Siang ini, Mikael harus pergi ke kantor meninggalkan istrinya yang sedang demam di rumah, untungnya Eleana sudah diinfus oleh dokter pagi tadi. Wanita itu masih tidak mau bicara padanya dan Mikael masih terus membujuknya untuk bicara.
Kali ini, Mikael harus menyingkirkan egonya untuk pekerjaan yang sedang menunggu.
Larut dalam beberapa berkas, Meggie—sekretaris Mikael, masuk ke dalam ruangan dengan napas terengah.
“Tuan, aku sudah berusaha mencegahnya, tapi dia tetap berusaha untuk masuk.”
Selang beberapa saat, seseorang yang dimaksud oleh Meggie masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang anggun. Sepatunya terdengar beradu dengan lantai, wanita itu mendorong bahu Meggie untuk segera menyingkir, dan di balas Meggie dengan berdecak.
“Baby, I miss you.”
Wanita berambut pirang gelombang itu bergelayut manja pada lengan kokoh Mikael. Sementara Mikael tetap fokus pada laptopnya yang sedang menampilkan beberapa grafik
Hubungan Eleana dan Mikael semakin dekat. Eleana sudah bisa membuka hatinya dan mulai mencintai seorang Mikael, begitu pula Mikael yang sekarang berubah jadi manis dan menunjukkan perhatian lebih pada Eleana. Mereka saling melengkapi dan mengerti satu sama lain.Pagi hari, Eleana menunggu mobil Mikael berjalan keluar gerbang, lelaki itu harus pergi ke kantor seperti biasa. Setelah mobil itu keluar dari mansion, Eleana kembali ke ruang makan.“Huek....”Eleana menutup mulutnya, wanita itu segera berlari ke kamar mandi. Setelah mencium aroma sup daging yang dibuat Bibi Margareth, entah kenapa perutnya jadi mual. Padahal Eleana sedari dulu menyukai sup daging.“Kenapa aku jadi sensitif dengan aroma yang kuat akhir-akhir ini?” Eleana membersihkan bibirnya dengan air yang mengalir.Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela di mana berbagai burung sedang terbang bebas di atas awan. Jantung
Eleana turun dari lantai atas, sembari mengikat rambutnya ia berjalan menuju dapur. Belakangan ini ia jadi sering lapar di tengah malam karena hormon kehamilan. Beruntung, Bibi Margareth selalu membantunya jika ia sedang kesulitan, sejauh ini hanya Bibi Margareth yang tahu tentang kehamilannya.Eleana tidak membangunkan Bibi Margareth lagi, ia memilih untuk menggoreng daging ayam dan kentang yang ada di lemari pendingin. Ini sudah sangat larut, ia tidak ingin merepotkan orang lain mengenai kehamilannya.Selepas makanan matang, Eleana kembali ke kamar. Ia sangat bosan, selama dua hari ini tidak tahu harus melakukan apa karena tidak ada Mikael di rumah. Kamar juga menjadi sepi, biasanya ia akan bicara atau hanya sekadar mendengar keluh kesah Mikael tentang pekerjaan.Ia rindu Mikael.Seharian ini Mikael juga tidak memberi kabar, biasanya Mikael akan menelepon setelah selesai meeting, hari ini beda. Karena rasa khawatir dan penasaran, akhirnya Eleana memutus
Mikael terbangun dengan cahaya terang dari matahari yang menerobos jendela kamar. Seingatnya, semalam ia tengah memperhatikan Eleana yang sedang berdiri membelakanginya di depan jendela.“Ana?” panggil Mikael.Mikael mencari Eleana di kamar mandi, walk in closet, dapur, taman belakang, bahkan ia mengelilingi separuh dari mansion megahnya, dan tidak menemukan wanita itu di mana pun.“Tuan, bukankah kau sedang sakit?” tanya Bibi Margareth yang tidak sengaja melihat Mikael sedang duduk di undakan tangga sembari mengusap wajah.“Di mana Ana?”“Nyonya belum terlihat sedari pagi Tuan.”Mikael begitu kebingungan, ia tidak tahu di mana Eleana sekarang. Saat ia tidak sengaja membuka lemari, seluruh pakaian Eleana sudah tidak ada. Dengan kesal Mikael membanting pintu lemari, menumpahkan emosinya pada benda-benda di sekitar.“Wanita itu, sama saja dengan wanita lain!” teriak Mikael.
