Kebahagiaan memenuhi setiap rongga dada yang menjadi saksi lamaran yang sederhana di dalam rumah sakit dan berkesan manis ini. Setelah surprise lamaran, kini tinggal Alicia yang sedang tercengang kepada cerita Mommy. Suasana hening membuat mereka berdua bercerita dan tertawa lepas dengan bebas, karena para tamu telah membubarkan diri dan juga Jade yang telah kembali ke New York karena ada rapat yang harus ia pimpin esok pagi."Mommy, are you serious?" Tanya Alicia dengan mata membulat dan mendapat anggukan serta senyuman dari Mommy."Kau anak nakal, bagaimana kau bisa menyembunyikan hal penting seperti ini dari Ibumu sendiri, huh?""Sorry Mom, aku berencana menceritakan hal ini setelah Mommy keluar dari rumah sakit, tapi Jade mendahuluiku." Alicia mengerucutkan bibirnya.Alicia benar-benar tak habis pikir dengan kenekatan Jade melamar dirinya, bahkan melakukan pendekatan kepada Mommy. Entah bagaimana ia meyakinkan kepada Mommy tentang keseriusan hubungan diantara mereka sampai Mommy m
"Jade, mengapa kita harus keluar dijam kerja, mengapa tidak menunggu hingga jam pulang kerja?" Alicia menggerutu sepanjang jalan, ia tidak tahu ke mana Jade akan membawanya. Ia benar-benar merasa tidak enak hati dengan teman-teman ditimnya."Baby, berhentilah menggerutu. Setidaknya kau sadar sedang melayangkan protes kepada siapa, your Boss. Bossmu yang sebentar lagi akan menjadi suamimu." Ujar Jade mengedipkan sebelah matanya."Tapi bukan berarti aku bisa seenaknya saja unt---"Perkataan Alicia terhenti saat ia menatap layar ponsel yang berbunyi menandakan pesan masuk.From: 😈Berhentilah dengan protesmu atau aku akan memerintahkan Jordan mengantar kita ke hotel dan aku akan membuatmu diam dan tak berdaya di sana.Alicia memicingkan matanya ke arah Jade. "Kau curang! Selalu mengancamku seperti itu."Jade mengernyitkan dahi melihat sesuatu yang aneh pada layar ponsel Alicia. Dan kini mereka sudah sampai di depan sebuah butik ternama. Alicia turun lebih dahulu menghindari Jordan membu
Alicia meremas jemarinya yang terasa dingin. Tak hentinya ia merutuk diri, bagaimana ia bisa melupakan hal sepele yang dapat menimbulkan masalah dikemudian hari. Seperti saat ini, ia hanya duduk dengan tubuh menegang menatap layar ponselnya yang dipegang oleh Jade. "Jelaskan padaku, Baby. Bagaimana kau mengeja namaku dengan gambar seperti ini diponselmu 😈, huh?"Alicia menggigit bibir bawahnya, jemarinya meremas dan sesekali memelintir ujung kemeja yang tak berdosa itu. Ia berdehem berusaha menenangkan diri. "Itu... itu... tidak sengaja saat aku memasukkan nama kontakmu, jempol tanganku terpeleset dan emoji itu yang keluar dan... dan... kurasa itu lucu, maksudku... cute, ya kau tahu, itu sangat cute..." Alicia meringis malu.Jade meletakkan ponsel di atas pangkuan Alicia. "Sekarang ganti dengan nama yang menggambarkan tentang siapa diriku di hatimu. Waktumu satu menit dari sekarang." Titah Jade dengan posisi tak beralih berdiri di hadapan Alicia dan menyelipkan kedua tangan di saku
Langit kelam membentang luas di kota New York seiring berlalunya senja. Satu hari yang berlalu sama dengan satu hari lebih dekat kepada hari pernikahan sepasang kekasih yang melepas lelah di sofa dengan pemandangan semarak Manhattan.Suasana temaram oleh pendar cahaya kota menembus kaca jendela dengan kesejukan yang menyelimuti, tak cukup untuk menentramkan hati yang dilanda secuil kekesalan. Bagaimana tidak? Alicia telah menggunakan berbagai cara dan alasan agar Jade mengizinkannya untuk makan malam bersama Dazzlene di restoran Harry, namun ditolak mentah-mentah oleh Jade.Jade yang enggan menyatakan kecemburuannya secara langsung membuat Alicia mendengus kesal. Berulang kali Alicia meminta maaf kepada Dazzlene karena mengingkari janjinya. Dazzlene yang memahami situasi Alicia, berusaha menenangkannya dengan meminta Alicia untuk menuruti kemauan Jade. Well, sekecil apapun kepercayaan yang kau jaga dan respect yang kau tunjukkan dalam sebuah hubungan, itu adalah modal kuat untuk kau
