan Vardyn non. Oiya non, kemarin mbok lihat non dimarahin ya sama tuan Vardyn, sabar ya non, kalau gak kuat-kuat mah kita bisa stress ngadepin dia” ucap mbok Min sambil setengah berbisik.Arlin hanya menyibakan senyumnya.“Bukan dimarahin kok mbok, gak apa, saya masih sabar kok” ucap Arlin terkesan tenang.Beberapa saat kemudian, seorang pelayan lain menghampiri mereka.“Non Arlin, di panggil tuan Vardyn. Katanya non disuruh membereskan meja kerja tuan” ucap pelayan tersebut.“Hah? Bukannya kemarin kamar dan meja kerja tuan Vardyn sudah beres semua?” ucap mbok Min dengan alis mengerut.“Aku juga gak ngerti mbok, tapi barusan tuan Vardyn menyuruhku begitu” ucap pelayan wanita itu lagi.“Yasudah mbok gak apa, aku coba kesana dulu, mungkin mejanya sudah dipakai tuan jadi berantakan lagi” ucap Arlin yang berusaha tenang walaupun batinnya sedikit geram sekaligus takut, mau apa sebenaranya tuan rumah yang menyebalkan itu.Dengan langkah hati-hati Arlin mendekati pintu ruang kerja Vardyn yang sedikit terbuka.Arlin menyentuh perlahan pintu tersebut dan membukanya.Ketika kepalanya menyembul masuk kedalam ruang kerja tersebut, ternyata di dalam ruangan tersebut Vardyn tengah berdiri di depan jendela, melihat kearah luar jendela sambil melipat tangannya di dada.“Permisi tuan, anda memanggilku?” tanya Arlin yang pura-pura belum mengetahui perihal pemanggilannya kesana.Vardyn menoleh sesaat kearah Arlin dan kembali memandang kearah luar jendela.”Hmm, rapihkan meja kerjaku!” perintah Vardyn kepada Arlin.“Maaf tuan, sudah kubilang aku adalah perawat nyonya Melinda dan bukan pelayan. Aku akan meminta pelayan lain untuk membereskan meja kerja tuan, permisi”“Tunggu!. Siapa yang menyuruhmu keluar!” Suara Vardyn yang sedikit menggelegar mengejutkan Arlin dan menghentikannya melangkah.Vardyn dengan langkah berat mendekati Arlin yang lagi-lagi merasakan aura tekanan intimidasi.“Kalau aku ingin pelayan lain membereskan mejaku sudah kulakukan dari tadi”“Aku-mau-kau-yang-membereskannya!, Kau paham!” dengan kalimat sangat jelas Vardyn menjelaskan sambil menarik lengan Arlin sehingga tubuh gadis itu mendekat kearahnya dan pria itu menatap tajam mata Arlin dengan intens.Mata Arlin berbinar dan membulat menatap manik mata pria di depannya, wajah gadis itu agak mendongak keatas karena tubuhnya lebih mungil dibanding tubuh pria kekar di depannya dan tinggi kepalanya hanya sebatas leher pria itu, kini ketakutannya tidak bisa lagi disembunyikan.Arlin diam dengan ketakutan yang menyebar keseluruh tubuhnya.“Kau berada dirumahku, berarti kau juga pelayanku!” ujar Vardyn sambil melepaskan cengkraman tangannya di lengan Arlin.Dengan tangis tertahan yang hampir tumpah, Arlin beranjak ke meja kerja tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.Dengan keterpaksaan dan kekesalan yang sangat, Arlin membereskan dok