Berapa hari lagi yang harus Mikael habiskan untuk mencari keberadaan Eleana, berapa orang lagi yang harus ia kerahkan untuk melacak wanita itu. Hasilnya masih tetap sama, Eleana belum ditemukan. Eleana seperti hilang ditelan bumi.Mikael seperti mayat hidup yang menghabiskan sisa waktunya di depan komputer atau hanya menunggu telepon dari orang suruhannya yang ia sebar di beberapa negara. Berharap ada kabar baik dari seorang wanita yang ia cintai.Ia juga sudah berusaha menanyakan keberadaan Eleana pada teman kampusnya, tetapi mereka tidak tahu. Wanita itu juga tidak memberi kejelasan kapan dia akan kembali berkuliah setelah mengambil cuti untuk beberapa bulan.Dan kali ini, sebuah kabar mengejutkan begitu mengguncang Mikael, sampai ia tidak dapat berpikir jernih. Ia tidak nafsu makan sejak mendengar kabar itu dan sekarang ia juga tidak peduli tubuh lelahnya yang ia paksa untuk bepergian.Mikael terbang menuju Hongkong setelah mendengar kabar duka yang sa
Troli berisi beberapa bahan makanan dan camilan, berhenti di depan kasir. Wanita berbadan dua dengan balutan mantel khas musim dingin itu menunggu belanjaannya selesai dihitung sambil sesekali mengusap perut bulatnya.Di luar memang musim dingin, tetapi Eleana merasa gerah sampai terdapat bulir-bulir keringat pada pelipisnya. Matanya tidak berhenti bergerak gelisah, sesekali ia mencuri pandang ke belakang, memperhatikan orang-orang yang sedang berbaris menunggu giliran untuk membayar.Entah kenapa, akhir-akhir ini Eleana merasa jika seseorang sedang mengawasinya. Seseorang yang sama, bertopi hitam dan memakai jaket kulit. Sudah dua hari berturut-turut Eleana merasa dibuntuti oleh orang tersebut. Awalnya saat ia pulang setelah bercerita bersama Izrael, kedua adalah hari ini.Setelah membayar di kasir, Eleana segera keluar dari minimarket sambil membawa barang belanjaan. Ia seperti orang yang tengah dikejar, padahal di belakang sama sekali tidak ada yang mengejar.
Eleana tidak tahu sedang ada di mana sekarang. Saat dirinya membuka mata yang terlihat hanya kegelapan, ia sudah terduduk dengan posisi tangan dan kaki yang terikat. Seingatnya, ia masih ada di dalam taksi dan supir memberinya air mineral. Karena haus, Eleana meminum air itu, lalu setelahnya ia sudah tidak mengingat apa pun.Keadaan ruangan pengap yang minim cahaya ini membuat Eleana merasa sesak. “Siapa di sana, tolong lepaskan aku!” teriaknya, saat ia melihat siluet bayangan.Tiba-tiba lampu menyala, lampu yang tidak cukup terang, tetapi bisa digunakan untuk melihat keadaan sekitar. Eleana yang semula menunduk, mendongak saat mendengar suara sepatu.“Hei, tolong aku!” pintanya, keringat dingin mulai membanjiri tubuh Eleana karena takut, perutnya juga terasa mengencang.Sosok itu perlahan berjalan mendekati Eleana, seorang wanita dengan gaun hitam yang memiliki belahan memanjang sampai paha. Sungguh elegan dan terlihat seksi.
Mikael membatalkan seluruh pertemuan dan pekerjaannya, ia memilih menemani Eleana sampai wanita itu sembuh. Baginya menjaga Eleana jauh lebih penting untuk sekarang, apalagi istrinya tengah berbadan dua dan kondisinya masih belum stabil.Pagi ini, dokter dan dua perawat masuk ke dalam ruang rawat inap Eleana untuk mengecek keadaan wanita itu dan juga perkembangannya. Eleana sudah bisa bersandar dan makan sekarang.“Selamat pagi Nona, mari ku periksa.”Eleana dibantu untuk berbaring, sementara Mikael duduk di sofa memperhatikan istrinya yang sedang diperiksa. Terjadi hening beberapa saat dan dokter menyudahi pemeriksaan setelah mengatakan sesuatu untuk dicatat oleh suster.“Kau harus mengoleskan salep ini pada luka memarmu Nona, mari kubantu,” baru saja dokter ingin menyingkap pakaian Eleana, wanita itu dengan sopan menolak.Eleana sedikit melirik Mikael yang memperhatikannya dalam diam.“Nanti biar kulakuk
Eleana menceritakan seluruh kejadian yang ia ingat pada Mikael sambil menangis.Kesimpulan dari cerita itu begitu sangat menyeramkan, Mikael yang hanya mendengar tidak bisa membayangkan bagaimana istrinya itu begitu kuat.Lelaki itu juga tidak habis pikir, di mana letak pikiran manusia biadab yang dengan tanpa perasaan menganiaya istrinya yang jelas-jelas sedang mengandung. Ini membuat emosi Mikael tersulut.Eleana mendongak, menatap Mikael yang terlihat menunjukkan kemarahan, bahkan jemari lelaki itu sudah terkepal kuat. “El, kumohon jangan membencinya,” pinta Eleana berbisik lembut, perlahan menggenggam tangan Mikael dan melepas kepalan tangannya.Tidak menjawab, Mikael justru menarik Eleana ke dalam dekapannya. Begitu erat. Takut ia akan kehilangan wanita itu lagi nanti.“Kau tenang saja, Baby.”Eleana merasakan bayi di dalam perutnya menendang, apa mungkin ia merasa diabaikan oleh kedua orang tuanya. Atau dia ingi