Air hangat dari guyuran shower yang mengalir membasahi tubuh dari ujung kepala hingga kakinya menyamarkan air mata yang tak henti turun membasahi pipi. Tangannya bertumpu pada dinding menahan tangisan yang tergugu membuatnya terasa lemah.Jika bukan Anna Hillenburg, tentu hatinya tak akan sesakit ini. Mengapa harus sahabat dekatnya? Mengapa harus seseorang yang berjasa dalam hidupnya? Baiklah, menurutnya tidak akan ada pria yang tak bertekuk lutut bila berhadapan dengan seorang Anna Hillenburg. Pesonanya, kemolekan tubuhnya dan senyum manisnya membuat mata pria manapun berdelik menatapnya.Berbeda jauh dengan wanita yang tengah meratapi kisah cintanya. Ia melihat kembali tubuh telanjangnya yang terpantul dari cermin, bagaikan langit dan bumi bila dibandingkan dengan Anna.Alicia mengeringkan tubuh dan rambutnya dan meraih bathrobe. Ia masih menginap di Apartemen Dazzlene untuk menghindari Jade. Ia duduk termangu sendiri menghadap jendela menunggu Dazzlene yang sedang lembur di kantor
Wajah yang selalu terpoles sempurna tanpa celah kini nampak pucat dan lemah. Rambut yang selalu tergerai indah dan berkilau kini hilang keanggunannya. Tubuh sempurna yang menjadi impian kaum hawa kini meringis pilu."Kau menyesal atas perbuatanmu?" Ujar seorang pria dengan tertawa mengejek di hadapan wanita yang terkulai lemah di lantai sisi ranjang. "Semudah itukah? Kau mendatangkan banyak bencana bagi keluargaku dan kau berkata menyesal? Kau gila!" Teriak pria itu, nampak amarah yang mulai memuncak. "Kami tidak berhutang padamu, tidak meminta apapun darimu, bahkan mengenalmu sekalipun tidak. Tapi kau datang seperti wanita iblis bagi kami dan menghancurkan semua yang kami miliki! " Pria itu menendang kursi kayu di hadapannya, menimbulkan dentuman kencang di kamar itu."Maafkan aku. Maaf... aku benar-benar minta maaf..." Lirih wanita itu dalam isak tangisnya yang lemah hampir tak terdengar.Sang pria berjalan menghampiri wanita lemah itu dan mengarahkan stick Golf di dagu wanita itu d
Semangat hidup terasa pupus seiring malam demi malam panjang yang berlalu dengan derai air mata. Empat hari yang terasa sama dan membosankan. Mata yang sulit bersepakat dengan intuisi alamiah untuk terlelap, terjaga sepanjang malam. Baginya, semua yang ia dengar dan alami seperti tornado yang meluluhlantakkan rencana masa depannya dan hanya meninggalkan puing-puing kenangan belaka. Anna Hilleburg, wanita anggun di mata Alicia yang berjasa dalam hidupnya, entah di mana ia sekarang. Ia merasa frustasi oleh sikap Jade yang selalu bergeming bila Alicia menanyakan hal-hal tentang Anna. Yang ia dapatkan hanyalah kilat tajam mematikan dari sorot mata Jade yang mengunci tatapannya.Alicia melemparkan pandangan kosong ke luar jendela kaca dengan tubuh tengkurap di atas ranjang. Empat hari ia mengurung diri di kamar tamu pilihannya dan enggan berbicara dengan siapapun, terutama kepada manusia stress di hadapannya saat ini."Good morning Baby. Aku membawa sarapan buah segar dan lemon hangat den
Alicia duduk termangu di dalam bathtub kering. Ia memeluk lututnya dan merunduk. Sudah tiga kali Jade mengetuk pintu kamar mandinya. Ahh, pria itu benar-benar berisik! Apakah berada di dalam kamar mandi juga harus memakai timer?"Apa yang kau lakukan? Kau lupa bagaimana caranya mandi? Kau ingin aku melakukannya untukmu?" Sindir Jade yang berjalan mendekati Alicia di Bathtub."Aku hanya kesulitan membuka gaun ini. Resleting ini---""Sudah selesai! Resleting itu tidak akan terbuka hanya dengan melamun, Nyonya Williams!" Ujar Jade yang baru saja menarik turun resleting gaun Alicia pada bagian belakang dan beranjak keluar menutup pintu.Alicia merasakan wajahnya menghangat. Entah mengapa degup jantungnya berpacu kencang seperti ini. Jika memang terlanjur membenci, apakah yang ia rasakan ini bagian dari kebencian atau...Alicia menepis pikiran kacaunya dan bergegas mencari pakaiannya. Bagaimana ia bisa ceroboh seperti ini, lupa membawa pakaian ganti saat membersihkan diri?Ia mengikat erat