Di dapur, Arlin mendapati mbok Min tengah membantu seorang pelayan memasak sebuah hidangan yang beda dari biasanya.“Masak apa mba?” tanya Arlin setelah beberapa saat yang lalu meletakkan pakaian kotor kedalam mesin cuci baju.“Ini non, menu spesial buat tuan Vardyn. Katanya dia mau masakan yang enak. Haduh non, kita ini kalau sudah diminta tuan untuk masak suka deg-degan, takut …” ucap pelayan yang biasa memasak di rumah tersebut yang tengah mengaduk-aduk masakannya.“Memangnya kenapa mba?, kok takut?” tanya Arlin dengan alis mengerut.“Ya soalnya kalau nda cocok sama lidah tuan, bisa-bisa kita kena damprat, hiii ngeri” ucap pelayan wanita itu sambil bergidik sendiri.“Hahaha, mba ini … ya kalau tidak enak di lidah tuan kita-kita saja yang makan” canda Arlin.“Ih non Arlin sih belum tau kelakuan tuan, tuan itu kalau sudah tidak suka maunya marah-marah”“Ya namanya juga Bos mba, wajarlah kalau sering marah-marah. Yaudah
Hari terakhir di rumah Melinda sebelum kepergian Arlin,Saat itu Vardyn tengah keluar untuk menemui relasi bisnis nya. Arlin akan berpamitan pada Melinda, tapi bersamaan dengan itu, seorang pria tinggi besar dan lumayan tampan menghampiri rumah besar itu.Arlin yang sudah berada di halaman depan yang telah siap dengan koper dan tas besarnya melihat dan berpapasan dengan pria itu, kemudian pria itu juga menatap Arlin agak lama.“Apa Melinda ada?, katakan padanya aku Fedri” tanyanya pada Arlin.“Ya, ada tuan, sebentar” ucap Arlin yang kemudian melangkah lagi ke dalam rumah.“Nyonya, ada seorang pria di depan ingin bertemu anda, namanya Fedri” ucap Arlin.Paras Melinda spontan berubah.“Fedri …” seolah melihat sebuah harapan, Melinda bersemangat dengan raut wajah yang sangat senang juga menyiratkan kebingungan.“S-suruh dia masuk Arlin, Arlin … terimakasih untuk semuanya” ucap Melinda.“Baik nyonya, oya, aku sekalian pamit nyonya, aku permisi” ucap Arlin untuk terakhirnya di rumah itu.Ar
"Um, apa aku harus berbicara berdiri seperti ini?" tukas Fedri.Arlin menghela nafas sesaat.“Hmm,baiklah, masuklah, tapi tolong sebentar saja ya tuan” ucap Arlin yang akhirnya mempersilahkan Fedri masuk.“Silahkan duduk” Arlin mempersilahkan Fedri duduk di sofa sederhana di rumah sewa yang juga sederhana.“Begini, apa kau tidak bisa kembali merawat nyonya Melinda?, dia sepertinya sedikit stress dengan kelakuan suaminya, sebaiknya ada seseorang yang bisa menghiburnya”Ucap Fedri dengan kedua lengan bertumpu pada lututnya.“Maaf tuan, tapi aku sudah memutuskan untuk tidak kembali kesana selama suami nyonya Melinda ada disana” ucap Arlin.“Hah?, apa itu berarti kau bermasalah dengan suami Melinda?” wajah Fedri tiba-tiba serius.“Ah, bukan, bukan seperti itu, tapi aku hanya tidak kuat dengan sikap tuan Vardyn, karenanya aku memutuskan untuk berhenti dari sana”“Benar dugaanku, ini semua pasti karena pria brengsek itu” geram Ferdi.“Tapi, ini juga tidak sepenuhnya salah tuan Vardyn, karena
Beberapa hari kemudian,“Duduklah nak. Siapa namamu tadi?” tanya seorang wanita tua, berambut coklat bercampur putih perak karena uban yang hampir merata menebar di rambutnya.“Aku Arlin nyonya” jawab gadis cantik berparas lembut itu yang tengah duduk di kursi kayu jati berukiran indah.“Ah ya, nak Arlin. Aku cuma punya tiga orang disini, supir pribadi, tukang kebun dan pelayan yang bertugas bersih-bersih. Jadi selebihnya adalah tugasmu, bagaimana nak Arlin? Apa kau sanggup dengan pekerjaan ini?” ucap wanita tua yang di kenal dengan sebutan nyonya Rubby.“Apa memasak termasuk pekerjaanku nyonya?” tanya Arlin memastikan.“Ya jika kau sanggup, karena selama ini aku hanya membeli makanan dari luar, kalau kau bisa memasak itu lebih bagus”“Baiklah, aku akan coba untuk mengerjakan sesuai kemampuanku nyonya”“Baiklah, terimakasih nak”“Oya nyonya, apa anda tinggal hanya sendirian?, maksudku apa anda memiliki keluarga yang lain?”“Suamiku sudah lama meninggal, dan aku memiliki seorang putra,
Jericho terus mencari gadis itu, sampai ia menemukannya, ternyata gadis itu sedang memberi makan kucing liar di kebun belakang, karena kebun belakang bisa di lalui dari pintu dapur.Arlin berjongkok memberi makan kucing di kebun belakang tersebut. Kemudian ia berdiri dan ketika membalik badan, jantungnya serasa copot, nafasnya seolah berhenti sejenak, matanya yang indah membulat sempurna.Seorang pria yang ia kenal, dengan sangat tiba-tiba menyergapnya sambil menutup mulut Arlin dengan telapak tangannya yang kokoh.Tangan sebelah pria itu menahan kepala Arlin dari belakang.Arlin tidak mampu berteriak. Mata gadis itu terlihat tegang membulat dan menyiratkan keterkejutan, ketika pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Arlin dengan mulut gadis itu yang masih tersumbat telapak tangan kokoh pria itu.“Ssst!!, jangan berisik! Aku mau kau diam!” ucap pria itu dengan suara sedikit pelan.Dengan perlahan pria itu melepaskan tangannya dari mulut Arlin.“Kita bertemu lagi -pelayan-, sekarang kau
“Mau sampai kapan kau berdiri disitu?!” ucap pria itu lagi, kemudian ia memejamkan matanya dengan santai.“Aku akan memanggil si mbak saja untuk membereskan kamar anda” ucap Arlin yang akan beranjak keluar.“HEY!! DIAM DISITU!!” suara Vardyn tiba-tiba pecah menjadi keras, membuat Arlin terkejut lagi dan berhenti melangkah.“Aku mau kau yang mengerjakannya! Bukan si mbak!” perintah Vardyn yang terlihat sedikit geram.“Kenapa tuan selalu memperlakukan aku sebagai pelayan?!, aku adalah perawat nyonya Rubby!, Pe-ra-wat!, bukan pe-la-yan!” akhirnya Arlin bisa memuntahkan kekesalanya.“Apa bedanya itu disini, sama-sama bekerja untukku dan mamaku”Tiba-tiba nyonya Rubby sudah ada di belakang Arlin.“Ada apa nak?, kenapa sepertinya ada ribut-ribut?, apa putraku membentakmu?” tanya nyonya Rubby yang nafasnya sedikit tersengal karena sehabis menaiki tangga.Arlin spontan menoleh kebelakang.“Ah, nyonya?!”“Mama?!, kenapa ke atas?” Vardyn langsung bangkit dari berbaringnya.“Aku mendengar kalian
“Sebenarnya aku sangat senang dan kerasan disini nyonya, apalagi anda sangat baik padaku, tapi … ,sepertinya aku tidak bisa lama untuk bekerja disini” ucap Arlin yang masih bingung untuk mengungkapkan alasan yang sebenarnya kenapa ia ingin pergi dari sana.“Apa, jangan-jangan, karena kelakuan putraku?!” tiba-tiba mata Arlin memandang wajah wanita di hadapannya.“Apa yang dia lakukan padamu nak?, katakanlah?!” nyonya Rubi menguncang pundak Arlin.“D-dia tidak melakukan apa-apa nyonya, hanya saja, tuan Vardyn, maksudku tuan Jerico agak kasar memperlakukanku” ucap Arlin dengan suara lirih.“Hmm, maafkanlah putraku sayang, nanti aku akan bicara padanya. Tapi ingat!, kau jangan pergi dulu dari sini” nyonya Rubi buru-buru menemui Vardyn yang entah sedang berada dimana pria itu sekarang.Beberapa saat kemudian, Arlin yang tengah membuat teh hangat untuk dirinya sendiri di kagetkan dengan kehadiran Vardyn yang di geret lengannya untuk menghadap Arlin.“Apa-apaan ini ma?!” tanya Vardyn sambil m